Muh Aris Jadi Tersangka Kejahatan Seksual Anak Pertama di Indonesia yang Akan Dihukum Kebiri Kimia, Seakan Tak Berbahaya, Hukuman Tersebut Bisa Berujung Penyakit Mematikan

Selasa, 27 Agustus 2019 | 07:16
Pixabay

Ilustrasi

Laporan Wartawan Gridhot.ID, Angriawan Cahyo Pawenang

Gridhot.ID - Sedang heboh terkait kasus pemerkosaan terhadap sembilan anak di Kabupaten Mojokerto.

Dikutip Gridhot dari Kompas.com, kejadian tersebut tepatnya terjadi di Dusun Mangelo, Desa Sooko, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.

Pelaku yang bernama Muh Aris (20) diketahui divonis 12 tahun penjara dan denda Rp 100 juta, subsider 6 bulan kurungan.

Baca Juga: Luluhkan Hati Lulu Tobing, Intip Potret Bani M Mulia, Cucu Raja Kapal yang Kini Menjabat Sebagai Direktur di 80 Perusahaan di Usia Muda

Terdakwa divonis bersalah karena melanggar Pasal 76 D juncto Pasal 81 Ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Aris disebut melakukan aksi kejinya sejak tahun 2015 dengan modus mencari korban dengan kriteria anak gadis, sepulang dari bekerja, lalu memerkosanya di tempat sepi.

Selain hukuman penjara dan denda, Aris diputuskan harus menjalani kebiri kimia.

Baca Juga: Sebut Kasus Prada DP Masuk Kategori Kekerasan dalam Pacaran, Women's Crisis Center Justru Tak Setuju dengan Hukuman Mati: Itu Melanggar Hak Asasi

Munculnya hukuman kebiri merupakan pertimbangan dan keputusan para hakim di Pengadilan Tinggi Surabaya.

Dikutip Gridhot dari Hellosehat, kebiri sendiri adalah prosedur penghilangan fungsi testis pada seseorang sehingga mereka kehilangan libido dan mandul.

Pengebirian memiliki dua jenis prosedur yang berbeda, yaitu dengan pembedahan dan proses kimia.

Baca Juga: Jatuhi Hukuman Kebiri Kimia Pada Pemuda Pemerkosa 9 Anak, Kejari Mojokerto Masih Bingung Cari Dokter yang Akan Lakukan Eksekusi

Dalam pengebirian bedah, atau pembedahan testis, efek yang ditimbulkan adalah permanen.

Namun, dalam pengebirian kimia, obat-obatan akan diberikan secara berkala untuk mengurangi kadar testosteron dalam tubuh, sehingga dorongan seksual akan berkurang.

Sementara itu kebiri kimia sediri masih mengalami pro kontra dikalangan para dokter dan aktivis.

Baca Juga: Turut Jadi Korban Pembakaran Mahasiswa di Cianjur dan Berada Persis di Samping Ipda Erwin, Bripda Yudi Tak Kuasa Menahan Air Mata Saat Melihat Rekannya Berteriak Kepanasan

Meski berupa hukuman, kebiri kimia dianggap aman dan efektif dalam mengurangi libido tersangka.

Obat yang digunakan dalam prosedur dapat secara dramatis mengurangi jumlah testosteron yang diproduksi di testis, dan menekan dorongan seksual tanpa menghilangkan kemampuan seseorang untuk melakukan hubungan seks.

Tersangka nantinya tetap dapat berhubungan seks, namun kehilangan keinginan untuk melakukan aktivitas seks.

Baca Juga: Anak Buahnya Menghembuskan Nafas Terakhir Akibat Luka Bakar Saat Bertugas, Kapolda Jabar Kenang Sosok Ipda Erwin: Almarhum Personel Berdedikasi

Menurut beberapa penilitian cara ini dianggap efektif karena jarang sekali ada kasus 'kambuh'.

Meski begitu ada efek negatif untuk kesehatan pelaku yang mendapatkan hukuman kebiri kimia.

Efek penting dari prosedur kebiri kimia memang dapat hilang, namun ada efek sampingnya.

Baca Juga: Polisi Korban Pembakaran Mahasiswa Pendemo Masalah Papua Gugur, Beredar Ajakan Salat Gaib dari Ketum MUI Kabupaten Cianjur untuk Mendiang Ipda Erwin

Tersangka bisa saja mengalami kehilangan kepadatan tulang yang berhubungan dengan osteoporosis.

Bahkan tersangka bisa kehilangan massa otot disertai peningkatan lemak tubuh yang bisa memicu penyakit jantung.

Efek samping lainnya adalah disfungsi ereksi, mandul, rambut rontok, dan lemas.

Baca Juga: Buntut Ucapan Kata-kata Rasis di Depan Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya, Tak Hanya Danramil Tambaksari, 4 Oknum Anggota TNI Juga Diskors dan Diseret ke Pengadilan Militer

Beberapa aktivis merasa hukum kebiri kimia tidak sesuai dengan hukum Hak Asasi Manusia.

Bahkan beberapa dokter lantang menolak melakukan eksekusi karena merasa melanggar sumpah mereka.

Meski begitu para dokter tetap setuju dengan proses pengebirian pelaku kejahatan seksual pada anak.

(*)

Tag

Editor : Angriawan Cahyo Pawenang

Sumber Kompas.com, hellosehat