Find Us On Social Media :

Statusnya Sebagai Anggota Brimob Tak Seindah Penghasilannya, Pria Ini Tetap Nekat Hidupi 79 Anak Yatim Hingga Sukses Sendiri-sendiri, Gaji Pas-pasan Berani Urus Orang Lain Sampai 11 Tahun Lebih

Anggota Brimob Detasemen C Pelopor Satuan Brimob Polda Jawa Timur, Brigpol Rochmat Tri Marwoto, bersama istri dan anak-anak asuhnya. Brigpol Rochmat mendapatkan penghargaan dari Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian karena dedikasinya mengasuh, membesarkan, dan membiayai sekolah 64 anak tak mampu.

Gridhot.ID - Menjadi seorang aparat negara memang terkesan sangar hingga memiliki penghasilan melimpah.

Namun nyatanya tak semua penghasilan aparat negara tidak seindah perkiraannya.

Meski begitu, pria yang berstatus sebagai anggota Brimob ini punya perjuangan nekat untuk kebaikan sesama.

Meski tidak memiliki gaji yang sangat besar, anggota Brimob Ipda Rochmat Tri Marwoto (41), anggota Detasemen C Pelopor Satuan Brimob Polda Jawa Timur mengasuh 79 anak tak mampu.

Baca Juga: Sudah Jarang Tampil di Layar Kaca, Syahrini Justru Punya Kehidupan yang Makin Tajir Melintir, Incess Kepergok Simpan Sikat Gigi Seharga Satu Unit Kulkas Baru, Netizen: Bayangin Tiap 3 Bulan Ganti

Kisah ketulusannya bahkan sempat viral pada akhir 2017.

Saat itu Rochmat yang masih berpangkat Brigpol menjadi pembicaraan setelah mendapat penghargaan dari Kapolda Jatim saat itu, Irjen Machfud Arifin karena, bersama istrinya, bahu-membahu menghidupi dan menyekolahkan mulai anak yatim, anak telantar, hingga anak mantan pecandu narkoba.

"Anak yang pernah makan satu rumah dengan saya ada 64 anak. Ada yang tinggal dua bulan, ada yang tujuh tahun," kata Rochmat, Rabu (22/11/2017) siang, seperti dilansir dari kompas.com.

Pengabdiannya pada anak-anak terlantar, kurang mampu, dan yatim piatu ini sudah berlangsung sejak 2007.

Baca Juga: Minta Baju Tak Kunjung Disiapkan, Remaja Wanita Jebolan Ajang The Voice Indonesia Ini Tega Tendang Kepala Ibunya, Begini Kata Polisi

Alasan warga Dusun Jati, Desa Klagenserut, Kecamatan Jiwan, Kabupaten Madiun, untuk mengasuh anak-anak tersebut ternyata dipicu oleh pengalamannya sendiri saat mengalami kesulitan untuk membiayai kuliahnya di Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia di Jakarta, 10 tahun lalu.

Bahkan, saat itu, untuk menutupi kebutuhan kuliah, dia harus bekerja sampingan sebagai tukang ojek.