Gridhot.ID - Indonesia memang sudah selangkah lebih maju dari negara lain yang berseteru dengan China.
Indonesia diketahui sudah mengganti nama Laut China Selatan menjadi Laut Natuna Utara sebagai wujud ketegasannya terkait kelakuan Tiongkok yang seenaknya mengklaim wilayah tersebut.
Salah satu negara yang sedang kerepotan menghadapi China adalah Jepang.
Negeri Sakura meski sedang hadapi pandemi di negaranya yang kini masih dalam proses penanganan harus disibukkan dengan pergerakan negara tetangga, China.
Kini pandangan Jepang harus terbagi setelah masalah pandemi tak kunjung selesai, kini negeri Matahari Terbit harus hadapi kebangkitan Tiongkok.
Kebangkitan dalam bidang ekonomi maupun militer memang sedang digencarkan oleh negeri Panda belum lama ini.
Bahkan China berani bertindak agresif dan sedikit mengintimidasi pada negara-negara tetangganya.
Termasuk yang baru-baru ini adalah intimidasi yang dialami oleh Jepang atas salah satu pulau terluar Jepang.
Senkaku, adalah sebuah kepulauan yang berada di daerah paling luar Jepang dan kini sedang diupaya untuk bisa diambil alih oleh China.
Melihat situasi laut China Selatan yang semakin panas ini membuat Jepang harus segera bergerak.
Bila terlambat mungkin saja China akan lebih agresif lagi dibanding apa yang mereka lakukan sebelumnya.
Salah satu tindakan yang diambil oleh Jepang untuk melawan kekuatan China di perairan kini adalah menyulap kapal perang menjadi kapal induk.
Terdengarnya mustahil mungkin, namun Jepang bahkan berencana menggabungkan dua kapal sekaligus.
Jepang mencoba memodifikasi Kapal Angkatan Laut JS Izumo DDH 183 menjadi kapal induk.
Saat ini, Angkatan Laut Jepang memiliki dua kapal induk helikopter kelas Izumo, termasuk DDH-183 Izumo dan DDH-184, keduanya akan dikonversi menjadi kapal induk.
Mengutip dari Navyrecognition.com, (3/7/2020) ternyata rencana tersebut telah diungkap sejak Bulan Desember 2018 silam.
Kala itu Kabinet Jepang memberi persetujuan untuk mengubah kapal perang tersebut menjadi sebuah kapal induk bagi angkatan laut Jepang.
Kapal tersebut rencananya mampu untuk mengoperasikan STOVL F-35B.
Persetujuan dari kabinet tersebut kemudian dilanjutkan pada 30 Desember 2019 lalu, saat itu Kementerian Pertahanan Jepang menyetujui anggaran untuk FY2020.
Dalam anggaran tersebut terdapat pembiayaan perbaikan kelas Izumo untuk bisa didaratkan pesawat tempur sekelas F-35B sekalipun.
Sebelumnya, pada Februari 2018, Jepang juga berencana mengakuisisi 40 pesawat tempur F-35B, varian short take-off dan vertical landing (STOVL) dari Lockheed Martin Lightning II Joint Strike Fighter (JSF), yang dapat dioperasikan dari kelas izumo dengan beberapa modifikasi pada kapal.
Rencananya, dua kapal perang yang disulap jadi kapal induk tersebut bisa mengoperasikan 12 hingga lebih pesawat tempur siluman dalam satu kapal.
Salah satu modifikasi paling penting untuk mengubah kelas Izumo menjadi kapal induk adalah perkuatan geladak untuk mendukung bobot tambahan F-35B, serta panas dan gaya dari jet selama pendaratan vertikal.
Menurut pakar militer angkatan laut Jepang, JS Izumo dapat membawa hingga 28 pesawat termasuk 12 F-35B, 8 tiltrotor Osprey 8 V-22 dan 8 ASW (Anti-Submarine Warfare) atau helikopter SRA (Search And Rescue), atau 14 pesawat yang lebih besar.
Hanya tujuh helikopter ASW dan dua helikopter SAR yang direncanakan untuk pelengkap pesawat pertama.
Untuk operasi lain, 400 pasukan dan 50 truk 3,5 ton (atau peralatan setara) juga dapat dibawa.
Dek penerbangan kapal tersebut rencananya memiliki lima tempat pendaratan dan lepas landas untuk helikopter.
Selain itu Izumo akan dipersenjatai rudal SeaRAM 2x11 Sel yang disebut sebagia rudal penghancur supersonik.
Rudal tersebut mampu menghancurkan ancama supersonik atau subsonik termasuk rudal jelajah, drone, helikopter.
Tak hanya itu saja, 2 Sistem Senjata Close-In Phalanx CIWS dan dua tabung torpedo Triple 324mm pun akan jadi pelengkapnya.
Jepang siap perang?
Artikel ini telah tayang di Sosok.ID dengan judul Ogah Kecolongan Atas Kenekatan Tiongkok yang Ingin Kuasai 90 % Laut China Selatan, Jepang Lebih Pilih Modifikasi 2 Kapal Perang Jadi Kapal Induk Lawan Xi Jinping.
(*)