Laporan Wartawan Gridhot, Desy Kurniasari
Gridhot.ID - Pada Sabtu (2/5/2020) kemarin, Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta menggelar wisuda daring Periode II tahun 2020.
Wisuda daring atau online tersebut rupanya turut diikuti pula oleh Marsekal TNI Hadi Tjahjanto.
Dalam wisuda yang digelar secara daring tersebut, Hadi Tjahjanto memberikan orasinya.
Melansir kanal Youtube Universitas Sebelas Maret, Hadi Tjahjanto mengatakan bahwa wisuda kali ini dilaksanakan dengan cara yang berbeda.
"Wisuda ini kita laksanakan dengan cara yang berbeda karena kita berupaya beradaptasi dengan situasi yang ada (pandemi global virus corona atau Covid-19)," ujar Sang Panglima TNI.
Hadi menyebut bahwa semenjak munculnya virus corona pada akhir tahun 2019 lalu menyebabkanberbagai perubahan.
Hadi memandang adanya satu fenomena yang memprihatinkan.
Menurutnya, dalam penanganan masalah kesehatan semacam ini para tenaga kesehatan menjadi ujung tombak.
"Para tenaga kesehatan telah berjuang sekuat tenaga dan tidak mengenal waktu merawat para pasien Covid-19," tuturnya.
Menurut Panglima TNI itu, karena sifat virus corona yang sedemikian rupa, para dokter dan tenaga medis lainnya harus bekerja dalam kondisi yang sangat tidak nyaman.
Hal ini mengacu pada penggunaan alat pelindung diri (APD) selama berjam-jam.
"Mereka mengorbankan keselamatan dirinya sendiri untuk membantu dan melayani orang lain," ucap Hadi Tjahjanto.
Oleh karenanya, menurut sang panglima, masyarakat harus memberi apresiasi pada tenaga kesehatan.
"Seharusnya melihat hal seperti itu masyarakat luas memberi apresiasi."
"Namun ternyata ada sebagian masyarakat yang bertindak sebaliknya," kata Hadi.
Hadi juga menganalogikan kondisi saat ini dengan saat perang kemerdekaan.
Analoginya yakni saat merebut dan mempertahankan kemerdekaan, para pejuang mendapat bantuan dan dukungan dari rakyat.
Akan tetapi, para tenaga medis kita yang saat ini merupakan pejuang melawan Covid-19, justru ada yang mendapatkan hal yang sebaliknya.
Panglima TNI itu pun lantas mempertanyakan sikap ketimuran yang selama ini lekat dengan bangsa Indonesia.
"Apakah kita sudah kehilangan semangat kekeluargaan, gotong royong, dan jiwa ketimuran yang selama ini kita banggakan?" tanyanya.
Bahkan, ia menilai bahwa fenomena sosial ini dapat dijadikan suatu bahan penelitian.
"Fenomena ini dapat menjadi bahan penelitan sosial."
"Apakah ini dampak kemajuan teknologi komunikasi melalui media sosial yang membuat kita semakin individualis?" tanya Hadi.
Ia juga menganalogikan penanganan pandemik COVID-19 adalah sebuah peperangan dengan virus Corona sebagai musuh bersama.
Menurutnya, Indonesia harus mengerahkan seluruh sumber daya yang ada.
"Seluruh komponen harus bersatu. Saat itulah kita baru tersadar ternyata sektor industri kita belum mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri," papar Hadi.
Termasuk, menurut Hadi, dalam pemenuhan alat rapid test, PCR, dan reagennya.
Apalagi dalam pandemik global saat ini, alat tes untuk PCR itu sangat dibutuhkan.
"Yang lagi-lagi ternyata belum dapat diproduksi di dalam negeri. Walaupun kita mengekspor masker medis ke banyak negara, bahan bakunya masih kita dapatkan dari impor," tutur Hadi.
Kondisi inilah yang lantas membuat dunia pendidikan, dunia penelitian, dan industri dalam negeri bergerak untuk mengatasi wabah global virus corona.
Hal tersebut kemudian membuat semangat persatuan dan kesatuan mulai bangkit.(*)