Gridhot.ID - China memang makin mengintimidasi akhir-akhir ini.
Australia, yang menjadi salah satu negara yang bakal terkena imbasnya akhirnya mempersiapkan diri dari kemungkinan terburuk yang bakal terjadi.
Mereka siap menantang Cina di kawasan Asia Pasifik dengan menggelontorkan anggaran militer $270 miliar (sekitar Rp 2.700 triliun) dalam 10 tahun ke depan.
Dengan anggaran sebanyak itu, Australia siap adu kuat dengan Cina di Asia Pasifik, meski dalam skenario terburuk tanpa bantuan Amerika Serikat.
Sikap agresif Cina di Laut Cina Selatan dan Laut Cina Timur dan perbatasan dengan India membuat dua negara tetangga Cina yakni Jepang dan India plus Amerika Serikat dan Australia membentuk aliansi.
"Kita belum pernah menyaksikan ketidakpastian ekonomi global dan strategis seperti saat ini di Australia dan di kawasan sejak ancaman luar yang kita hadapi saat tatanan global dan regional ambruk pada tahun 1930-an dan 1940-an," ujar PM Morrison, di depan Akademi Militer Australia, 1 Juli 2020.
"Persaingan strategis antara Cina dan Amerika Serikat akan menimbulkan banyak ketegangan dan banyak risiko kesalahan perhitungan," ujar PM Morrison seperti dilansir abc news indonesia.
Karena itu, PM Morrison mengatakan peningkatan kemampuan militer Australia sangat penting untuk menopang posisinya di Asia Pasifik.
"Jadi kita harus siap melindungi tempat tinggal kita sebaik mungkin, siap menanggapi dan memainkan peran kita dalam melindungi Australia, membela Australia," tambahnya.
Pihak oposisi Australia juga mendukung rencana ini.
"Partai Buruh mendukung pertahanan Australia yang kuat dalam menghadapi hal ini," ujar Juru bicara oposisi urusan pertahanan, Richard Marles.
Alokasi belanja ini termasuk senjata penyerang yang lebih kuat, kemampuan siber dan sistem pengawasan bawah air berteknologi tinggi.
Selama empat tahun, Angkatan Bersenjata Australia (ADF) akan menambah personel sebanyak 800 prajurit, terdiri dari 650 personel untuk Angkatan Laut, 100 untuk Angkatan Udara, dan 50 prajurit Angkatan Darat.
Menurut Anggaran Belanja Departemen Pertahanan 2019-2020, kekuatan personel ADF diperkirakan tumbuh menjadi 60.090 orang tahun ini didukung staf administrasi sebanyak 16.272 orang.
Anggara Dephan diperkirakan tumbuh hingga 2 persen dari produk domestik bruto Australia pada 2020-21, atau sekitar $200 miliar selama 10 tahun".
Australia akan membeli Rudal Anti-Kapal Jarak Jauh (LRASM) 158-AG dari Angkatan Laut Amerika Serikat, dengan biaya $800 juta.
Rudal itu memiliki jangkauan lebih dari 370 kilometer, meningkat signifikan dibandingkan kapasitas 124 km dari rudal anti-kapal Harpoon AGM-84 milik Australia yang diluncurkan pada awal 1980-an.
Dikutip dari Janes.com (10/2/2020), US Defense Security Cooperation Agency (DSCA) pada 7 Februari lalu telah meloloskan persetujuan penjualan 200 unit rudal AGM-158C kepada Australia dengan nilai mencapai US$900 juta.
AGM-158C tergolong rudal anti kapal generasi baru. Dirancang oleh Defense Advanced Research Projects Agency (DARPA) pada tahun 2009, rudal ini dikembangkan ke dalam dua jalur yang berbeda.
Pertama adalah LRASM-A, yaitu rudal jelajah subsonic yang didasarkan pada AGM-158 JASSM-ER milik Lockheed Martin.
Kedua adalah LRASM-B, yaitu rudal supersonik yang terbang di ketinggian medium, kompetitorrudal anti kapal Brahmos yang dikembangjan India-Rusia.
AS hanya mengekspor jenis persenjataan mutakhirnya kepada negara-negara tertentu. Dengan disetujuinya pembelian LRASM oleh Australia, menunjukkan eratnya kedekatan antara Canberra dengan Washington.
