GridHot.ID-Setiap satuan TNI pasti memiliki pasukan khusus yang memiliki kemampuan mumpuni.
Namun siapa yang menyangka jika pembentukan pasukan khusus tersebut sangatlah unik.
Dilansir dari artikel yang tayang di Intisari Online pada Mei 2018, gagasan awal pembentukan pasukan khusus muncul ketika Letkol Slamet Riyadi dan Kolonel A.E. Kawilarang sedang memimpin operasi penumpasan RMS (Republik Maluku Selatan) di Ambon dan sekitarnya pada 1950.
Baca Juga: Belajar Jadi Kakak, Beginilah Ekspresi Dul Jaelani Saat Ditimpuk Sendal oleh Adik Tirinya
Dalam misi tempur bersandi Operasi Senopati itu, Kawilarang bertindak sebagai pimpinan operasi, sementara Slamet Riyadi bertindak sebagai komandan penyerbuan.
Pemberontak RMS yang diperkuat dua kompi bekas pasukan khusus Belanda, KST (Korps Speciale Troepen/Pasukan Khusus Belanda) dari KNIL (Koninklijk Nederlands Indische Leger), diakui Kawilarang dan Slamet Riyadi membuat keduanya kerepotan.
KST merupakan hasil penggabungan pasukan baret hijau dan baret merah Belanda yang dilakukan pada November 1948, serta telah memiliki pengalaman tempur di berbagai medan perang, khususnya pada Perang Dunia II.
Baca Juga: Dibekali Caping dan Karung, Ibu Renta Ini Diturunkan Anaknya di Depan Masjid Agar Mengemis
Kemampuan tempur KST sungguh mengagumkan.
Meski jumlah personelnya kecil, namun KST bisa membuat pasukan TNI yang personelnya jauh lebih besar kerepotan.
Dari pengalaman itulah, Kawilarang dan Slamet Riyadi terispirasi untuk membentuk pasukan khusus.
Namun sayang, Slamet Riyadi yang menggebu-gebu untuk membentuk pasukan khusus usai perang, harus gugur karena tembakan sniper KST.
Gagasan soal pembentukan pasukan khusus kemudian diwujudkan oleh Kawilarang saat dirinya diangkat menjadi Panglima TT III (sekarang Kodam II Siliwangi).
Kawilarang yang memiliki pengalaman terbatas lantas dilanda kebingungan tentangbagaimana dan seperti apa pasukan yang akan dibentuk.
Sampai akhirnya, muncul laporan dari Kepala Seksi I TT III, Mayor Inf Djuchro.
Mayor Inf Djuchro melaporkan, seorang mantan pasukan khusus Belanda ditemukan menjadi petani, di Lembang, Bandung.
Namanya mantan pasukan khusus Belanda tersebut adalah Rokus Bernadus Visser, pangkat terakhirnya mayor.
Setelah menikah dengan wanita sunda,Rokus Bernadus Visser lalu mengantimengganti nama secara Islam menjadiMochamad Idjon Djanbi.
Singkat cerita, Djanbi direkrut menjadi anggota TNI dan ditunjuk membidani lahirnya Kesatuan Komando TT III (Kesko).
Jabatan komandan pun langsung diserahkan kepada Mayor Djanbi.
Sebagai cikal bakal, ditunjuk pula satu kompi dari TT III,di Depo Batalion, Bandung.
Pasukan khusus itu lalu diresmikan oleh Kawilarang pada 16 April 1952.
Awalnya, pasukan khusus itu masih di bawah Daerah Militer Siliwangi. Baru pada 1953, komandonya dialihkan ke Mabes Angkatan Darat.
Sejak itu, pasukan khusus itu menjelma menjadi satuan elit TNI AD dengan baret warna merah.
Nama pasukan khusus itu sempat berubah beberapa kali, yakni Detasemen 81, Grup 5 Anti Teror, dan sekarang Satuan 81 Kopassus.
Pada perkembangan selanjutnya, ancaman terorisme ternyata menjalar ke segala aspek kehidupan,tidak hanya di darat, tapi juga di laut dan udara.
Kondisi tersebut akhirnya memicu lahirnya pasukan khusus Denjaka pada 4 November 1982, dan Bravo 90 pada tahun 1990.
Pembentukan Denjaka hanya beda beberapa bulan dengan pembentukan Detasemen 81 (Den-81) pada 30 Juni 1982.
Namun sebenarnya, TNI AL sudah membentuk Kipam (Kompi Intai Para Ampibi) pada 18 Maret 1961 dan Pasukan Katak (Paska) setahun kemudian.
Paska yang sekarang menjadi Kopaska, malah banyak berperan dalam melahirkan pasukan khusus AL Malaysia, Paskal (Pasukan Khas Laut) pada 1983.
Artikel ini telah tayang di Intisari Online dengan judul "Unik, Pasukan Khusus Indonesia Ternyata Dibentuk Oleh Mantan Serdadu Belanda yang Pernah Menjadi Musuh Pejuang Indonesia"
(*)