Gridhot.ID - Bendara Pangeran Harya Dipanegara, tentu dengan pelafalan nama sepanjang itu publik Indonesia tak 'ngeh' siapa beliau.
Beliau adalah Pangeran Diponegoro, pengobar perang Jawa tahun 1825-1830 melawan pemerintahan Hindia Belanda.
Lahir pada 11 November 1785 dari trah darah biru, Pangeran Diponegoro adalah anak sulung dari Sultan Hamebkubuwana III, raja ketiga Kesultanan Yogyakarta.
Sejak awal dirinya memang sudah tak suka dengan penjajahan Kompeni Belanda yang menyusahkan rakyat dengan pembebanan pajak tinggi.
Baca Juga : Update Kasus Altantuya Kekasih Mantan PM Malaysia, Sudah Mati Jasadnya Masih Diledakkan Pakai Bom
Diponegoro semakin panas ketika Belanda mematok tanah miliknya di desa Tegalrejo secara sepihak.
Tak terima, beliau kemudian mengobarkan Perang Sabil atau akrab di telinga kita sebagai Perang Jawa terhadap kolonial Belanda tahun 1825.
Perang selama 5 tahun ini dijuluki Belanda sebagai perang terbesar di Jawa.
Bayangkan saja, pasukan Diponegoro berhasil membunuh tak kurang dari 15.000 tentara Belanda dan kerugian materil amat tinggi yakni 20 juta gulden.
Baca Juga : Suku Sentinel dalam Catatan Turis Amerika: Mereka Sepertinya Sedang Melontarkan Makian
Sadar perang Jawa bakal merugikan, Belanda membuat tipu muslihat dengan menjebak pangeran Diponegoro dalam perundingan di Magelang tanggal 28 Maret 1830.
Namun bukannya berunding, Belanda dibawah Letnan Gubernur Markus de Kock menangkap Diponegoro.
Senjata Diponegoro dilucuti, termasuk sebuah keris pusaka bernama Kyai Nogo Siluman.
Pihak Belanda kesengsem dengan pusaka itu yang lantas mengirimkannya ke Raja Willem I sebagai hadiah pampasan Perang Jawa.
Baca Juga : Pasangan Crazy Rich Surabaya Alami Stres, Ayah Jusup Cayadi Akan Buru Penyebar Video Rencana Pernikahan
Reaksi Raja Willem acuh, ia bahkan tak mau menerima keris itu.
Mau tak mau Belanda kemudian menyimpannya di museum barang langka Koninklijk Kabinet van Zeldsaamheden di The Hague, Belanda Selatan.
Yang pernah menyentuh keris Kyai Nogo Siluman dan merasakan aura kesaktiannya adalah maestro seni lukis Indonesia, Raden Saleh saat dirinya masih di negeri Kincir Angin.
Ketika memegang keris Kyai Nogo Siluman, relung batin Raden Saleh bergejolak, hatinya bergetar.
"Kyai berarti tuan. Semua yang dimiliki seorang Raja memakai nama ini. Nogo adalah ular dalam dongeng dengan sebuah mahkota di kepalanya."
"Siloeman adalah sebuah nama yang terkait dengan bakat-bakat luar biasa, seperti kemampuan untuk menghilang dan seterusnya."
"Oleh karena itu, nama keris kyai Nogo Siluman berarti raja ular penyihir, sejauh hal itu dimungkinkan untuk menerjemahkan sebuah nama yang megah," beber Raden Saleh dalam : Awal Seni Lukis Modern Indonesia.
Sampai sekarang keris Kyai Nogo Siluman masih berada di museum barang langka Koninklijk Kabinet van Zeldsaamheden.
Entah apakah salah satu kekayaan nasional Tanah Air ini dapat kembali ke rumahnya, di bumi Indonesia. (Seto Aji/Grid.ID)