Kerap Abaikan Protokol Kesehatan, Negara Ini Justru Berhasil Kalahkan corona, Ternyata Ini caranya

Selasa, 26 Mei 2020 | 06:42
kompas.com

Meski abaikan protokol kesehatan, tapi Jepang berhasil 'kalahkan' Covid-19

Gridhot.ID– Wabah pandemi virus corona melanda hampir seluruh dunia, termasuk Indonesia, yang memakan korban ribuan jiwa.

Beberapa negara menerapkan lockdown yang ternyata berakibat buruk pada perekonomian.

Namun, ada pula negara yang pelan-pelan berhasil ‘mengalahkan’ virus corona ini.

Baca Juga: Harga Lelangnya Tembus hingga Rp 37,5 Miliar, Inilah Penampakan Batu Besar Berukuran Bola yang Diduga Berasal dari Bulan, Berikut Penjelasan Ahli

Bagaimana dengan negara yang mengabaikan protokol kesehatan, mampukah negara tersebut ‘mengalahkan’ Covid-19?

Keadaan darurat akibat pandemi Covid-19 di Jepang hampir berakhir dengan kemunculan kasus baru berkurang tajam menjadi belasan orang.

Jepang mampu mencapai level tersebut, meskipun sebagian besar kebijakan di sana mengabaikan pedoman standar pemutusan rantai penyebaran virus corona.

Baca Juga: Rambut Pirang Gondrongnya Berubah Gundul, Penampilan Terbaru Habib Bahar bin Smith di Nusakambangan Jadi Sorotan, Sang Ulama: Tidak Ada yang Bisa Paksa Saya!

Lihat saja, tidak ada batasan yang diterapkan pada pergerakan penduduk, dan bisnis dari restoran hingga penata rambut tetap buka.

Tidak ada aplikasi berteknologi tinggi yang melacak pergerakan orang, ditambah tak ada pusat pengendalian penyakit.

Dan, bahkan ketika negara-negara berlomba melakukan pengujian, Jepang hanya menguji 0,2 persen dari populasinya -salah satu tingkat terendah di antara negara-negara maju.

Namun toh, Jepang mampu meratakan kurva penyebaran virus dengan 17.000 kasus dan 826 kematian di negara dengan penduduk 126 juta.

Capaian tersebut merupakan angka terbaik di antara kelompok tujuh negara maju.

Baca Juga: Dulu Hidup Susah Hingga Sang Ibu Gadaikan Gelang Pernikahan untuk Biaya Kuliah, Make Up Artist Ini Berhasil Buktikan Kesuksesannya, Sang Penata Rias: Dipandang Hina Itu Sudah Biasa

Di Tokyo, kota yang padat penduduk di Jepang, banyak kasus infeksi turun menjadi satu digit pada beberapa hari belakangan.

Lalu, ketika kemungkinan gelombang infeksi kedua yang lebih parah selalu ada, Jepang sudah mencabut keadaan darurat, dan bakal mulai menjalani kehidupan normal hari ini, Senin (25/5/2020).

Lalu, bagaimana mungkin Jepang bisa mengendalikan penyebaran virus ini tanpa berkiblat pada pedoman yang digunakan oleh negara-negara lainnya.

Baca Juga: Sama-sama Lulusan Luar Negeri, Nagita Slavina dan Caca Tengker Pernah Cicipi Kampus Terbaik di Dunia, Begini Latar Belakang Pendidikan Kedua Putri Rieta Amalia

Hanya satu hal yang disepakati: bahwa tidak ada solusi instan, dan faktor lain yang membuat pembedaan dalam kasus ini.

"Hanya dengan melihat angka kematian, kita dapat mengatakan Jepang berhasil," kata Mikihito Tanaka, Profesor di Universitas Waseda, yang berspesialisasi dalam komunikasi sains.

"Tetapi bahkan para ahli pun tidak tahu alasannya," sambunug dia.

Sebuah daftar mengumpulkan 43 kemungkinan alasan yang dikutip dalam laporan media, mulai dari budaya mengenakan masker, tingkat obesitas di Jepang yang terkenal rendah, hingga keputusan awal untuk menutup sekolah.

Lalu, yang lebih fantastis termasuk klaim penutur bahasa Jepang yang dikenal memancarkan lebih sedikit tetesan yang sarat virus ketika berbicara, dibandingkan dengan bahasa lain.

Baca Juga: Lagi Rapat PSBB Demi Keselamatan Masyarakat, Kapolsek Ini Malah Tertidur di Tengah Acara, Kapolda Jatim Langsung Ngamuk dan Copot Jabatannya di Tempat

Para ahli yang dikutip Bloomberg News juga membeberkan segudang faktor yang berkontribusi pada hasil tersebut.

Namun, di dalamnya tidak terpetakan paket kebijakan tunggal di Jepang yang dapat direplikasi di negara lain.

Di sisi lain, respons awal warga terhadap peningkatan infeksi menjadi sangat penting.

Baca Juga: Mandi Duit Sejak Lahir, Kemewahan Syahrini Sudah Mendarah Daging, Jika Tak Laku Manggung Bisnis Ini yang Jadi Tulang Punggung

Ketika pemerintah pusat dikritik karena langkah-langkah kebijakannya yang dinilai lambat, para ahli memuji peran pelacak kontak di Jepang.

Fitur itu sudah berjalan setelah infeksi pertama ditemukan pada Januari.

Respons cepat semacam ini memang menjadi satu keunggulan inbuilt Jepang yakni lewat keberadaan pusat kesehatan publiknya.

Pusat kesehatan publik memiliki puluhan ribu tenaga paramedis yang sudah terlatih dalam menyusuri jejak infeksi di tahun 2018.

Pada masa-masa normal, para perawat tersebut terbiasa melacak infeksi yang lebih umum seperti influenza dan TBC.

"Ini sangat analog, ini bukan sistem berbasis aplikasi seperti Singapura, tapi bagaimana pun, itu sangat berguna," kata Kazuto Suzuki, Profesor Kebijakan Publik di Universitas Hokkaido.

Baca Juga: Kenakan Baju Muslim Panjang, Ayu Ting Ting Kunjungi Makam Sosok Spesial, Sang Pedangdut: We Miss U

Dia menulis ulasan khusus tentang respons Jepang dalam pandemi Covid-19.

Ketika negara-negara seperti Amerika Serikat dan Inggris baru mulai merekrut dan melatih pelacak kontak, Jepang telah melacak pergerakan penyakit ini sejak segelintir kasus pertama ditemukan.

Para ahli di Jepang menitikberatkan pada penanggulangan kelompok, atau kelompok infeksi dari satu lokasi seperti klub atau rumah sakit, sebelum kasus kian menyebar.

Baca Juga: Putri Solo Penakluk Hati Gibran Rakabuming Raka, Ini 6 Fakta Sosok Selvi Ananda, Anak Pedagang yang Pernah Jadi Presenter Berita Sebelum Jadi Menantu Jokowi

"Banyak orang mengatakan, kami tidak memiliki Pusat Pengendalian Penyakit di Jepang," kata Yoko Tsukamoto, Profesor Pengendalian Infeksi di Universitas Ilmu Kesehatan Hokkaido.

"Padahal pusat kesehatan masyarakat adalah sejenis Pusat Pengendalian Penyakit lokal," kata dia. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Jepang "Kalahkan" Covid-19 meski Abaikan "Rulebook", Kok Bisa? "

Tag

Editor : Nicolaus

Sumber Kompas.com