Laporan Wartawan Gridhot, Desy Kurniasari
Gridhot.ID - Bulan lalu Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, mengungkapkan stimulus fiskal yang akan digelontorkan pemerintah guna meredam dampak perlambatan ekonomi akibat pandemi global virus corona.
Melansir Kompas.com, pada waktu itu Menkeu mengatakan bahwa salah satu kebijakan yang akan segera ditelurkan oleh pemerintah adalah mempercepat restitusi pajak dan menaikkan batasannya menjadi Rp 5 miliar.
Diharapkan dengan adanya kebijakan tersebut, perputaran dana atau cashflow yang macet di perusahaan-perusahaan akibat aktivitas produksi yang juga stagnan akibat wabah virus corona bisa kembali digerakkan.
Sebagai catatan, restitusi merupakan pengembalian pajak yang dibayarkan wajib pajak oleh negara.
Di aturan yang berlaku saat ini, wajib pajak badan yang berhak mendapatkan restitusi pajak penghasilan (PPN) merupakan wajib pajak dengan lebih bayar di bawah atau sama dengan Rp 1 miliar dan pengusaha kena pajak (PKP) dengan lebih bayar di bawah atau sama dengan Rp 1 miliar.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu pun menegaskan, pemerintah telah menyiapkan berbagai skenario insentif, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Skenario tersebut diharapkan mampu meredam dampak persebaran wabah virus corona.
Pihaknya pun berharap tak hanya Kementerian Keuangan saja yang bergerak dalam melakukan langkah-langkah menahan perlambatan ekonomi secara lebih jauh.
Adapun selain restitusi dipercepat, Menkeu juga telah menyiapkan insentif untuk Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atau gaji karyawan.
Selain itu juga pelonggaran untuk PPh 25 atau bagi wajib pajak yang memiliki usaha dan PPh Pasal 22 mengenai bea masuk impor.
Terkini, Kementerian Keuangan (Kemkeu) mencatat, penerimaan pajak sepanjang Maret 2020 sebesar Rp 88,69 triliun.
Angka ini mencatatkan pertumbuhan sebesar 2,18% dibandingkan Maret 2019 yang sebesar Rp 86,80 triliun.
Dilansir dari Kontan.co.id, pertumbuhan penerimaan bulan Maret tersebut rupanya ditopang oleh pertumbuhan penerimaan pajak penghasilan (PPh) Pasal 26 sebesar 62,95%, pertumbuhan pajak pertambahan nilai (PPN) dalam negeri sebesar 8,35%, pertumbuhan PPh final sebesar 6,69%, dan pertumbuhan PPh Pasal 21 sebesar 3,80%.
Sayangnya, dalam pertumbuhan PPh Pasal 21 tersebut, Kemenkeu mencatat bahwa pembayaran PPh Pasal 21 atas Jaminan Hari Tua (JHT/IUP/Pensiun) naik cukup tinggi sebesar 10,12%.
"Ini yang tertinggi sepanjang triwulan pertama," tandas Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat konferensi daring, Jumat (17/4/2020) pekan lalu.
Menurut Sri Mulyani, tingginya PPh JHT/IUP/Pensiun tersebut mengindikasikan adanya penurunan jumlah tenaga kerja.
"Jadi kalau ini tumbuh bukan berarti baik, tetapi karena adanya para pekerja yang di-layoff yang kemudian pembayaran pesangon dan JHT itu kemudian menghasilan hasilkan PPh Pasal 21 JHT/IUP/Pensiun," tandasnya.
Adapun sepanjang periode Januari-Maret 2020, realisasi penerimaan pajak tercatat Rp 241,6 triliun, turun 2,5% year on year (yoy).
Realisasi penerimaan PPh Pasal 21 tercatat sebesar Rp 36,58 triliun, tumbuh 4,94% yoy.
Namun, pertumbuhannya mengalami perlambatan dibanding Januari-Maret 2019 yang tumbuh mencapai 14,70% yoy.(*)