Berbanding Terbalik dengan Pernyataan Wiranto Soal Kebakaran Hutan yang Dinilainya Tidak Parah, Citra Satelit NASA Ini Jutru Berikan Fakta Lain

Minggu, 22 September 2019 | 06:42
TRIBUN SUMSEL/ABRIANSYAH LIBERTO

Petugas BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) Sumatera Selatan mencoba memadamkan api kebakaran lahan di kawasan Kabupaten Ogan Ilir, Selasa (11/9/2019).

GridHot.ID - Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) masih terus terjadi di Indonesia.

Walau begitu, Menko Polhukam Wiranto menilai karhutla tak separah yang diberitakan media.

Dikutip dari Kompas.com, Wiranto juga mengatakan bahwa jarak pandang masih wajar dan pesawat masih bisa mendarat.

Baca Juga: Baru Nikah dan Jalani Malam Pertama, Wanita Ini Kaget Dapati Benda yang Dipakai Sang Suami, Ibu Mertua Sampai Marah-marah dan Tak Bisa Menahan Diri

"Di sana ketika saya melihat dengan Presiden antara realitas dengan yang dikabarkan (media) dengan yang ada itu sangat berbeda. Ternyata kemarin waktu kami di Riau tidak separah yang diberitakan," ujar Wiranto di Gedung Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (18/9/2019).

"Jarak pandang masih bisa, pesawat masih bisa mendarat. Masyarakat banyak yang belum pakai masker. Kami pun tidak pakai masker. Jarak pandang pada siang masih jelas. Awan-awan terlihat," ungkap dia.

Namun nyatanya, hal berbeda justru ditunjukan oleh citra satelit milik NASA.

Baca Juga: Tampan, Muda dan Kaya Raya, Cristiano Ronaldo Dibuat Berlinang Air Mata Karena Hal Ini, Sosok di Balik Rekaman Video Wawancara Bikin Lidahnya Kelu Melanjutkan Kata-kata

Citra satelit milik NASA menampilkan gambarkabut asap putih yang menyelimuti seluruh daratan akibat adanya karhutla.

Gambar tersebut diambil menggunakan Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS) dari satelit AQUA milik NASA, pada Minggu (15/9/2019).

MODIS/NASA
MODIS/NASA

Gambar kebakaran hutan di Kalimantan menurut citra satelit NASA yang diambil pada 15 September 2019.

Situs resmi pengamatan Bumi milik NASA, earthobservatory.nasa.gov memperingatkan, gambar yang menunjukkan asap pekat melayang di atas pulau merujuk pada kualitas udara yang sudah sangat berbahaya bagi kesehatan makhluk hidup di wilayah tersebut.

Disebutkan pula, satelit NASA telah mendeteksi bukti kebakaran di wilayah Kalimantan dan Sumatera sepanjang Agustus, tapi jumlah dan intensitasnya melonjak pada minggu pertama September.

Baca Juga: Cakar-cakaran Hingga Nyawa Melayang, Ibu Rumah Tangga Ini Jadi Korban Tetangganya Sendiri, Pintu Rumah Jadi Biang Keladi

Operational Land Imager (OLI) di Landsat 8 juga mengambil gambar yang menunjukkan api membakar beberapa daerah kelapa sawit di Kalimantan Selatan.

NASA
NASA

Gambar dari Operational Land Imager (OLI) menunjukkan api membakar beberapa daerah kelapa sawit di Kalimantan Selatan. Foto diambil 15 September 2019.

Peta di bawah ini, menunjukkan data karbon organik pada Selasa (17/9/2019) dari model GEOS forward processing (GEOS-FP) yang mengasimilasi informasi data satelit, pesawat, dan sistem pengamatan di darat.

NASA
NASA

Peta yang menunjukkan data karbon organik pada Selasa (17/9/2019) dari model GEOS forward processing (GEOS-FP) yang mengasimilasi informasi data satelit, pesawat, dan sistem pengamatan di darat

Untuk mensimulasikan karbon organik, pemodel memanfaatkan pengamatan satelit terhadap aerosol dan kebakaran.

Baca Juga: Awalnya Cuma Demam Tapi Hingga Bikin Menangis Tanpa Suara, Inilah Diagnosis Penyakit yang Diderita Anak Bungsu Meisya Siregar dan Bebi Romeo yang Sampai Bikin Kedua Orangtuanya Tak Kuasa Menahan Air Mata

GEOS-FP juga mengolah data meteorologi seperti suhu udara, kelembaban, dan angin, untuk memproyeksikan apa yang terjadi di atmosfer.

Dalam hal ini, asap tetap relatif dekat dengan sumber api karena angin sangat kecil.

GEOS FP, seperti model cuaca dan iklim lainnya, menggunakan persamaan matematika yang mewakili proses fisik untuk menghitung apa yang terjadi di atmosfer.

Model ini menghitung posisi dan konsentrasi partikel karbon organik setiap lima menit sertamengolah data aerosol baru pada interval tiga jam, data meteorologi baru pada interval enam jam, dan data kebakaran baru setiap hari.

Baca Juga: Dengan Kedua Mata Kepalanya Sendiri Pergoki Sara Wijayanto Berduaan di Apartemen Bersama Mantan Suaminya, Begini Kehidupan Yulia Rachman Usai Cerai dari Demian, Ini Sosok Suami Barunya

Peta gambut yang tersedia melalui Pusat Atlas Penelitian Kehutanan Internasional Kalimantan menunjukkan, banyak kebakaran terjadi di dalam atau di dekat daerah-daerah dengan lahan gambut.

Sulit dipadamkan, kebakaran gambut melepaskan sejumlah besar gas dan partikel, termasuk karbon dioksida, metana, dan partikel halus (PM 2,5).

Karbon dioksida dan metana adalah gas rumah kaca yang potensial yang menghangatkan iklim.

PM 2,5 adalah campuran partikel halus yang dikenal memiliki efek kesehatan negatif.

Artikel ini telah tayang di TribunnewsWiki.com dengan judul "Wiranto Bilang Kebakaran Hutan dan Lahan Tak Parah, Tapi Citra Satelit NASA Berkata Lain"

(*)

Tag

Editor : Siti Nur Qasanah

Sumber tribunnewswiki.com