Gridhot.ID - Pemerintah Sri Lanka kini menghadapi kritikan tajam dari masyarakatnya sendiri.
Mirisnya kalangan elit politik Sri Lanka, yakni Perdana Menteri (PM) Ranil Wickremesinghe dan Presiden Maithripala Sirisena justru tak akur dalam menangani serangan teror bom di negaranya.
Keduanya saling lempar kritik, ejekan dan tudingan mengenai siapa yang paling bersalah dalam peristiwa paling berdarah di Sri Lanka itu.
Mengutip The New York Times, Selasa (23/4/2019) padahal 10 hari sebelum serangan, di meja kerja PM Ranil Wickremesinghe sudah terpampang laporan intelijen yang menyebut negaranya bakal diserang oleh teroris.
Baca Juga : Pasukan Wanita Berani Mati Black Tigers Macan Tamil, Kerap Lakukan Serangan Bom Bunuh Diri di Sri Lanka
Lebih detail, dalam laporan tersebut tercantum nama, alamat dan nomor telepon para pelaku serangan teror yang akan membom hotel dan gereja di seantero Sri Lanka.
Namun Ranil bergeming, ia tak memerintahkan apa pun kepada aparat Sri Lanka untuk melakukan tindakan pencegahan.
Ia berkilah harus menunggu perkembangan lebih lanjut mengenai laporan tersebut yang sama saja menganggap laporan itu hanya bualan semata.
Hasilnya? tetap tak ada tindakan apa-apa hingga akhirnya serangan teror terjadi.
Baca Juga : Sedang Liburan, 3 Orang Anak Miliarder Tewas Sekaligus Jadi Korban Bom Sri Lanka
"Namun, saat ini fokus kami adalah menangkap pelaku yang bertanggung jawab," kata Ranil enteng usai serangan teror terjadi.
Salah Ranil seorang? tentu tidak, presiden Sri Lanka Maithripala Sirisena juga harus bertanggung jawab atas terjadinya serangan ini.
Sirisena habis-habisan dikritik oleh menteri-menteri Sri Lanka karena tak menggunakan kekuasaannya untuk menggerakkan aparat keamanan demi mencegah serangan teror.
"Ada jaringan internasional yang tanpanya serangan ini tidak akan terjadi," kata Rajitha Senaratne, menteri kesehatan Sri Lanka.
"Kami malu dengan apa yang telah terjadi," kata Rauff Hakeem, Menteri Perencanaan Kota Sri Lanka.
"Jika nama-nama orang yang terlibat sudah diketahui, mengapa mereka tidak ditangkap?" tambahnya.
Publik Sri Lanka bahkan mempunyai tema baru yakni menjuluki peristiwa ini sebagai "kegagalan kolosal di pihak dinas intelijen."
Sama seperti Ranil, kini Sirisena bertindak telat dengan membentuk Komite Khusus untuk menyelidiki serangan teror ini.
"Itulah sebabnya presiden telah menunjuk komite untuk memahami dan memastikan apa yang salah," kata penasehat senior presiden, Shiral Lakthilaka.
Namun asal muasal leletnya pemerintah menangani sebuah masalah keamanan nasional Sri Lanka sudah dimulai pada tahun lalu.
Tak lain tak bukan lantaran karena perseteruan Ranil dan Sirisena.
Contoh saja Sirisena tak mau membagi informasi perihal kondisi terkini keadaan negara Sri Lanka kepada Ranil.
Berangkat dari sinilah Ranil menepis anggapan ia tak berbuat apa-apa perihal laporan intelijen mengenai rencana serangan teror karena Sirisena pelit dalam membagi informasi.
Hal inilah yang menyebabkan Ranil menunggu perkembangan lebih lanjut walau keputusannya itu berakibat fatal.
Pihak Sirisena pun tak tinggal diam saja mengetahui hal ini.
Mereka balas mengkritik Ranil yang dinilai sudah cukup laporan intelijen itu saja untuk membuat tindakan pencegahan karena dalam laporan sudah tercantum nama, tempat tinggal dan nomor telepon para pelaku serangan teror.
Saling tuding inilah dan mbuletnya proses pemerintahan Sri Lanka yang membuat gerakan radikal di sana tumbuh subur.
Akibatnya sudah jelas, rakyat Sri Lanka yang menjadi korban tak berdosa atas keegoisan para elit politiknya. (Seto Aji/Gridhot.ID)