GridHot.ID - Wilayah perbatasan Indonesia ternyata tak hanya dijaga oleh anggota TNI, tetapi juga oleh warga sipil.
Namun sayangnya, upaya untuk menjaga perbatasan tersebut tidak serta merta menjadi sebuah tugas negara dengan upah yang mumpuni.
Bahkan untuk (62), seorang warga Desa Eliasa, Kecamatan Selaru, Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT), Maluku, yang menjaga perbatasan negara bak kerja sosial.
Ya, meski tak dibayar, pria yang akrab disapa Eli tersebut setia menjaga menara suar yang berada di perbatasan Indonesia dengan Australia.
"Sudah 23 tahun saya jaga dua aset negara ini, menara suar dan tapal batas, tanpa digaji baik dari pemerintah desa maupun pihak mana saja. Saya lakukan ini dengan suka rela," ujar Eli, Rabu (8/5/2019), seperti dilansir INTISARI dari Antara.
Eli mengaku bahwa Kepala Dusun Eliasa yang memberikan tanggung jawab kepada dirinya untuk menjaga menara setinggi 35 meter tersebut.
Baca Juga: Detik-detik Presenter Televisi Menjerit Kesakitan saat Lengannya Digigit Ular Piton Ganas
Menara suar itu sendiri sebenarnya dibangun oleh Kementerian Perhubungan RI pada tahun 1996 dan rampung pada tahun 1997.
Kemudian pada 17 Agustus 2003, menara tersebut diresmikan oleh Panglima Komando Daerah Militer XVI/Pattimura Mayjen TNI Agustadi Sasongko Purnomo.
Belakangan, pengurus Desa Eliasa berupaya untuk menarik kunci menara suar tersebut dari Eli, dan memberi Eli upah dengan cara menjual karcis bagi pengunjung.
Rencana itu tentu saja disambut baik oleh Eli, meski dirinya mengaku masih berharap pada perhatianyang diberikan oleh pemerintah.
"Insyaallah jika memang terjawab seperti itu. Tapi kalau dari pemerintah baik dari Kabupaten sampai ke pusat tidak perhatikan juga. Biarlah saya bertahan apa adanya. Sebab menara ini dibangun di atas petuanan dan di dalam dusun saya," tutur Eli.
Eli juga mengaku akan tetap menjaga menara suar tersebut dari orang-orang tak bertanggung jawab.
"Saya merasa punya tanggung jawab sejak 1998 sampai hari ini. Karena kepercayaan yang diberikan dari Kepala Dusun untuk saya," tutur Eli.
Sampai saat ini, Eli mengaku baru diberikan uang sirih pinang sebanyak Rp 50 ribuwalaupun lahannya dipakai untuk menara suar dengan tanpa pernahada pembebasan lahan.
Kunci Ditarik
Dihubungi di tempat terpisah, Kepala Desa Eliasa, Rudi Amarduan mengaku bahwa kunci menara memang baru diberikan kepada Eli sejak dirinya menjabat sebagai kepala desa.
"Waktu tahun 1998 itu Desa Eliasa masih status dusun. Sebelumnya pagar menara di gembok mati. Lalu kunci dikasih ke Pak Eli itu pada tahun 2014 setelah rehab berat," papar Rudi.
Sementara itu, Sekretaris Desa Eliasa Thomas Entamoi yang dikonfirmasi mengaku telah berencana menarik kunci dari Eli demi memudahkan jika ada kunjungan.
"Maksud Pemerintah Desa mau ambil itu menjaga kemungkinan ada tamu seperti ini, kita tidak cari-cari dia (Bapak Eli, red) lagi," sambungnya.
Thomas mengaku, dalam beberapa kali pertemua, sudah diputuskan untuk ambil kunci dengan pertimbangan dibuat karcis dari desa lalu dipercayakan kepada Eli untuk menjual kepada para pengunjung.
"Nanti setiap bulan baru dipertanggungjawabkan kepada pemerintah desa," tambahnya.
Rencananya, pemberlakuan karcis itu mulai berjalan awal Mei 2019.
Artikel ini telah tayang di Intisari Online dengan judul "Eli, Setia Menjaga Menara Perbatasan Indonesia-Australia Meski Tak Pernah Diberi Upah: Biarlah Saya Bertahan Apa Adanya"
(*)