Demi Hindari Bentrokan dengan Suku Sentinel, Pemerintah Putuskan Tak Mengambil Jenazah Turis Amerika di Pulau Sentinel

Jumat, 30 November 2018 | 06:10
Instagram/John Allen Chau

Demi Hindari Bentrokan dengan Suku Sentinel, Pemerintah Putuskan Tak Mengambil Jenazah Turis Amerika di Pulau Sentinel

Laporan Wartawan Gridhot.ID, Septiyanti Dwi Cahyani

Gridhot.ID - Pihak Pemerintah India akhirnya memutuskan untuk tidak mengambil jenazah John Chau, turis Amerika yang tewas dibunuh suku Sentinel.

Dilansir dari Kompas.com, seorang antropolog yang terlibat dalam kasus ini mengatakan bahwa pihak pemerintah sudah menyimpulkan bahwa untuk saat ini tak mungkin mengambil jenazah John Chau di Pulau Sentinel tanpa memicu konflik baru dengan suku Sentinel.

"Kami putuskan tidak mengganggu suku Sentinel," ujar antropolog yang tak mau disebutkan namanya.

Baca Juga : Kisah Pandit, Pria yang Pernah Berhasil 'Bersahabat' dengan Suku Sentinel Meski Sempat Diancam Akan Dibunuh

"Kami telah mencoba mengontak mereka selama beberapa hari belakangan dan kami memutuskan untuk tidak melanjutkan," tambahnya

Menurutnya, pemerintah yakin bahwa upaya lebih jauh untuk mengambil jenazah Chau berpotensi besar memicu bentrokan degan suku Sentinel.

"Kami seharusnya tidak mengganggu perasaan mereka.

Baca Juga : Polisi Kesulitan Mencari Cara Ambil Jenazah Turis Amerika di Pulau Sentinel, Ahli Sarankan Lakukan Hal Ini untuk Berinteraksi dengan Suku Sentinel

Mereka memanah orang luar.

Itu pesan mereka, jangan datang ke pulau itu, dan kami menghormati pesan mereka," tandasnya.

Antropolog itu juga menambahkan, muncul kekhawatiran bahwa dengan adanya pemantauan yang lebih lama bisa memaksa penduduk pulau Sentinel mengubah pola hidup dan semakin menjaga ketat pulau mereka.

Selain itu, Pemerintah India juga sudah lama menerapkan kebijakan agar tidak mengganggu penduduk pulau tersebut.

Baca Juga : Disebut Pulau Paling Berbahaya di Dunia, Inilah 5 Fakta Pulau Sentinel yang Letaknya Tak Jauh dari Indonesia

Sementara itu, dilansir dari Tribunnews, antropolog itu juga mengatakan bahwa keputusan pemerintah India terkait hal ini sudah disampaikan kepada kedutaan besar AS di New Delhi.

Dan pihak kedutaan besar Amerika pun memahami situasi ini.

"Mereka memahami situasinya dan tidak menekan kami", ujar sumber tersebut.

Turis Amerika yang merupakan misionaris Amerika itu diyakini tewas antara Jumat (16/11/2018) siang hari hingga pagi hari sesudahnya.

Baca Juga : Pria Inikah yang Pertama Kali Menginjakan Kakinya di Pulau Terlarang Sentinel?

Saat itulah, nelayan yang dibayar Chau untuk mengantarnya ke pulau itu melihat jenazah Chau diseret di pasir dan dikubur.

Menurut catatan harian Chau yang diberikan kepada nelayan sebelum memasuki pulau Sentinel, dia ingin menyebarkan agama Kristen kepada penduduk di pulau itu.

Kini, investigasi dilanjutkan dan difokuskan pada tujuh orang yang diduga turut membantu John Chau berangkat ke Pulau Sentinel.

Sebagai tambahan informasi, Pulau Sentinel adalah salah satu pulau yang tidak terjamah orang luar dan teknologi modern.

Baca Juga : Polisi dan Nelayan Kesulitan Masuk Pulau Sentinel, Mayat John Allen Chau Terancam Tak Bisa Dipulangkan

Penduduk di pulau ini atau suku Sentinel sudah hidup selama puluhan ribu tahun tanpa pernah dijamah orang luar.

Hal ini dikarenakan penduduk di pulau tersebut memang enggan menerima kehadiran orang luar.

Bahkan, jika ada orang luar masuk, mereka tak segan-segan akan membunuhnya.

Pihak Pemerintah India melindungi dan menghargai keinginan mereka untuk dibiarkan tanpa interaksi dengan dunia luar.

Baca Juga : Liar dan Agresif, Suku Pedalaman Pulau Sentinel Mengikatkan Tali dan Menyeret Tubuh John Chau

Pada 2017, pemerintah mengeluarkan undang-undang yang melarang pengambilan foto atau video terhadap suku-suku di Kepulauan Andaman.

Bukan hanya Pemerintah India yang sudah memberikan perhatian lebih kepada Suku Sentinel namun PBB juga melakukan hal yang sama.

Hingga saat ini, masih menjadi diskusi bagaimana cara agar suku Sentinel mau membuka diri pada dunia luar. (*)

Tag

Editor : Septiyanti Dwi Cahyani

Sumber Kompas.com, tribunnews