GridHot.ID - Penelitian terkait pengembangan vaksin virus corona masih terus dilakukan.
Dilansir dariChina Central Television (CCTV), tim ahli kesehatan militer yang telah bekerja di Wuhan selama lebih dari sebulan serta tim yang dipimpin oleh Chen Wei, Tentara Pembebasan Rakyat (PLA), akademisi di Akademi Ilmu Kedokteran Militer, mengawasi setiap detik dan memfokuskan semua upaya pada penelitian tersebut.
"Kita semua telah melakukan semampu kita untuk menempatkan vaksin rekombinan yang kembangkan ke dalam aplikasi klinis," kata Chen.
Perlu diketahui, Chen adalah orang yang mengembangkan vaksin berbasis gen pertama di dunia dalam kasus Ebola pada tahun 2014 silam.
Selain itu, Chen juga dikenal baik dengan usahanya memerangi SARS yang terjadi pada 2002 hingga 2003, serta penemuan obat antivirus spektrum luas sebagai peran kunci dalam memerangi penyakittersebut.
CCTVmelaporkan serangkaian penghargaan penemuan yang dibuat oleh Akademi Ilmu Kedokteran Militer, termasuk alat pendeteksi virus, obat, dan vaksin.
Rekaman laporan termasuk papan display yang menunjukkan hasil yang diharapkan untuk penelitian, termasuk vaksin vektor adenovirus untuk COVID-19 dan obat biologis kelas 1 dengan hak kekayaan intelektual penuh, yang dapat digunakan untuk mengobati tidak hanya pasien COVID-19, tetapi juga orang-orang yang telah terpapar virus sebagai tindakan pencegahan darurat.
Tentu saja, hal itu menunjukkan bahwa Akademi Ilmu Kedokteran Militer telah membuat langkah nyata menjangkau inti teknologi untuk melawan virus corona.
Seorang profesor di Sekolah Kesehatan Universitas Tsinghua bernama Zhang Linqi mengatakan, ilmuwan China itu berhasil memisahkan beberapa antibodi berkualitas tinggi dengan harapan dapat mengubah beberapa hasil penelitian terakhir dengan vaksin antibodi tersebut menjadi praktik, sehingga bisa melayani masyarakat sesegera mungkin.
Sejak 24 Januari 2020, tentara China mengirim lebih dari 4000 tenaga medis untuk mendukung Wuhan di tengah wabah dengan mencatat nol infeksi serta memainkan peran aktif dalam mengerjakan penelitian ilmiah.
Termasuk melakukan penelitian bersama pada alat uji asam nukleat untuk pengujian cepat, penelitian obat-obatan, antibodi, dan penelitian vaksin.
Chen mengatakan, mereka telah didorong oleh Pemerintah China atas percepatan penelitian dan pengembangan ilmiah dalam memerangi virus mematikan dengan menciptakan lebih banyak produk teknologi inti yang dikembangkan sendiri dengan tujuan menjaga kesehatan dan keamanan masyarakat, terutama menjadikannya terobosan penting dalam pengembangan vaksin.
"Kita harus berjuang untuk memberikan vaksin yang kita kerjakan dalam percobaan dan aplikasi medis, dengan dukungan teknologi yang kuat untuk memenangkan pertarungan ini," ujarnya.
Dalam sebuah wawancara dengan China Science Daily pada 30 Januari 2020, Chen mengatakan, walaupun para ilmuwan di seluruh dunia bekerja dengan susah payah dalam mengembangkan vaksin melawan COVID-19, tidaklah realistis untuk membuat vaksin dalam waktu satu bulan seperti yang dilaporkan beberapa media.
"Tetapi beberapa tim yang hebat mungkin melakukan lebih baik dan lebih cepat. Presiden AS Donald Trump mengatakan pada akhir Januari sebuah vaksin dapat dikembangkan dalam beberapa bulan ke depan. Saya percaya rekan peneliti China tidak akan ketinggalan dibandingkan dengan rekan-rekan AS," kata Chen.
Menurut Chen, virus bermutasi seiring berjalannya waktu, para peneliti dapat dengan cepat meningkatkan vaksin dengan mengidentifikasi antigen target yang tidak berubah dan reseptor melalui data besar.
"Uji klinis untuk vaksin virus corona mungkin hanya enam minggu lagi," ujar Wakil Presiden AS Mike Pence mengatakan di Fox New Channel "Sunday Morning Futures".
Namun, Anthony Fauci, seorang pejabat tinggi di National Institute of Health mengatakan bahwa akan diperlukan antara 12 dan 18 bulan untuk membuat vaksin yang berhasil mengobati COVID-19.
Artikel ini telah tayang di Suar.id dengan judul "Untuk Tahu Keampuhannya, Ahli Gizi Ini Lakukan Uji Coba Vaksin Virus Corona dengan Menyuntikkan ke Tubuh Sendiri"
(*)