Gridhot.ID - Erupsinya Gunung Anak Krakatau (GAK) membuat tim dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) harus mendapat informasi real time dari gunung berapi tersebut.
Maka pada tanggal 23 dan 24 Desember lalu, tim BMKG melakukan pemantauan dengan menggunakan pesawat Boeing 737 yang bertolak dari Bandara Halim Perdanakusuma menuju Anak Krakatau di Selat Sunda.
Penerbangan dijadwalkan pukul 06.00 WIB dan 09.00 WIB yang bertujuan membawa rombongan tim BMKG dan TNI.
Dikutip dari Tribun Jakarta, Rabu (26/12) sejatinya tim BMKG yang dikepalai oleh Dwikorita Karnawati ini akan memotret langsung kondisi terkini Anak Gunung Krakatau.
Baca Juga : Ini Sebabnya Mengapa Anak Krakatau dan Gunung Berapi Lainnya Ketika Meletus Disertai Gemuruh Petir
Namun hal itu urung dilakukan lantaran cuaca yang tak mendukung akibat awan tebal abu vulkanik hasil erupsi.
Dwikorita menjelaskan jika abu vulkanik itu bukan abu biasa.
Partikel abu vulkanik disebutnya seperti pecahan gelas yang bisa membahayakan mesin pesawat.
"Yang pertama hari Senin tanggal 24 itu kena abu vulkanik, ada kaca yang tertempel abu vulkanik kaya gelas pecah, kaya pecahan gelas. Itu bisa membahayakan mesin pesawat sehingga harus balik dan saat itu awan tebal," kata Dwikorita seperti dilansir dari TribunJakarta.com, Rabu (26/12).
Baca Juga : Ini Sebabnya Mengapa Anak Krakatau dan Gunung Berapi Lainnya Ketika Meletus Disertai Gemuruh Petir
"Yang kedua hari Selasa itu karena awannya jauh lebih tebal lagi sehingga kami tidak bisa memotret, jarak pandang tidak memadai dan itu membahayakan keselamatan pesawat."
"Sehingga harus balik lagi. Itu pagi sekitar jam 9 bahkan yang pertana jam 6 pagi yang pertama. Tapi cuaca tidak mendukung, semakin siang itu tidak kondusif," tambahnya.
Untuk mengantisipasi hal-hal yang tak diinginkan maka pesawat terpaksa putar balik menuju bandara.
Padahal saat pemantauan ketinggian terbang pesawat sudah mencapai 5.000-15.000 kaki. Namun abu vulkanik masih menghadang.
Baca Juga : Deretan 5 Bencana Tsunami Paling Mematikan di Dunia
"Karena ini menurut Bapak Panglima (TNI) untuk melakukan survei itu harus cukup tinggi agar kamera itu memotretnya bisa utuh."
"Kalau terlalu rendah itu selain membahayakan karena masih erupsi vertikal, terlalu rendah itu membahayakan dan angle foto pemotretannya itu enggak bisa utuh," kata Dwikorita.
Dwikorita menjelaskan dua penerbangan itu terpaksa tak membuahkan hasil lantaran hadangan abu vulkanik.
"Saya kemaren enggak, tapi menurut pilotnya, ini sebenarnya sudah dekat Bu sudah di depan hanya kami tidak bisa menembus ini awan terlalu tebal. Sehingga jarak pandang itu loh tapi dari radar kan kelihatan cuma kalau masuk di awan kan juga terguncang-guncang dong," ujarnya.
Namun tim BMKG dan lembaga terkait akan kembali melakukan penerbangan untuk memantau perkembangan Gunung Anak Krakatau.
(*)