Jarang Diketahui, Sosok Ini Ternyata Jadi Jenderal Kepercayaan Bung Karno, Padahal Tak Jarang Mengabaikan Perintah Sang Proklamator

Senin, 30 September 2019 | 06:42
ARSIP HARIAN KOMPAS

Presiden Soekarno (tengah) dan Wakil Presiden Mohammad Hatta (kiri) membuka Pekan Olahraga Angkatan Perang di Stadion Ikada Jakarta, September 1952. Hadir di panggung kehormatan Menteri Pertahanan Hamengku Buwono IX (kanan).

GridHot.ID- Penanganan anggota PKI seharusnya dilakukan oleh aparat penegak hukum, tanpa melibatkan ormas-ormas sipil.

Bagaimanapun juga, mereka sebenarnya tidak memiliki wewenang untuk 'mengadili' warga yang diduga terlibat Gestapu.

Meski dilakukan tanpa izin dan perintah Bung Karno, namun inisiatif Soeharto dianggap sebagai langkah tepat karena disebut sukses menghindarkan negara dari komunisme meskipun dalam penanganan terhadap orang-orang yang dituduh terlibat PKI menjadi tidak terkendali.

Baca Juga:Mampu Wariskan Gurita Bisnis ke Anak Cucunya, Eka Tjipta Widjaja, Mendiang Bos Sinar Mas Ini Nyatanya Hanya Lulusan Sekolah Dasar

Inisiatif Soeharto untuk bertindak tegas dengan cara 'mengabaikan' Bung Karno ternyata tidak hanya dilakukan saat G30S meletus tapi juga ketika menangani konflik Indonesia-Malaysia dalam Operasi Dwikora.

Pada pertengahan tahun 1964 konfrontasi Indonesia-Malaysia makin memuncak apalagi setelah pasukan TNI AU menerjukan sekitar 100 pasukan ke wilayah Labis dan Johor nyaris menyulut aksi balasan besar-besaran yang akan dilancarkan oleh Angkatan Udara dan Angkatan Laut Inggris ke wilayah Indonesia, khususnya Jakarta.

Jika pesawat-pesawat tempur RAF yang berpangkalan di Singapura sampai menyerang Jakarta, konflik Indonesia-Malaysia pasti berubah menjadi kondisi yang sangat merugikan Indonesia.

Baca Juga:Rela Dimadu Mendiang Ustaz Arifin Ilham Hingga 2 Kali, Inilah Permintaan Istri Pertama, Wahyuni Al-Waly Sebelum Dipoligami Almarhum Suami

Demi mengatasi hal terburuk itu, Mayor Benny Meordani yang sedang bertempur di Kalimantan Utara pun dipanggil pulang ke Jakarta pada Agustus 1964.

Untuk pulang ke Jakarta dari pedalaman Kalimantan bukan hal yang mudah bagi Benny.

Ia harus berjalan kaki selama empat hari ke kawasan Long Sembiling, lalu melewati belasan jeram sebelum mencapai sungai besar yang menjadi sarana transportasi utama di Kalimantan.

Baca Juga:Jatuhkan Talak Usai Istri Ketahuan Selingkuh dengan Politisi, Gusti Randa Tetap Memilih Rujuk Lantaran Hal Ini, Cintanya Diuji Berkali-kali

Setelah menyusuri sungai tersebut, Benny pun tiba di Tarakan dan langsung terbang ke Jakarta.

Menyadari bahwa jika pasukan Inggris sampai mengerahkan seluruh kekuatannya akan berakibat fatal, pemerintah Indonesia pun segera melalukan penyempurnaan terhadap organisasi pertahanannya.

Komando Siaga (KOGA) yang menurut Bung Karno dianggap tidak berjalan efektif diubah menjadi Komando Mandala Siaga (KOLAGA).

Dalam struktur komando ini Marsekal Omar Dhani tetap menjabat sebagai panglima namun kekuasaannya mulai berkurang karena wilayah komandonya dibatasi hanya di mandala Sumatera dan Kalimantan.

Baca Juga:Terkenal Tajir Melintir, Inilah Ekspresi Bu Dendy yang Kebingungan Saat Tengah Plesiran di Hotel Bintang Lima

Kewenangan Komando Omar Dhani semakin surut setelah pada 1 Januari 1965 Bung Karno menunjuk Mayjen Soeharto sebagai Wakil Panglima I Kolaga.

Bung Karno menunjuk Soeharto karena merupakan panglima perang yang sedang sangat dipercayainya.

Wibawa Omar Dhani pun makin merosot akibat kehadiran Soeharto yang sukses menggelar Operasi Trikora (1960-1963) dalam upaya merebut Irian Barat dari tangan Belanda.

Sebagai Wakil Panglima I Kolaga dan sekaligus Panglima Kostrad, Soeharto segera melaksanakan perjalanan di seluruh wilayah Kalimantan Utara dan Sumatera Utara.

