Laporan wartawan GridHot.ID, Dewi Lusmawati
GridHot.ID - Kematian seorang petugas medis yang akrab disapa Mantri Patra membuat warga Papua berduka.
Pasalnya, Mantri Patra wafat secara tragis saat menjalankan tugas di daerah pedalaman Kebupaten Teluk Wondama, Papua Barat, seorang diri.
Sosok pria bernama Patra Marinna Jauhari itu, rupanya sangat dihormati warga pedalaman Kabupaten Teluk Wondama.
Kisah getir pengabdian Mantri Patra di pedalaman Papua, membuat banyak pihak turut berduka atas kepergiannya.
Salah satunya adalah tokoh masyarakat Papua, Hendrik Mambor.
Dikutip GridHot.ID dari sebuah unggahan Facebooknya pada 21 Juni 2019, Hendrik Mambor turut berduka cita atas wafatnya Mantri Patra yang sangat dihormati warga Kabupaten Teluk Wondama.
Mewakili warga pedalaman Papua, Hendrik tak kuasa menahan duka atas wafatnya Mantri Patra yang rela mengabdi hingga akhir haytanya.
Baca Juga: Ancam Tembak Mati Para Pekerja Freeport Tanpa Terkecuali, KKB Papua: Prabowo Sudah Bunuh Kami
Dikutip dari Antara, diketahui Mantri Patra sudah empat 4 bulan lebih bergumul dengan masyarakat di Kampung Oya Distrik Naikere, Teluk Wondama.
Dia memilih setia dalam tugas di saat rekan kerjanya pulang dan tak kembali lagi.
Dalam kesendirian dia tetap melayani hingga akhirnya ajal menjemput.
Petugas medis dari Dinas Kesehatan Teluk Wondama ini berada di Kampung Oya sejak Februari 2019.
Ia adalah satu dari sekian tenaga kesehatan yang ditunjuk untuk memberikan pelayanan di daerah pedalaman.
Oya merupakan salah satu kampung di pedalaman distrik Naikere yang masihterpencil dan terisolir.
Tidak ada akses jalan darat apalagi sarana telekomunikasi.
Wilayah di perbatasan antara Teluk Wondama dengan Kabupaten Kaimana ini hanya bisa dijangkau dengan berjalan kaki atau menggunakan helikopter.
Untuk mencapai pusat distrik di Naikere, warga setempat biasanya berjalan kaki selama tiga sampai empat hari.
Jalanan yang dilewati masih berupa jalan setapak menyusuri gunung dan lembah di tengah hutan belantara.
Pada awal Februari lalu, Mantri Patra bersama seorang rekannya diantar dengan helikopter ke Kampung Oya.
Mereka dijadwalkan bertugas selama tiga bulan dari Februari hingga Mei untuk kemudian dijemput kembali diganti petugas berikutnya.
Hingga akhir Mei 2019 belum juga ada helikopter yang datang menjemput.
Persediaan bahan makanan berupa beras, minyak goreng yang dibawanya pada tiga bulan lalu pun telah lama habis.
Demikian pula stok obat-obatan, semuanya telah habis dipakai.
Namun, Patra yang tinggal seorang diri setelah temannya sesama perawatmemutuskan turun ke kota Wasior dengan berjalan kaki memilih tetap bertahan.
Dikutip GridHot.ID dari unggahan akun FacebookRos Milka Kamma, berikut 5 potret pengabdian Mantri Patra di pedalaman Papua, semasa hidupnya.
1. Terus memberi pelayanan medis dengan kondisi apa adanya
Meski harus berjuang seorang diri, Mantri Patra tetap melayani dan mengobati warga yang sakit.
Bahkan, saat dirinya sendiri tengah sakit keras, hingga ajal akhirnya menjemputnya.
2. Berkunjung ke rumah warga
Untuk mengisi hari, bujangan kelahiran 1988 ini selalu berintekrasi dengan warga setempat, dari berkunjung ke rumah warga, bermain bersama pemuda setempat hingga ikut berkebun bersama warga.
"Tiap sore dia pergi dengan anak-anak menyanyi-menyanyi," kata seorang warga Oya yang dikisahkan Kepala Puskesmas Naikere Tomas Waropen di Wasior, Minggu (23/6/2019).
3. Tak kunjung dijemput di akhir masa tugasnya
Hari terus berlalu, helikopter yang ditunggu tak juga tiba, namun kesetiaan Mantri Patra tetap tak luntur.
Dia terus bertahan meski di hatinya memendam kecewa terhadap instansi tempatnya bekerja hingga akhirnya dia jatuh sakit.
4. Mantri Patra saat sakit keras
Mengetahui kondisinya kian memburuk, seorang warga kampung Oya memutuskan berjalan kaki untuk memberitahukan kondisi sang mantri kepada kepala Puskesmas Naikere.
Meskipun demikian, tetap saja tidak ada helikopter yang datang untuk mengevakuasinya ke kota guna mendapat perawatan medis.
5. Wafat, namun helikopter jemputan tak kunjung tiba
Pada 18 Juni 2019, Patra menghembuskan nafas terakhir di tempat tugasnya di Oya.
Dia meninggal dalam kesendirian, tanpa ada keluarga, teman maupun kerabat yang mendampingi Pahlawan Kemanusiaan itu.
Jenazah Patra baru dievakuasi pada 22 Juni 2019 menggunakan helikopter yang disewa Pemda dari Nabire atau empat hari setelah dia meninggal dunia.
Baca Juga: Gugur Saat Kontak Senjata dengan KKB di Nduga, Bharada Aldy Baru 2 Bulan Bertugas di Papua
Kematian Patra yang terbilang tragis menjadi keprihatinan banyak pihak.
Tomas Waropen, Kepala Puskesmas Naikere menyatakan nyawa Patra mungkin bisa tertolong jika pihak dinas kesehatan maupun instansi terkait lainnya cepat merespon laporannya terkait kondisi Patra dan meminta segera dikirim helikopter.
Mantri Patra rela mendedikasikan hidupnya untuk kebaikan masyarakat di pedalaman Naikere tanpa banyak mengeluh dan menuntut.
Tindakan mulia yang justru selalu dihindari banyak petugas medis lainnya.
(*)