Bagi AS, Australia merupakan wilayah yang sangat penting guna menghadapi kekuatan China di Lautan Pasifik. Terutama, karena Australia juga merupakan anggota persekutuan pertukanan informasi intelijen “Five Eyes” dengan Kanada, Selandia Baru, Inggris, dan AS.
Selain itu, anggaran sebesar $9,3 miliar juga akan dialokasikan untuk penelitian dan pengembangan menjadi senjata jarak jauh berkecepatan tinggi, termasuk senjata hipersonik.
"ADF sekarang membutuhkan kemampuan pencegahan yang lebih kuat," kata PM Morrison.
"Kemampuan yang dapat menahan kekuatan dan infrastruktur musuh dari jarak jauh sehingga menghalangi serangan terhadap Australia dan membantu mencegah perang," jelasnya.
Sistem pengawasan bawah air dengan menggunakan sensor teknologi tinggi yang menelas biaya antara $5 miliar dan $7 miliar adalah salah satu belanja terbesar yang mencakup kapal selam tak berawak.
PM Morrison juga berjanji meningkatkan kemampuan ADF untuk berurusan dengan apa yang ia sebut sebagai "zona abu-abu" - aktivitas melawan kepentingan Australia yang berada di bawah ambang konflik bersenjata tradisional.
Peter Jennings dari Lembaga Kebijakan Strategis Australia (ASPI) mengatakan dunia telah berubah secara dramatis sejak Panduan Pertahanan dirilis, khususnya di era COVID-19 saat ini.
Menurut Jennings, saat ini hanya ada satu negara yang memiliki kapasitas dan keinginan untuk mendominasi Indo-Pasifik yang bertentangan dengan kepentingan Australia.
"Kami tidak berbicara mengenai Kanada," ujarnya.
Kapal induk terbaru China Shandong yang jadi target rudal canggih AGM-158C LRASM
Pemerintah akan mengalokasikan $15 miliar untuk kapasitas perang informasi selama 10 tahun ke depan, $1,3 miliar di antaranya akan digunakan untuk meningkatkan keamanan dunia maya.
Sedangkan anggaran $7miliar untuk satelit jaringan komunikasi independen, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan Pertahanan di luar angkasa.
David Axe kontributor forbes dalam artikelnya berjudul: Australia Has A Plan For Battling China—Add Lots And Lots Of Submarines merinci jenis kapal perang yang akan dibangun Australia.
Baca Juga: Muak dengan Kelakuan China yang Ingin Kuasai Dunia, Negara-negara Ini Siap Perang Lawan Negeri Panda
Angkatan Laut Australia berencana untuk mengganti fregat yang lebih tua, menambah kapal patroli, pencari ranjau dan kapal pendukung dan, yang paling mengesankan, menggandakan armada kapal selam.
Armada pada tahun 2020 dibangun di sekitar dua kapal serbu kelas Canberra berkapasitas 28.000 ton dan Choule, sebuah kapal pendarat amfibi 16.000 ton.
Tiga kapal perusak kelas Hobart 7.000 ton baru dan delapan fregat ANZAC, berbobot 3.600 ton, mengawal armada amfibi.
Empat penyapu ranjau dan 14 kapal patroli melakukan patroli rutin dan menjaga jalur laut tetap bersih.
Satu, kapal logistik 47.000 ton mendukung armada.
Dan kemudian ada kapal selam.
Enam kapal diesel-listrik kelas Collins, berbobot 3.000 ton.
Kapal selam sebenarnya sangat tidak cocok bentangan Samudra Pasifik yang luas dan dalam — tapi tepat untuk memerangi armada Cina, yang tidak memiliki pengalaman dalam perang anti-kapal selam.
Jadi tidak mengejutkan bahwa Canberra menginginkan lebih dari mereka.
Selusin kapal selam serbu, berbobot 4.500 ton, adalah jantung dari armada masa depan.
Dua belas kapal patroli lepas pantai yang lebih besar menggantikan sebagian besar kapal patroli.
Armada penyapu ranjau berlipat ganda menjadi delapan.
Dua kapal logistik baru menggantikan yang sekarang.
Sembilan fregat 7.000 ton baru berdasarkan British Type 26 menggantikan delapan ANZAC.
Kekuatan amfibi dan pendukung tumbuh dengan penambahan dua kapal hybrid sealift dan logistik baru.
Artikel ini telah tayang di serambinews.com dengan judul Australia Siap Lawan Cina, Plot Anggaran Militer Rp 2.700 T, Ini Senjata Canggih yang Akan Dimiliki.
(*)