Baca Juga:Sempat Berpacaran dengan Anak Musisi Ternama, Mantan Artis Cilik Ini Kini Telah Menikah dan Menjelma Jadi Mama Muda Sosialita

Dari semua wilayah yang dikunjungi, sesuai perintah Dwikora akan dilaksanakan serangan besar-besaran terhadap Malaysia.

Tapi Soeharto ternyata punya pertimbangan tersendiri terhadap perkembangan situasi yang kritis dari konflik Indonesia-Malaysia itu.

Pertimbangan Soeharto terhadap konflik yang makin memanas itu menjadi semakin realistis karena militer Indonesia sebenarnya tidak siap berperang melawan Malaysia yang didukung Inggris.

Baca Juga:Hampir Semua Laki-laki di Desa Ini Lakukan Praktik Poligami, Alasannya Sungguh Mengejutkan

Apalagi sejak munculnya Gestapu yang mengakibatkan korban sejumlah jenderal AD, salah satunya adalah Jenderal Achmad Yani, komandan Soeharto sendiri.

Di sisi lain para jenderal yang terbunuh sedang dibutuhkan kemampuan komandonya dalam peperangan melawan Malaysia.

Tapi di sisi yang lain, Soeharto menjadi satu-satunya jenderal TNI AD yang diandalkan untuk melancarkan Operasi Dwikora.

Baca Juga:Setelah Berkelahi dengan Seorang Perempuan, Pria Ini Tiba-tiba Gigit Anjing Kepolisian yang Tengah Berjaga

Gestapu, yang kemudian berhasil ditumpas hingga ke akar-akarnya olehnya, juga semakin membuat naik daun.

Beberapa minggu kemudian, Omar Dhani yang dianggap salah satu orang yang berada di balik Gestapu diberhentikan dan komando Panglima Kolaga langsung diberikan kepada Soeharto.

Tak lama kemudian disusul munculnya Supersemar 11 Maret 1966 yang berisi surat perintah penyrahan kekuasaan kepada Soeharto dari Bung Karno sebagai presiden RI.

Dengan modal itu, Soeharto pun punya kebijakan sendiri untuk mengatasi konfrontasi dengan Negarai Jiran itu.

Baca Juga:Sedang Berduka, Suami Justru Pergoki Jenazah Istrinya Diperkosa Perawat Pria, Sempat Ngamuk Hingga Akhirnya Lapor Polisi

Secara diam-diam, Soeharto membuka operasi rahasia yang bersifat khusus. Untuk melancarkan operasi tersebut, ia mempercayakan Benny Moerdani.

Tujuan operasi itu ada dua. Pertama, melakukan usaha penggalangan dengan para tokoh masyarakat dan partai-partai politik Malaysia yang tidak mendukung pembentukan negara Federasi Malaysia.

Kedua, mengkaji secara mendalam kebenaran persepsi dan sikap formal pemerintah Indonesia yang beranggapan Indonesia memang telah dikepung oleh Nekolim Malaysia.

Baca Juga:Dianggap Tak Bisa Berikan Citra Baik, Pesinetron Cantik Ini Tak Jadi Dinikahi Tunangannya, Padahal Sudah Sangat Dekat Sampai Dikira Menikah Siri

Sementara sasaran inti operasi ini adalah menggarap seluruh potensi agara bisa diarahkan melalui pemecahan secara damai.

Potensi itu bisa berupa kelompok warga baik yang antifederasi maupun propemerintah Indonesia, serta mereka yang kemungkinan menyetujui adanya gagasan untuk mengakhiri konfrontasi secara damain.

Namun jika operasi khusus itu gagal semau kekuatan militer Indonesia sudah dipersiapkan secara maksimal guna melakukan penghancuran fisik terhadap Malaysia.

Baca Juga:Dewi Perssik Ngamuk Saat Suaminya Disebut Pembantu Tak Bermodal, Angga Wijaya Langsung Berikan Pembelaan

Operasi intelijen yang dilaksanakan oleh Benny dan timnya ternyata berhasil dan konfrontasi Indonesia-Malaysia pun bisa diselesaikan secara damai.

Keberhasilan operasi rahasia itu sekaligus menunjukkan bahwa inisiatif Soeharto yang dilakukan dengan cara 'mengabaikan' Bung Karno, yang mana disebut lebih suka berperang dengan Malaysia untuk keduanya berhasil menyelamatkan negara.

Di era Soeharto (Orde Baru) Indonesia bahkan menjadi negara yang makin bersahabat dengan Malaysia.

Artikel ini telah tayang di Intisari Online dengan judul"Meski Suka Bertindak di Luar Komando, Soeharto Sesungguhnya Jenderal yang Sangat Dipercaya Bung Karno"

(*)

Tag

Editor : Siti Nur Qasanah

Sumber Intisari Online