Astronom Indonesia Ungkap Fenomena Langit Ungu yang Terjadi di Jepang Sebelum Datangnya Badai Mengerikan: Bukan dari Supertopan Hagibis!

Minggu, 13 Oktober 2019 | 16:42
Twitter/Weather Update dan Reuters

Fenomena langit ungu di Jepang bukan berasal dari badai Hagibis

Laporan Wartawan Gridhot.ID, Angriawan Cahyo Pawenang

Gridhot.ID - Jepang kini sedang dilanda badai topan terburuk selama 60 tahun terakhir.

Dikutip Gridhot sebelumnya dari Channel News Asia, Jepang sedang menghadapi badai supertopan Hagibis.

Badai tersebut sangat kuat hingga menyebabkan rumah hancur dan infrastruktur rusak.

Baca Juga: Saat Wanita Ini Banting Tulang Jadi TKW di Negeri Orang, Sang Suami Justru Main Serong dengan Wanita Lain, Bahkan Tanpa Dosa Pamer Foto Bareng Selingkuhannya di Tempat Tidur

Bahkan Supertopan hagibis juga membawa hujan yang sangat deras hingga menyebabkan beberepa wilayah di Jepang mengalami banjir.

Pihak Badan Meteorologi Jepang mengungkapkan kalau Topan Hagibis membuat tanah ambles di Izu Peninsula, baratdaya Tokyo sekitar pukul 07.00 malam waktu setempat.

Badai topan Hagibis sendiri menjadi yang terbesar dan terburuk melanda Jepang semenjak 60 tahun terakhir.

Baca Juga: Diejek Buruk Rupa dan Tak Pantas Bersanding dengan Kekasihnya, Pria Ini Langsung Bikin Orang Terkejut dengan Sosok Aslinya, Seperti Apa?

Sebagian wilayah Tokyo dikabarkan mengalami krisis listrik dan energi lainnya.

Sebelum terjadinya bencana tersebut, pihak pemerintah Jepang sudah mengumumkan ke masyarakat mengenai datangnya supertopan hagibis.

Sebagian besar masyarakat juga sudah melakukan mengungsi sehingga korban jiwa dapat diminimalisir.

Baca Juga: Disiram dan Dilempar Gelas Saat Sedang Nyanyi di Atas Panggung, Biduan Dangdut Ini Justru Tertawa, Alasan di Baliknya Bikin Netizen Geram

Hingga Minggu (13/10/2019) pagi dini hari, topan Hagibis sedang menuju wilayah Tohoku dan mengakibatkan 340.000 penduduk di Iwaki Prefektur Fukushima disarankan untuk mengungsi.

Sebelumnya juga Jepang dihebohkan dengan fenomena lagit ungu yang tiba-tiba datang di negara tersebut.

Fenomena langit ungu tersebut kemudian viral di Twitter.

Twitter/Weather Update
Twitter/Weather Update

fenoma langit ungu di Jepang yang viral

Baca Juga: Beli 12 Kondom di Apotek, Alasan Nenek Ini Langsung Bikin Penjual Jatuh Pingsan, Kenapa?

Netizen dari Jepang bahkan warga Indonesia yang sedang berada di Jepang juga membagikan fenomena langit ungu tersebut di sosial media Twitter.

Banyak orang yang mengatakan kalau langit ungu tersebut muncul sebagai datangnya badai supertopan Hagibis.

Astronom amatir Indonesia kemudian membantah pernyataan tersebut.

Baca Juga: Meski Kerap Dapat Hujatan Karena Jadi Istri Kedua, Pedangdut Ini Tak Pernah Ambil Pusing: Itu Kan Udah Resiko

Dikutip Gridhot dari Kompas.com, Marufin Sudibyo, astronom amatir Indonesia mengatakan kalau memang langit ungu berkaitan dengan bencana alam.

Namun dirinya menyangkal kalau hal tersebut disebabkan oleh badai supertopan hagibis.

Marufin mengatakan kalau fenomena langit ungu tersebut justru datang akibat letusan Gunung Raikoke dekat Semenanjung Kamchatka Rusia pada bulan Juni lalu.

Baca Juga: Super Mahal, Penyanyi Dangdut Pendatang Baru Ini Bongkar Tarif Manggungnya Sendiri, Capai Ratusan Juta, Lebih Gede Dari Via Vallen dan Syahrini

Warna yang terbentuk menurutnya disebabkan oleh hamburan sinar matahari oleh partikel-partikel erosol asam sulfat.

Asam sulfat berasal dari SO2 produk letusan. Menurut Marufin, ada sedikitnya 14 milyar ton SO2 disemburkan ke langit pada letusan tersebut.

Pengukuran dengan balon udara stratosfer pun menunjukkan konsentrasi aerosol asam sulfat di lapisan atmosfer mencapai 20 kali lipat di atas normal.

Baca Juga: Didekati Sosok Pria Ini, Ririn Ekawati Justru Tetap Pilih Jadi Janda: Hidup Udah Ribet, Jangan Dibuat Ribet Lagi!

Dikutip dari Japan Times, hingga saat ini tercatat dua orang tewas dan sembilan orang hilang akibat bencana supertopan tersebut.

Reuters
Reuters

Wilayah Ichibara yang baru saja dilanda badai topan Hagibis

(*)

Tag

Editor : Angriawan Cahyo Pawenang

Sumber Kompas.com, Channel News Asia