Bisa Senasib dengan Donald Trump, Presiden Jokowi Disebut Fahri Hamzah Bisa Dilengserkan dari Jabatannya, Peneliti LIPI Beberkan Fakta Sebenarnya

Kamis, 19 Desember 2019 | 14:13
AP Photo/Carolyn Kaster dan Istimewa

Presiden Donald Trump dan Presiden Jokowi

Laporan Wartawan Gridhot.ID, Candra Mega

Gridhot.ID-Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dimakzulkan DPR AS, Rabu (18/12/2019).

Dikutip dari Kompas, mayoritas anggota DPR AS menyetujui dua pasal pemakzulan terhadap Donald Trump.

Dua dakwaan pemakzulan yang dijeratkan terhadap Trump, yakni penyalahgunaan kekuasaan dan menghalangi Kongres AS.

Baca Juga:Sang Presiden Ungkap Kronologi Pasukan Delta Forces Serbu Markas Pemimpin ISIS Abu Bakar al-Baghdadi, Donald Trump: Seperti Menonton Film

Voting digelar oleh DPR AS di Gedung Capitol, Washington DC pada Rabu (18/12/2019) waktu setempat.

Trump pun menjadi presiden ketiga setelah Andrew Johnson (1868), dan Bill Clinton (1998) yang dimakzulkan di level DPR AS.

Dalam konferensi pers pasca-pemungutan suara, Ketua Komite Yudisial Jerry Nadler mengatakan, Trump memang layak dimakzulkan.

Baca Juga:Ceroboh Beri Sinyal Adanya Operasi Rahasia, Donald Trump Sempat Kasih Kode Sebelum Abu Bakar al-Baghdadi Ledakkan Diri Sendiri, Sang Pemimpin ISIS Akhirnya Mati Secara Tragis

Iamenjelaskan, presiden ke-45 AS tersebut secara nyata sudah menampilkan bahaya nyata bagi sistem pemilihan dan pembagian kekuasaan di AS.

"Seorang Presiden AS tidak diperkenankan untuk menjadi diktator," ucap Nadler dalam keterangannya sebagaimana diberitakan BBC.

Trump menjalani sidang pemakzulan buntut percakapan teleponnya dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky pada 25 Juli lalu.

Baca Juga:Bukan Para Tentara Elitnya, Anjing Lucu Ini Justru Disebut Donald Trump Jadi yang Bertanggung Jawab dalam Menangkap dan Membunuh Pemimpin ISIS Abu Bakar al-Baghdadi

Dalam percakapan itu, Trump dituduh menekan Zelensky guna menyelidiki Joe Biden, calon rivalnya dalam Pilpres AS 2020 mendatang.

Pemakzulan Trump mengingatkan ancaman impeachment terhadap Jokowi, Presiden ke-7 RI yang disampaikan sejumlah tokoh politik, di antaranya Fahri Hamzah.

Saat masih menjabat Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah mengingatkan Jokowi untuk berhati-hati dalam bersikap, terkait persoalan hukum yang menjerat pimpinan KPK.

Baca Juga: Jadi Pimpinan KKB Paling Berbahaya di 'Segitiga Hitam' Papua, Lekagak Telenggeng Bolak-balik Eksekusi TNI dengan Keji, Sempat Tuding Militer Indonesia Pakai Bom Luar Negeri Hingga Nyatakan Siap Perang Lawan Aparat dan Jokowi

Fahri menilai, saat ini Presiden mendapatkan masukan-masukan dari orang yang salah, dan selalu diseret untuk mengintervensi, jika pimpinan KPK tersandung dalam kasus hukum.

"‎Sekarang minta Presiden intervensi kepolisian. Hati-hati Pak Jokowi, Anda bisa masuk ke pasal impeachment (pemakzulan). Dari awal sudah diseret, tolong sekarang jangan mau diseret," ujar Fahri di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (14/11/2017) seperti dikutip Gridhot.ID dari Warta Kota.

TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

Jokowi dan Prabowo Subianto

Menurut Fahri, dalam waktu 19 tahun sudah terbangun sistem hukum yang baik di Indonesia.

Baca Juga: Penghasilan Suaminya Lebih Besar dari Gaji Presiden Jokowi, Begini Potret Glamornya Kehidupan Iis Dahlia, Gemar Nongkrong Bareng Geng Sosialita Keluarga Cendana Hingga Liburan ke Luar Negeri

Namun kenyataanya, jika ada yang melaporkan oknum atau pun pimpinan KPK ke pihak penegak hukum, langsung dianggap pasti antek koruptor.

