GridHot.ID - Ali Hassan Salamehdikenal sebagai teroris yang pandai menyamar dandigilai para wanita.
Namun demikian, kelompok teroris Salameh kerap melancarkan serangan mematikan ke target-target Israel di tahun 1970-an.
Dilansir dari artikel yang tayang di Intisari Online pada Mei 2019, seorang agen rahasia Israel bernamaMossad memburu Salameh.
Mossadpernah melakukan serangkaian operasi pembunuhan terhadap Salameh di Norwegia.
Pada saat itu, sesungguhnya Salameh memang berada di negara Norwegia, namun dia luput dari operasi pembunuhan Mossad.
Salameh yang dikenal sebagai ahli menyamar, diketahui berkali-kali lolos dari buruan Mossad.
Usut punya usut, keahlian menyamar Salameh diperoleh dari rekannya yang menjadi tokoh teroris dunia yang jago menyamar dan meloloskan diri, Carlos The Jackal.
Akan tetapi, Salameh mulai menunjukkan kelemahannya saat bermukim di Beirut dan menikah lagi dengan gadis Lebanon, Georgina Rizak.
Georgina yang sangat menyukai Salameh pernah menjadi Ratu Kecantikan Sejagat tahun 1971.
Karena kepopuleran Georgina Rizak, Mossad akhirnya berhasil mencium keberadaan Salameh untuk kemudian kembali merancang operasi pembunuhan.
Agen Mossad yang terdiri dari tim pria dan wanita tidak mengalami banyak kesulitan saat akan memasuki Beirut.
Salameh pun tidak menyadari jika seorang agen wanita Mossad, Erika Mary Chambers, tinggal di seberang apartemennya dan selalu mengawasinya.
Erika yang dikenal sebagai wanita genit dan penggemar kucing serta suka melukis, memang sama sekali tidak mencerminkan sosok agen Mossad.
Baca Juga: Jangan Anggap Remeh Sengatannya, Tawon Ndas Kembali Merenggut Nyawa 2 Warga Klaten
Setelah Erika berhasil memastikan apa saja rutinitas dan rute yang selalu dilewati Salameh,dia segera memanggil tim pembunuh Mossad untuk datang ke Beirut.
Mendengar kabar tersebut, dua agen Mossad yang bertugas sebagai regu pembunuh segera terbang ke Beirut.
Peter Sriver adalah agen Mossad yang pertama tiba di Beirut, yakni pada bulan Januari 1978.
Ketika tiba di Beirut, Peter yang berpaspor Inggris mengaku sebagai konsultan teknik dan usahawan Inggris.
Peter kemudian menginap di salah satu hotel dan menyewa Volkswagen yang nantinya akan difungsikan sebagai bom mobil.
Sehari setelahnya, agen Mossad yang kedua, Ronald Kolberg, tiba di Beirut dengan menggunakan paspor Kanada.
Kolbergmenginap di hotel yang tidak jauh dengan tempat Peter menginap.
Tujuan keduanya menginap di hotel terpisah adalah untuk menghilangkan kecurigaan bahwa mereka salin kenal.
Setelah mengisi Volkswagen dengan peledak dan meninggalkan kunci untuk Kolberg, Sriver kemudian terbang ke Lebanon menggunakan paspor bukan nggris.
Kolberg yang sudah menyewa mobil pun meluncur ke hotel tepat menginap Sriver lalu mengambil kunci Volkswagen dan mengendarainya di jalan yang biasa dilalui Salameh.
Kolberg kemudian memarkir Volkswagen yang dipenuhi bom di dekat apartemen Salameh.
Tanpa mengundang banyak perhatian, Kolberg menghilang naik taksi.
Padatanggal 22 Januari pukul 15.35 petang, Salameh yang mengendarai Chevrolet bersama empat pengawalnya melintas tepat di samping Volkswagen.
Bom yang dipicu melalui gelombang radio pun meledak menghancurkan mobil Chevrolet bersama isinya.
Tak hanya Salameh dan empat pengawalnya yang tewas, empat orang lain yang sedang melintas juga turut tewas.
Mossad dan rakyat Israel pun merasa puas dengan tewasnya Salameh karena dendamnya terbalas.
Tapi tewasnya Salameh ternyata tidak mampu menghentikan aksi teror terhadap Israel.
Gerakan teror Black September bahkan menjadi momentum internasional bagi terorisme grobal untuk melancarkan serangan ke seluruh dunia.
Aksi terorisme di AS pada 9 September 2002 yang menghancurkan dua gedung kembar WTC di New York bahkan memanfaatkan bulan September sebagai ikon aksi pembalasan.
Artikel ini telah tayang di Intisari Online dengan judul "Ali Hassan Salameh, Teroris Flamboyan yang Bukan Hanya Diburu oleh Mossad tapi Juga oleh Banyak Wanita"
(*)