Laporan reporter Gridhot.ID, Nicolaus Ade
Gridhot.ID - Kasus kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang melanda sebagian besar daerah di Pulau Sumatera dan Kalimantan jadi sorotan publik.
Pasalnya, efek yang disebabkan akibat bencana Karhutla ini sangat besar.
Tak hanya pemerintah Indonesia dan masyarakat saja yang disibukkan untuk mengatasi bencana ini supaya cepat berakhir.
Peran negara-negara tetangga yang terdampak juga bersikeras membantu untuk segera menyelesaikan permasalahan ini.
Beberapa upaya sudah dilakukan pemerintah untuk mencari titik awal yang memicu permasalahan kebakaran hutan dan lahan ini terjadi.
Usai adanya pemeriksaan dan investigasi lapangan dari pihak kepolisian dan TNI, ternyata ditemukan beberapa sosok yang menyebabkan secara langsung bencana ini terjadi.
Seperti yang diberitakan, bencana ini bukan disebabkan murni karena kebakaran, namun ada oknum-oknum yang secara sengaja membakar hutan dan lahan.
Melansir dari Tribatanews Jumat (20/9/2019), hasil investigasi itu disampaikan oleh Kapolda Riau Irjen Pol Widodo Eko Prihastopo saat melaksanakan Rapat Koordinasi Tindak Lanjut Penanggulangan Karhutla (kebakaran hutan dan lahan) 2019 di Gedung Daerah Kabupaten Pelalawan, Pangkalan Kerinci, Kamis (19/9/19).
Dalam pertemuan tersebut pihaknya mengatakan akan menindak tegas pemilik dan pelaku pembakar lahan di Provinsi Riau.
Ia juga menegaskan bahwa kasus Karhutla yang terjadi di Riau saat ini bukan merupakan faktor alam, melainkan 99 persen disebabkan sengaja dibakar.
Para oknum memang sengaja disuruh untuk membersihkan lahan dengan cara dibakar.
Beberapa nama perusahaan telah dinyatakan sebagai tersangka penyebab terjadinya Karhutla.
Melansir dari Kompas.com, polisi sebelumnya telah menetapkan PT Sumber Sawit Sejahtera (SSS) sebagai tersangka karhutla di Riau.
Kemudian, Polda Sumatera Selatan menetapkan PT Bumi Hijau Lestari (BHL) sebagai tersangka.
Sementara, Polda Kalimantan Tengah menetapkan PT Palmindo Gemilang Kencana sebagai tersangka.
Terakhir, dua perusahaan di Kalimantan Barat berstatus tersangka yaitu PT Surya Agro Palma (SAP) dan PT Sepanjang Inti Surya Usaha (SISU).
Seluruh perusahaan ditetapkan sebagai tersangka karena diduga lalai mencegah terjadinya kebakaran di lahan mereka.
Sebelumnya dilansir dari The Star, Perusahaan Malaysia, Kuala Lumpur Kepong Bhd (KLK), telah mengonfirmasi bahwa ada kebakaran hutan di salah satu perkebunannya di Riau, Indonesia.
Pengakuan ini membenarkan fakta yang diungkap Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia Siti Nurbaya Bakar.
Menurut KLK, ada area hotspot yang memengaruhi 2,8 hektare dari 14.400 hektare perkebunan yang dikelola oleh anak perusahaan PT Adei Plantation and Industry.
Perusahaan perkebunan itu lebih lanjut mengonfirmasi bahwa 4.25 hektare lahan, termasuk area isolasi, telah ditutup untuk diinvestigasi oleh pihak berwenang Indonesia.
Ternyata ini juga bukan pertama kalinya PT Adei mengalami masalah dengan pihak berwenang Indonesia atas kebakaran hutan.
Pada 2014, PT Adei didenda Rp 1,5 miliar, sedangkan manajer umum perusahaan yang merupakan warga Malaysia dijatuhi hukuman penjara satu tahun karena menyebabkan kebakaran hutan di Indonesia yang memicu kabut besar di Malaysia dan Singapura.
Selain PT Adei, Siti Nurbaya Bakar juga telah mengungkapkan perusahaan - perusahaan asing yang disegel karena terlibat dalam kebakaran hutan dan lahan yang memicu kabut asap.
Perusahaan - perusahaan asing yang beroperasi di Kalimantan Barat dan Riau itu milik Malaysia dan Singapura.
Perusahaan tersebut antara lain Sime Indo Agro anak perusahaan Sime Darby Plantation Bhd, Sukses Karya Sawit anak perusahaan IOI Corp Bhd, Rafi Kamajaya Abadi anak perusahaan TDM Bhd yang beroperasi di Kalimantan Barat.
Sementara itu, Pemerintah Perdana Menteri Mahathir Mohamad sedang mempertimbangkan penerapan undang-undang untuk menghukum perusahaan-perusahaan Malaysia penyebab kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia.
Dia ingin perusahaan-perusahaan yang memicu krisis kabut asap tersebut bertanggung jawab.
"Jika mereka tidak mau mengambil tindakan, kami mungkin harus mengesahkan undang-undang yang akan membuat mereka bertanggung jawab atas kebakaran di properti mereka bahkan jika itu di luar Malaysia," katanya kepada wartawan setelah meluncurkan Kerangka Kerja Kebijakan Luar Negeri Malaysia Baru di Putrajaya kemarin.
Kepala Polisi Diraja Malaysia Inspektur Jenderal Polisi Datuk Seri Abdul Hamid Bador mengatakan jika undang-undang seperti yang dimaksudkan Mahathir diberlakukan, polisi tidak akan ragu untuk bertindak.
Mahathir mengatakan Malaysia telah mengambil langkah-langkah untuk mengatasi dampak kabut asap seperti penyemaian awan hingga menutup ribuan sekolah.
Melansir dari New Straits Times, menjawab klaim Indonesia bahwa kabut asap juga berasal dari wilayah Malaysia, Mahathir menginginkan bukti.
"Itulah sebabnya kita harus menerbitkan peta yang menunjukkan gambar satelit dari titik-titik panas," katanya.
Mahathir mengatakan pemerintah Malaysia telah menawarkan diri untuk membantu memadamkan kebakaran hutan di Indonesia, tetapi pemerintah Indonesia enggan menerima bantuan.
"Kami telah menawarkan bantuan sepanjang waktu. Kami memiliki pesawat terbang yang khusus menyemprotkan air. Saya pikir itu bisa digunakan," ujarnya.
"Saya tidak tahu mengapa Indonesia tidak menerima bantuan kami. Saya juga ingin bertanya (Presiden Joko Widodo) mengapa pemerintah (Indonesia) tidak ingin menerima bantuan kami, tetapi saya belum melakukannya," imbuh dia.(*)