Laporan wartawan GridHot.ID, Dewi Lusmawati
GridHot.ID -Ratu Hemas, atau Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas adalah istri sekaligus permaisuri dari Sri Sultan Hamengkubuwana X, yaitu raja Kasultanan Yogyakarta sejak tahun 1989 dan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta sejak tahun 1998.
Tak hanya sebagai permaisuri, GKR Hemas juga menjabat sebagai anggota DPD RI.
Namun belakangan GKR Hemas diketahui dikenai sanksi.
Baca Juga : Miris, Presiden Sudan Terancam Digulingkan Rakyat Hanya Karena Naikkan Harga Roti Jadi Rp 900 Perak!
Badan Kehormatan (BK) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) memberhentikan sementara senator asal Yogyakarta GKR Hemas.
Dikutip GridHot.ID dari Kompas.com, Ketua BK DPD Mervin S Komber mengatakan, Hemas diberhentikan sementara karena sudah dua belas kali tidak menghadiri sidang paripurna DPD RI serta sudah melewati tahapan sanksi lainnya.
“Berdasarkan hasil sidang etik dan juga keputusan pleno Badan Kehormatan DPD RI, telah ditemukan data dua belas kali secara berturut turut tidak menghadiri sidang paripurna DPD RI,” ujar Mervin melalui keterangan tertulisnya, Jumat (21/12/2018).
Baca Juga : Terharu! Shakira Beri Ucapan Ultah untuk Ibunda Tercinta Denada
BK DPD juga menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara terhadap senator dari Propinsi Riau Hj Maimana Umar.
Selain itu, beberapa senator lain juga dijatuhi hukuman yang berbeda-beda sesuai dengan tingkat kesalahannya.
Beberapa anggota dikenakan sanksi ringan dan sedang berupa peringatan tertulis.
Menurut Mervin, BK DPD menjatuhkan saksi pemberhentian sementara kepada kedua senator karena terbukti telah melanggar Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3), Tata Tertib DPD RI dan kode etik DPD RI.
Baca Juga : 2 Dekade Hidup Dengan Hewan Buas, Begini Kisah 'Mesra' Nathip dengan Buayanya
“Kami juga sudah menjatuhkan sanksi peringatan lisan, namun tidak ada perubahan dan dilanjutkan dengan sanksi tertulis. Sesuai dengan aturan yang berlaku maka kemudian dijatuhkan sanksi pemberhentian sementara,” kata Mervin.
Syarat pemulihan status sebagai anggota DPD RI, yaitu permintaan maaf secara lisan dan tertulis di Sidang Paripurna DPD RI dan juga wajib meminta maaf di media massa lokal dan nasional kepada masyarakat yang diwakilinya.
Mervin menegaskan, sanksi pemberhentian sementara tersebut berlaku untuk seluruh anggota DPD yang terbukti melanggara peraturan.
Sebelumnya, senator Bali Arya Wedakarna juga dijatuhi sanksi yang sama.
Baca Juga : Tanpa Malu-malu Baim Wong Cerita Malam Pertamanya dengan Paula
Bahkan, kata Mervin, BK sebelumnya sempat menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara kepada senator Sumatera Barat Jeffrie Geovanie.
Namun Jeffrie memilih mengundurkan diri dan berhenti sebagai anggota DPD RI.
“Jadi jangan dibaca lain selain dibaca upaya penegakan disiplin dan perbaikan citra lembaga. Kami di BK tegak lurus kepada aturan yang berlaku. Anggota BK pun beberapa kena sanksi sesuai tingkatan, termasuk Bu Maimana. Semua sama di depan hukum, tidak ada yang diistimewakan,” kata Mervin.
Meski dikenai sanksi oleh Badan Kehormatan, namun GKR Hemas menolak keputusan Badan Kehormatan (BK) DPD RI terkait pemberhentian sementara dirinya karena sudah beberapa kali tidak menghadiri sidang.
Baca Juga : Ekspresi Sri Sultan Hamengkubuwono X Saat Kejebak Macet di Yogyakarta : Waduh, Walah 3,5 Jam
Permaisuri Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat ini menyebutkan jika ketidakhadirannya dalam sidang karena tidak mengakui kepemimpinan DPD RI saat ini, dibawah Oesman Sapta Odang.
"Jelas, saya menolak keputusan pemberhentian sementara," ujar GKR Hemas dalam jumpa pers di kantor DPD RI DIY, Jumat (21/12/2018).