"‎Kartu truf-nya, langsung datang ke Presiden. Tanpa disadari Presiden telah diseret pada intervensi hukum, harusnya apa yang terjadi jalan saja, kenapa tidak percaya penyidik, penuntut, pengadilan? Ini tidak benar dan harusnya jalan saja," tutur Fahri.

Fahri menilai, KPK terlalu dalam mencampuri urusan Presiden, dimana awal menjabat sudah memberikan laporan berupa nilai terhadap nama-nama calon menteri yang akan ditunjuk Jokowi untuk mengisi kabinetnya.

Baca Juga: Suami Iis Dahlia dengan Senang Hati Angkut Harley Davidson dan Sepeda Brompton Milik Ari Askhara, Ternyata Segini Penghasilan Satrio Dewandono, Lebih Besar dari Gaji Presiden Jokowi

"KPK mencoret daftar nama kabinet awal, ada yang pakai tanda merah, hijau, kuning, sehingga Presiden tidak bisa menggunakan hak prerogatifnya," papar Fahri.

Syarat Impeachment di Indonesia

Sementara itu, Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris meminta Jokowi untuk tak khawatir dengan narasi pemakzulan.

Jokowi tak usah khawatir dimakzulkan hanya karena menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk membatalkan UU KPK hasil revisi.

Baca Juga: Perang Saudara Hingga Pembunuhan Jadi Alasan Prabowo Subianto Rela Jadi Menteri Pertahanan Jokowi, Eggi Sudjana: Kalau 100 Hari Tak Ada Action, Sama Saja Omdo

"Presiden tidak perlu khawatir dengan ancaman banyak pihak, ada yang menghubungkan penerbitan perppu KPK itu dengan impeachment, dengan apa namanya pemecatan atas presiden," kata Syamsuddin, Minggu (6/10/2019).

KOMPAS.com/Nabilla Tashandra
KOMPAS.com/Nabilla Tashandra

Fahri Hamzah

Syamsuddin menegaskan, bahwa narasi itu tidak tepat.

Ia menganggap, pihak-pihak yang menyebarkan isu tersebut tak memahami konstitusi.

"Konstitusi kita itu sangat jelas prosedur pemberhentian presiden mesti ada pelanggaran hukum," ujarnya.

Baca Juga: Baru Sebulan Sandang Gelar Kapolri, Idham Aziz Kini Terancam Dicopot Jokowi, Ini Alasannya

Penelusuran Warta Kota, Syamsuddin Haris pernah menulis cuitan di akun Twitter terkait pelanggaran hukum yang bisa berujung impeachment.

Cakupan pelanggaran hukum yg dimaksud Pasal 7B ayat (1) UUD 1945.

Pelanggaran hukum yang bisa di-impeachment adalah:

1. Pengkhianatan terhadap negara

2. Korupsi

Baca Juga: Mundur dari Jabatannya Sebagai Kapolri, Tito Karnavian yang Kini Lebih Pilih Jadi Menteri Jokowi Beri Peringatan, Tak Mau Lagi Dipanggil Jenderal Polisi

3. Penyuapan

4. Tindak pidana berat lain atau perbuatan tercela

5. Presiden/Wapres tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden/Wapres.

Baca Juga: Kerjanya Hanya Kritik Pemerintahan, Rocky Gerung Terang-terangan Sebut Megawati Jadi Beban Jokowi, Bayang-bayang Ketua Umum PDIP Selalu Menghantui

Syamsuddin juga menuturkan, penerbitan perppu merupakan kewenangan presiden jika merasa ada kepentingan yang memaksa.

Menurut Syamsuddin, ada tiga opsi jika Presiden Jokowi ingin menerbitkan perppu KPK.

Pertama, perppu yang membatalkan UU KPK hasil revisi.

Baca Juga: Ditunjuk Langsung Oleh Jokowi Untuk Jadi Tangan Kanan Basuki, Sosok Putra Negeri Cendrawasih Ini Punya Riwayat Mengejutkan, Penghargaan dari KPK Jadi Idaman

Kedua, perppu yang menangguhkan implementasi UU KPK hasil revisi dalam jangka waktu tertentu, agar UU KPK hasil revisi bisa diperbaiki.

"Dan ketiga yang isinya menolak atau membatalkan sebagian pasal bermasalah yang disepakati antara DPR dan pemerintah. Poin saya, apabila presiden misalnya takut dengan pilihan pertama, beliau bisa pilih yang lain," katanya.

Dalam kesempatan itu, Syamsuddin juga menilai ada yang waktu yang tepat bagi Presiden untuk menerbitkan perppu KPK Menurut Syamsuddin, titik tolaknya adalah 17 Oktober 2019.

(*)

Tag

Editor : Candra Mega Sari

Sumber Kompas.com, Twitter, Warta Kota, BBC