Laporan reporter Gridhot.ID, Nicolaus Ade
Gridhot.ID - Paling sedikit enam belas wanita dan anak-anak tewas dalam pembantaian etnis di Papua Nugini (PNG) negara yang berbatasan dengan Provinsi Papua.
Gubernur Provinsi Hela Philip Undialu mengatakan pembunuhan terjadi Senin (9/7/2019) di Desa Karida di daratan tinggi negara tersebut yang dikenal dengan nama Highlands.
Dia mengatakan motif pembunuhan masih belum diketahui, namun dia memperkirakan ini adalah tindakan balas dendam atas insiden yang terjadi sebelumnya.
Setidaknya 24 orang dilaporkan tewas, termasuk dua wanita hamil dan janin yang belum lahir, akibat insiden penyerangan yang terjadi di kawasan dataran tinggi tanpa hukum di Papua Nugini.
Pejabat lokal mengatakan, sedikitnya 24 orang telah tewas di Provinsi Hela, sebuah wilayah terjal di barat negara itu, dalam serangan kekerasan selama tiga hari antara suku-suku yang berseteru.
Suku-suku di dataran tinggi telah bersaing satu sama lain di Papua Nugini selama berabad-abad, tetapi masuknya senjata otomatis telah membuat konflik semakin mematikan dan meningkatkan siklus kekerasan.
"Sebanyak 24 orang telah dipastikan tewas, terbunuh dalam tiga hari, tetapi hari ini bisa lebih dari itu. Kami masih menunggu keterangan pejabat kami di lapangan," kata pejabat provinsi Hela, William Bando, kepada AFP, Rabu (10/7/2019).
Bando menyerukan agar setidaknya 100 personel polisi dikerahkan untuk memperkuat sekitar 40 petugas setempat.
Perdana Menteri Papua Nugini James Marape, yang berasal dari provinsi Hela, mengaku terkejut dengan kabar tersebut dan menjanjikan balasan terhadap para pelaku.
"Ini adalah salah satu hari tersedih dalam hidup saya. Banyak anak-anak dan ibu yang tidak bersalah terbunuh di desa Munima dan Karida, di daerah pemilihan saya," kata Marape.
Baca Juga: Aksi Ekstrem Bocah Takut Disunat, Naik ke Genting Rumah dan Nongkrong di Atas Selama 3 Jam
Dalam salah satu insiden di Karida, pelaku penyerangan telah membunuh enam wanita, delapan anak-anak, termasuk dua perempuan hamil dan janin mereka.
Penyerangan itu terjasi selama sekitar 30 menit.
"Pelaku kriminal bersenjata, waktu kalian sudah habis," kata Marape.
Baca Juga: Sempat Viral, Pengemis Tajir Bermobil Avanza di Bogor, Kini Ketahuan Berulah Lagi
"Belajarlah dari apa yang saya lakukan terhadap para penjahat yang membunuh orang yang tidak bersalah. Saya tidak takut menggunakan hukuman terberat untuk kalian," tambahnya, mencatat bahwa hukuman mati sudah menjadi hukum di Papua Nugini.
Belum jelas apa yang memicu penyerangan di dua desa itu, namun banyak yang menduga hal itu dipicu perseteruan lama yang didorong oleh tindakan pemerkosaan, pencurian, atau sengketa batas wilayah.
Di Provinsi Enga, di sebelahnya, gelombang kekerasan serupa telah mendorong pembentukan garnisun militer darurat dan pengerahan sekitar 100 tentara pemerintah di bawah komando seorang mayor lulusan akademi militer Inggris.
Marapa belum memberi rincian sebaran pasukan keamanan, namun tampak jengkel dengan sumber daya yang ada saat ini.
"Bagaimana bisa sebuah provinsi berpenduduk 400.000 orang dapat bekerja dengan hukum dan ketertiban di bawah 60 personel polisi, dan sesekali militer yang tak lebih untuk pemeliharaan," kata Marape.