Laporan reporter Gridhot.ID, Nicolaus Ade
Gridhot.ID -Belakangan ini, sebuah Rumah Sakit Umum Daerah mendadak menjadi sorotan publik dan viral.
Pasalnya, di rumah sakit tersebut diduga tak mau melayani seorang anggota TNI yang sedang terluka karena menjadi korban demonstrasi.
Berita ini pun heboh dan diunggah melalui akun Instagram TNI @info.TNI.
Dalam akun tersebut dijelaskan ada seorang anggota TNI AD dari Kodim 1417/Kdi menjadi korban dari demonstrasi yang digelar oleh Front Mahasiswa Sulawesi Tenggara Bersatu di perempatan Mapolda Sultra, Selasa (22/10).
Sersan Satu (Sertu) Subakri, Komandan Regu (Danru) Provos Kodim 1417/Kdi terluka saat menolong dan mengamankan anggota Intel Brimob Sultra, Brigadir R dari amukan massa.
Sertu Subakri dengan segera kemudian dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bahteramas yang merupakan rumah sakit terdekat untuk mendapatkan pertolongan medis.
Namun, bukannya segera ditangani, Sertu Subakri justeru perlakuan tak menyenangkan.
Ia dimintai sejumlah uang oleh pihak rumah sakit plat merah itu padahal sedang dalam kondisi darurat.
“Setelah tiba di RS, anggota saya melapor kepada saya bahwa mereka dimintai uang jaminan 500 ribu rupiah sama pihak RS,” kata Danramil Poasia, Kapten Inf Leonardin yang mendampingi korban.
Uang itu, lanjut Leo, sebagai jaminan bagi korban yang apabila tidak dibayarkan maka korban tidak akan diberi obat.
Tetapi, karena tidak membawa uang tunai sebanyak yang diminta, Leonardin kemudian melapor kepada Komandan Kodim Kolonel Inf Alamsyah untuk meminta petunjuk.
“Kami kecewa, kenapa dalam kondisi menjalankan tugas negara, anggota kami juga ini sedang berpakaian dinas tetapi diperlakukan seperti ini,” tutur Leo.
Sementara itu, usai berita ini tersebar dan viral pihak RSUD Bahtermas yang dihubungi oleh media akhirnya memberikan keterangan.
Direktur Rumah Sakit Bahteramas, dr. Sjarif Subijakto, mengakui bahwa petugasnya meminta sejumlah uang jaminan kepada Sertu Subakri, anggota TNI dari Komando Distrik Militer 1417 Kendari yang menjadi korban luka saat demonstrasi berujung ricuh di depan Polda Sulawesi Tenggara (Sultra), Selasa lalu (22/10).
Tapi, Sjarif menyebut bahwa yang meminta uang jaminan itu adalah oknum petugas, dan bukan atas nama rumah sakit.
Sebab, lanjut dia, pihak rumah sakit sejak dua bulan lalu tidak lagi memberlakukan jaminan pasien dalam bentuk uang.
"Ya benar (meminta uang jaminan). Tapi itu dilakukan oleh oknum petugas yang belum tau aturan baru. Saya sudah cari tau oknum petugas medis itu. Kami akan beri sanksi," kata Sjarif saat dihubungi kendarinesia, Kamis malam (24/10).
Sjarif tak menampik jika sebelumnya adanya aturan rumah sakit terkait jaminan berupa uang.
Tapi, sejak dia menjabat sebagai direktur rumah sakit, aturan itu dihilangkan.
Aturan baru yang ia buat, adalah pasien cukup menjaminkan identitasnya saja, seperti Surat Izin Mengemudi, Kartu Tanda Penduduk atau kartu identitas lain.
"Kalau sewaktu direktur (rumah sakit) yang lama, memang aturan itu (jaminan uang) ada. Tapi sewaktu saya menjabat saya hilangkan," ujarnya.
Dia menyebut, kejadian tersebut hanyalah miskomunikasi yang dilalukan oleh petugas jaga dirumah sakit yang dipimpinnya.
Kata Sjarif, petugas itu belum paham dan mengerti aturan baru.
"Masalah itu sudah selesai. Bapak Gubernur dan Danrem sudah bertemu. Jadi sudah selesai. Petugas itu (yang meminya jaminan), saya akan beri sanksi," pungkasnya.
Sebelumnya, Humas RS Bahteramas, Masyita, saat dikonfirmasi kendarinesia, Selasa lalu (22/10), juga membenarkan bahwa petugasnya meminta uang jaminan.
Uang jaminan itu, kata Masyita, sudah sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) rumah sakit.
"Tadi itu jaringan rusak, pasien ditangani oleh tim medis IGD. Yang lain disuruh urus jaminan, karena tidak ada identitasnya. Makannya disuruh menjamin sesuai prosedur RS," jelas Masyita.(*)