Laporan Wartawan Gridhot.ID, Angriawan Cahyo Pawenang
Gridhot.ID - Sedang heboh terkait pemberitaan seorang pria yang menggugat mantan kekasihnya karena ditinggal menikah dengan laki-laki lain.
Dikutip Gridhot dari Kompas.com, kejadian ini terjadi di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Pria yang diketahui bernama Alfridus Aliyanto (41) yang merupakan warga Desa Blatatin itu menggugat mantan kekasihnya sendiri.
Mantan kekasihnya yang bernama Fransiska Nona Liin dituntut untuk mengembalikan uang sebesar Rp 40.825.000 yang telah dikeluarkan Alfridus untuknya.
Keduanya diketahui telah menjalin hubungan selama tiga tahun lamanya.
Dikutip Gridhot dari tayangan Kompas TV pada Jumat (2/8/2019), Alfridus awalnya memiliki perjanjian jika mantan kekasihnya harus mengembalikan uang yang telah dia keluarkan selama pacaran 10 kali lipat jika menikah dengan laki-laki lain.
"Februari, saudara minta balikan lagi sama saya. Habis karena pengeluaran uang saya terlalu banyak," kata Alfridus.
"Di bulan enam tahun 2016, saya ada bikin pernyataan bahwa besok lusa kalau saudara kawin dengan laki laki lain, uang saya harus dikembalikan 10 kali lipat. Pernyataan itu lewat telpon. Dan saudara sudah mengakui semuanya," tambahnya menjelaskan.
Alfridus menggugat mantan kekasihnya sendiri dengan pasal wanprestasi.
Dalam poin yang diajukan, penggugat menderita kerugian Rp 40.825.000 dan meminta mantan kekasihnya atau tergugat untuk membayar atau mengembalikan seluruh kerugian kepada penggugat dengan nilai yang sama.
Menilik dari kasus ini, apa itu pasal wanprestasi?
Apakah segala perjanjian yang dilanggar bisa digugat dengan pasal ini?
Dikutip Gridhot dari Hukumonline, istilah wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yang berarti prestasi buruk.
Wanprestasi dapat berupa tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan, melaksanakan yang diperjanjikan tapi tidak sebagaimana mestinya, melaksanakan apa yang diperjanjikan tapi terlambat, melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
Pihak yang merasa dirugikan bisa menuntuk pemenuhan, pembatalan, atau ganti rugi dalam perjanjian.
Namun bukan berarti perjanjian apa saja bisa diselesaikan dengan pasal wanprestasi.
Pasalnya, masih ada celah yang bisa dimanfaatkan debitur nantinya.
Ada baiknya jika kedua pihak sedari awal memang membuat pernyataan tertulis atas perjanjian yang dibutuhkan.
Meski berbeda, pasal wanprestasi terkadang bisa digabungkan dengan perbuatan melawan hukum.
Misalnya A yang sedang mengontrak rumah B, tidak membayar uang sewa yang telah disepakati. Selain belum membayar uang sewa, ternyata A juga merusak pintu rumah B.
Namun kalau akan mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum, penggugat harus siap-siap untuk membuktikan dan menunjukkan bahwa bukan hanya ada suatu perbuatan melawan hukum, tetapi ada juga unsur kesalahan (schuld) yang dilakukan oleh Tergugat.
(*)