Gridhot.ID - Dalam catatan sejarah, Inggris yang pertama kali mempunyai kapal perang modern di Eropa, HMS Dreadnought.
Padahal negara-negara lain di sana masih menggunakan kapal berbahan kayu dan layar tiang tinggi.
Hal itu menandakan dominasi Royal Navy (AL Inggris) sebelum era keemasan itu berakhir di abad 21.
Mempunyai angkatan laut kuat dan ditopang disiplin militer tinggi, koloni negeri Ratu Elizabeth amat banyak di dunia.
Dikutip dariNaval Power and Expeditionary Warsdan Wikipedia, dominasi Royal Navy di lautan itu membuat mereka sempat menantang angkatan perang Indonesia di Selat Sunda.
Penyebabnya lantaran digelorakan Dwikora pada 3 Mei 1963 oleh Soekarno dan penyusupan para gerilyawan Indonesia ke Kalimantan Utara saat itu merupakan sinyalemen perang bagi Inggris.
Tak mau tinggal diam, pada 27 Agustus 1964 Inggris lantas melakukan 'Show of Force' dengan melayarkan kapal Induk HMS Victorious yang dikawal dua kapal destroyer dari Singapura menuju Australia melewati Selat Sunda tanpa izin.
Aksi ini lantas membuat Menlu RI saat itu, Soebandrio mencak-mencak marah karena aksi 'Slonong Boy' tak permisi armada Inggris di Selat Sunda.
Pihak Indonesia juga menilai hal ini sebagai aksi pancingan agar pihak AURI atau ALRI menyerang armada Inggris dan menjadi alasan Inggris untuk berperang dengan Indonesia, persis seperti insiden Teluk Tonkin Vietnam.
Lantas pada tanggal 2 September 1964, Soebandrio memberikan ultimatum keras ke armada Inggris pimpinan HMS Victorious jangan coba-coba lagi lewat Selat Sunda saat perjalanan kembali ke Singapura atau akan tanggung konsekuensinya.
Ucapan Soebandrio bukan isapan jempol belaka, setelah pernyataan keras itu dilontarkan, armada Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) langsung menggelar latihan militer skala besar di Selat Sunda untuk menunjukkan seriusnya ultimatum tersebut.
Reaksi Inggris menanggapi hal ini acuh tak acuh, bahkan Pangeran Louis Mountbatten (Paman dari Pangeran Charles) nekat berkata bahwa Inggris akan malu besar jika armada HMS Victorious pulang tak berani lewat Selat Sunda.
Ia berpendapat hal tersebut merupakan penghinaan martabat angkatan laut Inggris.
Tapi jawaban dari Louis Mountbatten itu mendapat reaksi negatif dari para perwira di AL Inggris sendiri.
Para perwira itu mengingatkan bahwa jika HMS Victorious masih bebal dan nekat lewat Selat Sunda maka ancaman tenggelamnya flagship Royal Navy itu segera terjadi.
Parlemen Inggris juga berpendapat sama bahwa lewatnya HMS Victorious di Selat Sunda bisa membawa Inggris ke peperangan yang tak perlu terjadi.
Kekahawatiran ini dinilai wajar karena Angkatan Perang Indonesia punya segudang alat utama sistem senjata (alutsista) macam pembom Tupolev Tu-16 dan kapal cepat rudal Komar Class yang punya senjata khusus untuk membabat kapal induk.
Tapi keinginan Pangeran Mountbatten sudah tak bisa dibendung lagi, mau tak mau Menhan Inggris saat itu, Peter Thorneycroft, kepala staf Royal Navy David Luce dan perwira tinggi Royal Navy, Varyl Begg langsung merencanakan operasi pengamanan lewatnya HMS Victorious di Selat Sunda.
Operasi pengamanan tersebut dinamai Althorpe dan Shalstone.
Begg kemudian meminta konsolidasi kekuatan untuk merencanakan operasi Althorpe.
Begg lantas mendatangkan satu skuadron pembom ringan Canberra, satu skuadron pesawat jet Gloster Javelin dan beberapa pembom berat V-Bomber RAF.
Ditambah dengan kapal induk HMS Centaur yang membawa jet tempur Sea Vixen dan Bucaneer.
Dirasa belum cukup maka pihak Inggris menambahkan pesawat Intai maritim untuk suksesnya operasi.
Althorpe akan dilaksanakan untuk jaga-jaga jika kekuatan perang Indonesia menyerbu HMS Victorious dan melakukan tindak balas dengan melumpuhkan semua pangkalan AURI (TNI AU) dan ALRI (TNI AL) di Indonesia.
Baca Juga: Tuding Rio Ramadhan Selingkuh, Kekeyi Justru Pamer Foto dengan Lelaki Lain, Ngakunya Teman Curhat
Sedangkan untuk operasi Shalstone, Begg menargetkan menyerang tujuh sasaran di kepulauan Riau dengan serangan meriam kapal.
Kemudian ada delapan sasaran lainnya, total ada 15 sasaran yang harus dihancurkan dalam operasi Shalstone.
Ke 15 sasaran tersebut dicurigai Inggris sebagai tempat penyelundupan gerilyawan Indonesia ke Malaya dan Singapura.
Tapi Australia dan Selandia Baru keberatan akan operasi ini karena serangan balik dari AURI dan ALRI bisa mematahkan kekuatan Inggris di Singapura dan mungkin serangan terbatas juga akan berlanjut sampai ke Australia.
Namun kedua operasi itu urung dilaksanakan lantaran HMS Victorious akhirnya lewat Selat Lombok karena sudah ada kesepakatan antara Inggris dan Indonesia.
Pangeran Mountbatten hilang muka akan kejadian ini, malu lantaran Royal Navy kebanggannya 'diusir' TNI yang sudah siap sedia di Selat Sunda menyambut untuk menenggelamkan HMS Victorious beserta kapal perang Inggris lainnya.
Tapi HMS Victorious dan kapal pengawalnya bukan berarti aman saat lewat selat Lombok.
Mereka dibayang-bayangi oleh pembom AURI TU-16 dan kapal selam ALRI, RI Alugoro serta RI Tjundamani yang siap menyerang jika kapal induk itu berbuat macam-macam.
Artikel ini telah tayang di Intisari Online dengan judul: "Pernah Tantang Perang Indonesia, Pangeran Inggris Akhirnya 'Dipermalukan' oleh TNI."
(*)