Temukan Keanehan di Balik Gempa Palu, NASA: Gelombang Seismik Bergerak di Luar Batas Kecepatan Geologis

Rabu, 06 Februari 2019 | 14:03
Tribun Timur/ Sanovra JR

Foto aerial, Selasa (2/10/2018), menunjukkan kondisi Kelurahan Petobo, Kota Palu, Sulawesi Tengah, usai diguncang gempa bumi dan likuifaksi.

Laporan Wartawan Gridhot.ID, Septiyanti Dwi Cahyani

Gridhot.ID - Hampir lima bulan berlalu, NASA memiliki temuan baru terkait gempa yang meluluhlantakkan Palu pada bulan September 2018 lalu.

Seperti yang dilansir dari Tribun Timur, NASA baru saja mengungkap fakta terbaru mengenai bencana likuifaksi di Kampung Petobo dan Gempa Palu di Sulawesi Tengah yang terjadi pada 28 September 2018 lalu.

Gempa yang kemudian disusul tsunami dan likuifaksi itu menewaskan 2.086 jiwa dengan total kerugian mencapai Rp 18,48 triliun.

Ternyata, peristiwa ini tergolong langka yang hanya terjadi sebanyak 15 kali dalam catatan sejarah geografi.

Baca Juga : Gempa 5 SR Guncang Pangandaran, BPBD Minta Masyarakat Tetap Tenang

Menurut Ilmuan Laboratorium Propulsi Jet atau JPL NASA, bencana likuifaksi yang terjadi di Palu disebabkan karena gelombang bergerak menelusuri sesar bumi dengan kecepatan super yang memecahkan batas kecepatan geologis.

Studi yang dipublikasikan di jurnal ilmiah Nature Geoscience itu mengungkap adanya retakan yang bergerak di sepanjang sesar dalam kecepatan yang sangat tinggi.

Hal inilah yang memicu gelombang naik turun atau sisi ke sisi yang mengguncang permukaan tanah dan menyebabkan likuifaksi.

Hasil studi ini juga sejalan dengan kesaksian korban selamat dari lumpur likuifaksi yang menelan nayawa dan harta warga di Kawasan Balaroa, Petobo dan Jogo One.

Baca Juga : Beredar Peringatan Akan Adanya Tsunami hingga ke Indonesia, BMKG Pastikan Gempa Filipina Tak Berpotensi Tsunami

Getaran yang tercipta jauh lebih kuat daripada gempa bumi.

Untuk mengungkap temuan tersebut ilmuwan menganalisa pengamatan resolusi tinggi spasial terhadap gelombang seismik yang disebabkan gempa bumi, radar satelit dan citra optis.

Metode ini diperlukan buat menghitung kecepatan, tempo dan tingkat magnitudo gempa berkekuatan 7,5 pada skala Richter di Sulawesi Tengah.

Menurut JPL, gempa di Palu bergerak dalam kecepatan stabil, yakni 14,760 km per jam, dengan getaran terbesar terjadi selama satu menit.

Baca Juga : Gempa dan Gelombang Tsunami Disebut Akan Terjang Indonesia di Malam Tahun Baru 2019, Berikut Kata BMKG

Gempa bumi biasanya terjadi dalam kecepatan antara 9.000 hingga 10,800 km per jam.

Ilmuwan menemukan, dua sisi dari sesar sepanjang 150 kilometer itu bergeser sepanjang lima meter - jumlah yang menurut ilmuwan sangat besar.

Menurut studi, Sesar yang retak menciptakan ragam jenis gelombang di tanah, termasuk gelombang geser yang menyebar dengan kecepatan 12.700 km per jam.

Dalam gempa berkecepatan tinggi seperti di Palu, retakan yang bergerak cepat menyalip gelombang geser yang lebih lambat dan menciptakan efek domino yang menghasilkan gelombang seismik yang lebih mematikan.

Baca Juga : Tak Berkaitan dengan Sesar Gempa atau Patahan Surabaya, Sutopo Sebut Penyebab Amblesnya Jalan Gubeng Surabaya Karena Hal Ini

Ilmuwan terkejut oleh kecepatan gempa di Palu yang sangat konstan, mengingat bentuk sesar di Sulawesi Tengah sendiri.

Selama ini ilmuwan meyakini gempa bumi berkecepatan tinggi alias supershear hanya terjadi pada sesar yang berbentuk lurus sehingga tidak menciptakan banyak rintangan bagi pergerakan gempa bumi.

Seperti yang diketahui, pada 28 September 2019 lalu gempa berkekuatan 7,4 SR mengguncang wilayah Donggala, Sulawesi Tengah.

Peristiwa ini menimbulkan beberapa fenomena alam.

Baca Juga : Kisah Gempar, Anak Kandung Soekarno yang Pernah Berjualan Es dan Kondektur Bemo untuk Mencukupi Kebutuhannya

Salah satunya adalah likuifaksi ini.

Ya, seperti yang dikutip dari laman Bobo.id (1/10/2018), selain gempa dan tsunami beredar sebuah video yang menunjukkan munculnya lumpur mengalir di bawah rumah-rumah warga.

Dalam video berdurasi dua menit itu, terlihat rumah-rumah dan pepohonan bergerak hanyut dengan lumpur.

Melalui akun Twitternya @Sutopo_PN, Kepala BNPB itu menyebut bahwa ini merupakan fenomena likuifaksi.

Baca Juga : Gelar Konser di Indonesia, Grup Band Metal Megadeth Lelang 2 Gitar untuk Bantu Korban Gempa Donggala dan Tsunami di Palu

Dikutip dari Wikipedia, pencairan tanah atau likuifaksi tanah adalah suatu fenomena tanah yang jenuh atau sebagian jenuh secara substansial kehilangan kekuatan dan kekakuan akibat adanya tegangan.

Biasanya disebabkan oleh gempa bumi yang bergetar atau atau perubahan lain secara tiba-tiba dalam kondisi menegang.

Sehingga menyebabkan tanah berperilaku seperti cairan atau air berat. (*)

Tag

Editor : Septiyanti Dwi Cahyani

Sumber tribunnews, grid.id