Gridhot.ID- Seorang nenek di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, tinggal di gubuk reyot di tengah sawah.
Bersama cucunya yang masih berumur 5 tahun, Mak I'ah (70) mengisi hari-hari tuanya dengan berkebun.
Di waktu senggang, ia mencari kayu bakar, dan sesekali membantu panen sawah milik orang lain.
Upahnya sebagai buruh tani serabutan ia pakai untuk belanja kebutuhan sehari-hari.
Kalau masih ada uang sisa untuk jajan cucu tercinta.
Menyambangi gubuknya di Kampung Ciroyom RT 003/008, Desa Bojong, Kecamatan Karangtengah, Rabu (13/5/2020).
Kondisi tempat tinggal Mak I’ah sangat memprihatinkan.
Gubuk yang terbuat dari kayu berukuran 2×4 meter persegi itu tampak sudah ringkih.
Dinding-dindingnya yang terbuat dari anyaman bambu penuh lubang.
Gubuk itu pun tampak doyong ke belakang akibat tiang penyangga yang sudah lapuk.
Terdapat tiga ruangan di dalamnya.
Dua ruangan kecil dan satu ruangan berukuran sedang.
Mak I’ah dan cucunya tidur bersama di satu ruangan.
Sedangkan ruangan di sebelahnya sudah tak lagi bisa dipakai karena dindingnya jebol dan atapnya bocor.
Sementara ruangan yang agak besar dijadikan ruang tengah dan dapur.
Terdapat dipan di ruangan tersebut yang berfungsi untuk menyimpan barang-barangnya.
Tak ada barang berharga yang dimilikinya.
Hanya ada kasur lepek dan perabotan seadanya.
Untuk memasak, Mak I'ah menggunakan tungku yang bahan bakarnya dari kayu bekas.
Tempatnya bernaung dari panas terik dan hujan itu pun tanpa penerangan listrik.
Jika malam datang dan gelap mulai menyergap, hanya cahaya kecil dari sumbu lampu cempor yang menjadi sumber penerangan satu-satunya.
Cerukan di samping rumah menjadi satu-satunya sumber air untuk kebutuhan mandi, cuci dan kakus.
"Tapi, kalau sudah hujan airnya jadi keruh. Tapi, karena tidak ada lagi, jadi emak pakai saja," kata mak I’ah kepada Kompas.com, Rabu (13/5/2020).
Mak I’ah bertutur, sudah delapan tahun menempati gubuk itu.
Awalnya ia tinggal bersama suami.
Namun, sejak suaminya meninggal tiga tahun lalu, ia kini tinggal bersama cucunya, Sania (5).
Mak I'ah sendiri punya empat orang anak yang semuanya sudah berkeluarga.
Akan tetapi, karena kondisi ekonomi anak-anaknya tak jauh beda dengan keadaannya, ia pun tak bisa berharap banyak.
"Kalau lebaran saja suka pada ke sini, nengok emak."
"Tapi lebaran sekarang tidak tahu juga, soalnya kan sedang ada virus ya (pandemi corona)," ujar dia.
Rumah dijual Sebelum tinggal di areal pesawahan, Mak I’ah pernah punya rumah di perkampungan tak jauh dari tempat tinggalnya sekarang.
Namun, karena persoalan ekonomi, rumahnya dijual.
"Pernah ngontrak rumah juga. Tapi, karena sudah tidak punya uang lagi jadinya tinggal di sini."
"Alhamdulilah waktu itu diizinkan sama yang punya lahan sambil nunggu sawahnya,” tuturnya.
Di usianya yang semakin senja, Mak I'ah tak henti-hentinya berdoa agar senantiasa diberikan kesehatan dan rezeki supaya bisa mengurus cucunya.
“Kalau ada yang nyuruh tatanen (bertani) emak senang karena bisa dapat uang. Kalau beras alhamdulilah suka ada yang ngasih,” kata Mak I'ah.
Mak I’ah mengaku entah sampai kapan tinggal di tempat ini.
Kendati, seuntai harapan selalu ada di dalam hatinya bahwa suatu saat nanti bisa pindah dan tinggal di rumah yang lebih layak, dan dekat dengan keluarga dan tetangga.
“Emak juga ingin menyekolahkan Sania ke PAUD. Kasihan di sini tidak punya teman, hanya sama emak saja mainnya,” ucapnya lirih.(*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sulit Ekonomi, Mak I'ah Jual Rumah dan Tinggal di Gubuk Sawah dengan Cucu 5 Tahun"