GKR Hemas menegaskan jika ia menghadiri sidang DPR RI yang dipimpin Osman Sapta Odang, itu berarti dia mengakui kepemimpinan DPD RI saat ini.
"Sejak Oesman Sapta Odang dan kawan-kawan mengambil alih kepemimpinan secara ilegal, saya dan beberapa teman tidak mengakui kepemimpinannya. Kalau saya hadir dalam sidang yang dipimpin berarti secara langsung mengakui kepemimpinan nya," tegasnya.
Baca Juga : Ketika Paskhas Hendak Ledakkan Tentara Australia Gegara Todongkan Senjata Kepada Perwira TNI AU
Penolakan terhadap pimpinan DPD RI tersebut, menurut dia, karena proses pengambilalihan pimpinan menabrak hukum.
Berdasarkan putusan MA di tingkat kasasi, tidak pernah menyatakan benar dan sah pengambilalihan tersebut.
Dikutip dari Tribunnews, Mahkamah Agung sebelumnya telah membatalkan Tata Tertib DPD RI Nomor 1 Tahun 2016 yang mengatur masa jabatan Pimpinan DPD menjadi 2,5 tahun.
Tatib tersebut yang membuat Oesman Sapta terpilih menjadi Ketua DPD RI 2017 lalu.
Baca Juga : Kisah Necdet C, Pria Asal Turki yang Baru Mengetahui 3 Anaknya Hasil Perselingkuhan Sang Istri
GKR Hemas mengatakan bahwa DPD merupakan lembaga politik. Sehingga keputusanya pasti politik. Oleh karena itu GKR Hemas menolak kompromi politik dengan tidak mengakui kepemimpinan Oesman Sapta Odang.
Dalam hal ini, GKR Hemas tidak menolak orangnya (Oesman Sapta Odang), tetapi caranya yang menabrak hukum.
"Hukum harus tegak di negeri ini dan tidak boleh ada warga yang kebal hukum apalagi berada di atas hukum," lanjutnya.
"Saya tetap melawan dan tidak akan hadir, kalau saya menutup mata akan hal ini, terus buat apa saya jadi anggota DPD RI," imbuhnya.
Baca Juga : Sedang Asyik Mandi, Bocah Berusia 4 Tahun Jadi Korban Kapal Meledak di Sungai Musi
GKR Hemas menilai Keputusan BK memberhentikan sementara dirinya juga tanpa dasar hukum yang jelas.
Keputusan itu juga mengesampingkan ketentuan Pasal 313 UU No 17 Tahun 2014 tentang MD3.
Sanksi yang dijatuhkan BK juga telah mengesampingkan Tata Tertib DPD RI, yakni anggota diberhentikan sementara kalau yang bersangkutan melanggar pidana dan menjadi terdakwa pada suatu kasus hukum.
"Anggota DPD RI diberhentikan karena menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana umum yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 ( lima) tahun; atau (b) menjadi terdakwa dalam tindak pidana khusus," kata GKR Hemas.
Baca Juga : Kronologi Pembunuhan Sisca Icun Sulastri, Tanpa Busana Korban Sempat Berkelahi dengan Pelaku Sebelum Dibunuh
Dia menambahkan, BK telah melakukan diskriminasi pada dirinya sebab BK tidak memproses beberapa laporan lainnya.
Seperti, tidak dapat memroses laporan Afnan Hadikusumo terhadap Benny Ramdhani karena tengah diproses di Kepolisian.
Kemudian, tidak memproses laporan dua mantan anggota DPD RI Muspani dan Bambang Soeroso terhadap Nono Sampono bulan Oktober lalu ke BK.
"Ini terkait keputusan sikap politik DPD RI yang ingin meninjau ulang keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang pengurus parpol untuk maju DPD RI," pungkasnya.
Baca Juga : Terungkap Nama-nama Pengatur Skor Sepak Bola Indonesia, Begini Cara Kapolri Memberantasnya
GKR Hemas merupakan salah satu anggota DPD yang bersebrangan dengan Oesman Sapta saat polemik perebutan Ketua DPD 2017 lalu.
GKR Hemas menolak pemangkasan jabatan Pimpinan DPD 2,5 lantaran MA telah membatalkan tata tertib tersebut.
Meski Tatib tersebut dibatalkan, Mahkamah Agung tetap melantik Oesman Sapta Odang sebagai Ketua DPD baru dan Nono Sampono serta Darmayanti Lubis sebagai Wakil Ketua DPD.
Sejak tahun 2004, Ratu Hemas menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia asal Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
GKR Hemas menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah periode 2009-2014 dan 2014-2019.(*)