Laporan wartawan GridHot.ID, Dewi Lusmawati
GridHot.ID -Gempa berpotensi tsunami mengguncang wilayah Banten pada Jumat (2/8/201) dengan magnitudo 6,9 (sebelum dianulir 7,4).
Gempa terasa hingga Jakarta, Depok, Bekasi, bahkan Solo.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menginformasikan bahwa gempa terjadi pada pukul 19.03 WIB, 107 km barat daya Sumur Banten.
Baca Juga: Daftar Lokasi yang Berpotensi Tsunami Usai Gempa 7.4 Magnitudo Guncang Banten
Dikutip GridHot.ID dari Kompas, pakar tsunami dari Kementerian Kelautan dan Perikanan Abdul Muhari mengungkapkan, "Posisi gempa di megathrust Selat Sunda."
Lantas, apakah yang dimaksud dengan Megathrust Selat Sunda alias Sunda Megathrust?
Sunda Megathrust atau Megathrust Selat Sunda adalah wilayah pertemuan lempeng Eurasia dan Indo-Australia yang lama diketahui bisa memicu gempa besar dan tsunami.
Megathrust Selat Sunda hanya salah satu yang bisa membangkitkan tsunami di Banten, Lampung dan sekitarnya. Krakatau adalah ancaman lainnya.
Dikutip dari Antara, Kepala Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Eko Yulianto mengatakan gempa magnitudo 9.0 yang terjadi sekitar 400 tahun alias empat abad lalu di Selatan Jawa berpotensi berulang namun belum diketahui pasti waktunya kapan akan terjadi.
"gempa raksasa itu skalanya 9 atau lebih besar. Dan itu pernah terjadi di Selatan Jawa. Sudah dapat dipastikan akan terjadi lagi meski tidak tahu waktunya kapan," kata Eko di Jakarta, Jumat (2/8/2019) malam.
Penelitian di Selatan Jawa menemukan bukti bahwa ada tsunami raksasa.
"Karena tsunami raksasanya ada berarti gempa raksasanya juga ada," tuturnya.
Baca Juga: Sempat Diduga Akibat Gempa Bumi, Penyebab Ribuan Ikan Terdampar di Pantai Canggu Akhirnya Terungkap
"Yang kita temukan sekitar 400 tahun lalu yang kemudian ketika kita cross check dengan data sejarah, kita menduga bahwa kejadian itu sekitar tahun 1584 atau 1586 yang kemudian terkait dengan lahirnya mitos atau legenda ratu laut selatan Nyi Roro Kidul itu," ujarnya.

:quality(100)/photo/2019/07/20/3166983122.jpg)
Ilustrasi Nyi Roro Kidul, ratu penguasa Pantai Selatan Jawa
Dia mengatakan suatu keniscayaan gempa sekitar magnitudo 9.0 itu akan berulang.
"Gempa itu kan siklus pengumpulan energi, dan kemudian dilepaskan dan selalu berulang seperti itu.
Semakin besar energi yang dilepaskan maka semakin lama waktu yang diperlukan.
Semakin kecil gempa dia pengulangannya makin pendek yang artinya makin sering terjadi," uajarnya.
Dia menuturkan umumnya gempa sekitar magnitudo 7,4 memiliki waktu perulangan 30-50 tahun.
Sementara itu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana ( BNPB) telah mengumpulkan data terkait jumlah korban pasca-gempa bermagnitudo 6,9 yang berpusat di 147 km barat daya Sumur, Banten, Jumat (2/8/2019).
Gempa Banten, Terasa di Beberapa Daerah di Pulau Jawa Hingga Mataram, Ini Penjelasannya
Plh Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB Agus Wibowo dalam keterangan tertulis, Sabtu (3/8/2019) mengatakan, satu orang meninggal dunia atas nama Rasinah (48).
"Warga Desa Pecangpari, Kecamatan Cigemblong, Lebak, Banten itu meninggal dunia diduga karena panik, serangan jantung," kata Agus, Sabtu.
Sementara itu, sebanyak 1.050 warga Lampung mengungsi di halaman kantor Gubernur Provinsi Lampung dan di EX Hotel Lima Enam.
Baca Juga: Getaran Gempa di Laut Banda Indonesia Terasa Hingga Australia, Penduduk Darwin Dievakuasi
Diketahui juga ada 4 orang warga di Kabupaten Sukabumi dan Pandeglang luka-luka.
Kerugian material pasca-gempa itu sebanyak 113 rumah mengalami kerusakan baik berat (RB), sedang (RS), dan ringan (RR). Satu unit kantor desa dan 2 unit masjid mengalami kerusakan ringan.(*)