GridHot.ID - Palestina dan Israel memutuskan bersatu untuk mengatasiwabah virus corona.
Wujud kerja sama kedua negara mulai terlihat sejak Otoritas Palestina yang berbasis di Ramallah bekerja sama dengan pejabat kesehatan Israel.
Mereka berkolaborasi untuk mengatur pergerakan warganya dan menerapkan kebijakan manajemen rumah sakit.
Bulan lalu, Israel dan Otoritas Palestina menyetujui kebijakan yang berupaya membatasi pergerakan populasi, sembari membiarkan warga Palestina tetap bekerja.
Para pekerja diberi waktu 72 jam untuk memutuskan apakah tetap tinggal di Israel selama krisis, atau kembali ke Tepi Barat.
Sebelumnya, pada 7 Maret, Israel dan Palestina juga menunjukkan kekompakan untuk melawan virus corona.
Israel telah mengunci akses ke kota Betlehem, sedangkan Palestina menutup Gereja Betlehem selama dua minggu.
"Kami telah memutuskan untuk mencegah masuknya wisatawan dalam jangka waktu 14 hari, dan mengimbau hotel di semua kota untuk tidak menerima warga negara asing," kata Menteri Pariwisata Palestina Rula Maayah pada AFP, Sabtu (7/3/2020).
Langkah ini ditempuh setelah pihak berwenang Palestina mengatakan ada 9 kasus infeksi virus corona di daerah Betlehem di selatan Yerusalem.
Hingga Kamis (2/4/2020) Ada lebih dari 5.500 kasus virus corona yang dikonfirmasi dalam 10 juta populasi Israel, dan 122 kasus di sekitar 2,7 juta warga Palestina.
Namun, jumlah pengujian yang dilakukan di Palestina lebih rendah daripada Israel.
Disarankan bersatu
Persatuan yang digalang Israel dan Palestina mendapat sambutan positif, salah satunya oleh Ofer Zalzberg dari International Crisis Group.
"Terlepas dari ketegangan, kerja sama diperlukan karena 'kepentingan pribadi'." "Karena dua populasi saling terkait, membatasi virus hanya dalam satu masyarakat tidak mungkin," kata Zalzberg dikutip dari AFP, Kamis (2/4/2020).
Yotam Shefer dari cabang militer Israel yang bertanggung jawab atas urusan sipil di wilayah Palestina (COGAT), juga menegaskan kerja sama harus kuat.
"Koordinasi dengan Otoritas Palestina sangat ketat dan sangat kuat," katanya pada jurnalis AFP.
Mantan kepala COGAT Eitan Dangot pun mengatakan pada wartawan bahwa Otoritas Palestina telah "sepenuhnya mengadopsi kebijakan Israel tentang cara menangani virus corona."
Riak pertikaian masih ada
Meski kedua negara telah memutuskan untuk menggalang persatuan, sejumlah pertikaian tetap tidak terelakkan.
Tentara Israel terus melakukan penggerebekan di daerah-daerah Palestina dan menghancurkan rumah-rumah serta bangunan lainnya.
Kemudian muncul sebuah video yang memperlihatkan pekerja Palestina yang sakit, dibuang di pos pemeriksaan Israel.
Polisi Israel beralasan pria itu sudah di rumah sakit untuk meminta perawatan, tapi kedapatan bekerja secara ilegal di Israel.
"Polisi mengawal pria itu ke perlintasan keamanan Maccabim," kata seorang juru bicara kepolisian, yang menekankan bahwa pria tersebut negatif corona sebelum dibawa ke pos pemeriksaan.
Namun tindakan itu telanjur memancing kemarahan warga Palestina.
Perdana Menteri Mohammad Shtayyeh lantas menyebut tindakan Israel itu sebagai perilaku rasis.
Kemudian pada Rabu (1/4/2020) Otoritas Palestina mengatakan 15 warganya yang dipekerjakan di permukiman dinyatakan positif Covid-19 setelah dites.
"Keputusan Israel untuk mengizinkan masuknya pekerja adalah upaya untuk melindungi ekonomi Israel dengan mengorbankan para pekerja kami," kata Shtayyeh.
"Ekonomi Israel tidak sama berharganya dengan kehidupan anak-anak kita," tegasnya.
Israel sempat memperbolehkan warga Palestina yang bekerja di permukiman bebas bolak-balik menyeberang perbatasan setiap hari, sebelum larangan perjalanan diterapkan.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kabar Baik di Tengah Wabah Corona: Israel dan Palestina Bersatu Tangani Covid-19"
(*)