GridHot.ID - Kasus penganiayaan terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI) kembali terjadi.
Kali ini, pasangan suami istri di Singapura telah menyiksa seorang pekerja rumah tangga (PRT) asal Indonesia secara kejam.
Usai dinyatakan bersalah, Zariah Mohd Ali (58) divonis hukuman penjara 11 tahun, sementara suaminya, Mohamad Dahlan dijatuhi hukuman penjara selama 15 bulan.
Hukuman yang dijatuhkan kepada Zariah diyakini menjadi yang terberat yang pernah dijatuhkan di Singapura dalam kasus penganiayaan terhadap PRT.
Diwartakan The Straits Times, Kamis (1/8/2019), wanita paruh baya itu terbukti secara sah dan meyakinkan menggunakan perkakas seperti palu, tiang bambu, parang, dan alu batu untuk menganiaya korban, PRT asal Indramayu, Indonesia, bernama Khanifah.
Khanifah disebut telah menghadapi tidak kekerasan dan penganiayaan dari majikannya yang terjadi selama enam bulan, dalam kurun waktu Juni hingga Desember 2012.
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) itu diketahui telah bekerja kepada keluarga Zariah sejak November 2011.
Baca Juga: Listrik di Jabodetabek Padam, Perjalanan KRL Terhenti Total
Awalnya, hubungan Khanifah dengan keluarga majikannya berjalan baik-baik saja, tetapi pada Juni 2012, dirinya mulai mendapat penganiayaan dari suami istri itu.
Kekerasan yang awalnya hanya sebatas verbal berubah menjadi kekerasan fisik.
Pihak pengadilan mencatat Zariah paling banyak melakukan tindak kekerasan terhadap korban, mulai dari menghantam bagian belakang kepala dan mulut korban dengan palu, memukul telinga kiri dan dahi korban masing-masing dengan tiang bambu serta alu batu.
Baca Juga: Punya Pengalaman Tidur dengan 48 Orang, Vanessa Angel Berniat Bikin Konten Vlog di YouTube
Zariah juga terbukti menikam bahu TKI berusia 39 tahun itu dengan gunting, melukai lengan korban menggunakan parang dan mematahkan jari kelingking kiri korban.
Tindak kekejaman yang dilakukan Zariah itu telah menyebabkan Khanifah mengalami cacat fisik permanen.
TKI itu mengalami kerusakan telinga kiri, bekas luka permanen di dahi, belakang kepala dan bahu, serta jari kelingking kiri yang tidak dapat lagi dipergunakan secara normal.
Kasus Penganiayaan Terburuk
"Ini adalah kasus penganiayaan terhadap PRT yang terburuk yang pernah terjadi dalam sejarah Singapura. Pesan lantang harus disampaikan melalui kasus ini bahwa pengadilan Singapura tidak akan mentolerir perlakuan sewenang-wenang terhadap PRT," kata Wakil Jaksa Penuntut Umum Tan Wen Hsien di persidangan.
Tan menambahkan, korban bukan hanya mengalami teror secara fisik namun juga secara psikologis.
Zariah, menurut pengadilan, tidak mengizinkan Khanifah untuk menggunakan telepon dan menghubungi keluarganya di Indramayu.
Korban juga dilarang berkomunikasi dengan tetangga. Selain itu, dia juga diminta menepi ke dapur jika ada tamu keluarga Zariah yang berkunjung.
Khanifah menuturkan kepada hakim dan jaksa akan trauma berat yang dialaminya.
"Saya masih ketakutan ketika melihat mantan majikan saya itu di pengadilan. Saya khawatir dia akan menyerang saya lagi," ujarnya.
Khanifah juga berujar jika dia merasa malu dengan kondisi fisiknya sekarang karena banyak yang merasa jijik ketika bertemu dengannya.
Penganiayaan yang dialami Khanifah terungkap saat dia berhasil pulang ke Indonesia pada Desember 2012.
Suami Khanifah kaget melihat kondisi tubuh istrinya dan segera melapor ke agen TKI yang mengirim Khanifah.
Zariah awalnya membantah dia menganiaya korban dan membela diri dengan menyebut bahwa dirinya mengalami stroke dua kali serta lumpuh di bagian kiri tubuhnya sehingga mustahil dapat melakukan kekejaman yang didakwakan kepadanya.
Namun Tan dengan tegas menyebut pemeriksaan medis menyatakan bahwa Zariah sehat secara fisik maupun mental, yang berarti dia menyiksa Khanifah dalam kondisi sadar.
Pernah Dipenjara
Ini bukan pertama kalinya Zariah dihukum. Dia sempat dipenjara pada tahun 2001 juga atas kasus penganiayaan kepada PRT yang bekerja di rumahnya.
Hakim Luke Tan mengecam sikap Zariah yang sama sekali tidak menunjukkan penyesalan, terutama lantaran dia pernah dipenjara atas kasus yang sama. Sementara itu, suami Zariah, Mohamad Dahlan dijatuhi hukuman penjara 15 bulan karena ikut menyiksa dengan memukul kepala Khanifah menggunakan wajan.
Selain hukuman penjara, Zariah juga diwajibkan membayar kompensasi terhadap korban, sebesar 56.000 dollar Singapura (sekitar Rp 576 juta).
Jika menolak membayar, maka Zariah harus mendekam di penjara lima bulan lebih lama dari hukuman yang telah dijatuhkan.
Baik Zariah maupun Mohamad menyatakan akan mengajukan banding.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Siksa TKI, Majikan Singapura Dijatuhi Hukuman Penjara Terberat dalam Sejarah"