GridHot.ID - Sejumlah kapal asing penangkap ikan milik China diketahui memasuki Perairan Natuna, Kepulauan Riau, pada 19 Desember 2019.
Kapal-kapal China yang masuk tdinyatakan telah melanggar ZEE Indonesia dan melakukan kegiatan Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) fishing. Selain itu, Coast Guard China juga dinyatakan melanggar kedaulatan di perairan Natuna.
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengomentari masukanya kapal China ke Natuna untuk menangkap ikan secara ilegal.
Menurutnya, jika mengacu pada aturan yang sama saat dirinya masih menjadi memimpin KKP, harusnya ada tindakan tegas pada kapal-kapal China yang menggarong ikan di Exclusive Economic Zone (EEZ).
"Tangkap dan tenggelamkan kapal yg melakukan IUUF. Tidak ada cara lain. Wilayah EEZ kita diakui Unclos. Bila dari tahun 2015 sd mid 2019 bisa membuat mereka tidak berani masuk ke wilayah ZEE kita. Kenapa hal yg sama tidak bisa kita lakukan sekarang," tulis Susi seperti dilihat dari akun twitter resminya, Jumat (3/1/2020).
Selain itu, sebagaimana yang sering diucapkannya saat menjabat sebagai menteri, klaim China atas perairan Natuna berdasarkan Traditional Fishing Zone juga tak berdasar.
"Straight forward statement segera nyatakan, Traditional Fishing Zone itu tidak ada," kata Susi.
Dalam cuitan lainnya,Susi menyebut tak cara lain selain penenggalaman kapal maling yang masuk ke perairan Indonesia agar ada efek jera, tak terkecuali kapal China.
"KKP bisa minta & perintahkan untk tangkap dan tenggelamkan dg UU Perikanan no 45 thn 2009. Jangan beri opsi lain, Laut Natuna diklaim China, TNI tingkatkan kesiagaan," ujarnya.
Nota protes
Sebelumnya pemerintah Indonesia melalui Kemenlu memanggil Duta Besar China di Jakarta dan menyampaikan protes kerasnya.
"Kemlu telah memanggil Dubes RRT di Jakarta dan menyampaikan protes keras terhadap kejadian tersebut. Nota diplomatik protes juga telah disampaikan," demikian pernyataan Kemenlu.
Kemenlu menyebutkan, Dubes China mencatat protes yang dilayangkan untuk segera diteruskan ke Beijing.
"Dalam pertemuan kemarin, Dubes RRT akan menyampaikannya ke Beijing," kata Staf Ahli Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah, saat dikonfirmasi Kompas.com.
Hal ini dinilai penting agar hubungan bilateral kedua negara tetap berjalan dengan baik dan saling memberikan keuntungan.
Wilayah ZEE ditetapkan oleh United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS). Baik Indonesia maupun China merupakan bagian dari itu sehingga harus saling menghormati wilayah kedaulatan satu sama lain.
"Menegaskan kembali bahwa Indonesia tidak memiliki overlapping jurisdiction dgn RRT. Indonesia tidak akan pernah mengakui 9 dash-line RRT, karena penarikan garis tersebut bertentangan dengan UNCLOS sebagaimana diputuskan melalui Ruling Tribunal UNCLOS tahun 2016," demikian Kemenlu.
Menyikapi hal ini, Kemenlu akan terus melakukan koordinasi dengan berbagai pihak terkait, seperti TNI, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dan Badan Keamanan Laut (Bakamla). Upaya ini dilakukan untuk menegakkan hukum di ZEE Indonesia.
Dugaan masuknya kapal China ke wilayah Perairan Natuna juga ramai menjadi perbincangan di media sosial.
Ada video yang diunggah terkait upaya yang dilakukan otoritas Indonesia meminta kapal tersebut untuk meninggalkan wilayah Indonesia. Akan tetapi, perintah ini tak diindahkan.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Dulu Tenggelamkan Kapal China, Susi: Kenapa Sekarang Tidak Bisa?"
(*)