Jokowi Punya Kuasa Penuh untuk Pecat Langsung ASN, 1,6 Juta PNS Ketar-ketir Tercatat Tak Produktif Selama PSBB, Posisi Ini Jadi yang Paling Rawan

Kamis, 09 Juli 2020 | 14:13
Kompas.com

Ilustrasi PNS

Gridhot.ID - Banyak hal mengejutkan yang terjadi selama cobaan corona ini terjadi di Indonesia.

Salah satunya adalah kabar seleksi CPNS yang tidak akan lagi diadakan selama dua tahun mendatang.

Kedua, pemecatan 1,6 juta ASN yang dinilai tidak produktif.

Hal itu disampaikan oleh Menpan RB Tjahjo Kumolo dalam penyampaian rapat dengar dengan Komisi II DPR RI, Senin (06/07).

Sebenarnya, tindakan itu tidak asal dilakukan pemerintah.

Baca Juga: Punya Kemampuan Khusus yang Tak Sembarangan Diumbar, Komando Pasukan Katak TNI AL Nyatanya Masuk Daftar Tentara Paling Menyeramkan di Dunia, 3 Tim Ini Jadi Lawan Beratnya

Diberitakan Kompas.com, presiden Jokowi memang punya kuasa penuh untuk mengangkat, mutasi, hingga pecat PNS.

Wewenang itu didasarkan pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2020 tentang Perubahan atas PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil ( PNS), yang baru saja diterbitkan beberapa bulan silam.

"Presiden selaku pemegang kekuasaan tertinggi pembinaan PNS berwenang menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian PNS," bunyi Pasal 3 Ayat 1 PP Nomor 17 Tahun 2020.

Dalam Ayat 2 PP itu disebutkan bahwa kewenangan presiden dalam mengangkat, memindahkan, dan memberhentikan PNS didelegasikan kepada menteri di kementerian, pimpinan lembaga di lembaga pemerintahan nonkementerian, sekretaris jenderal di sekretariat lembaga negara dan lembaga nonstruktural, gubernur di provinsi, serta bupati dan wali kota di kabupaten dan kota.

Kewenangan presiden ini sudah ada dalam PP sebelumnya.

Baca Juga: Putrinya Seret Jodoh Hingga Dicap Perawan Tua, Begini Jawaban Menohok Ibu Kandung Luna Maya Saat Disinggung Soal Pernikahan: Udah Lah, Nggak Usah Kalau Ribet

Namun, pada PP Nomor 17 Tahun 2020, presiden berhak menarik pendelegasian tersebut bila terjadi pelanggaran prinsip sistem merit (berbasis prestasi) yang dilakukan penilaian prestasi kerja (PPK) atau untuk tujuan peningkatan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan.

Dalam Ayat 2 PP itu disebutkan bahwa kewenangan presiden dalam mengangkat, memindahkan, dan memberhentikan PNS didelegasikan kepada menteri di kementerian, pimpinan lembaga di lembaga pemerintahan nonkementerian, sekretaris jenderal di sekretariat lembaga negara dan lembaga nonstruktural, gubernur di provinsi, serta bupati dan wali kota di kabupaten dan kota.

Kewenangan presiden ini sudah ada dalam PP sebelumnya.

Namun, pada PP Nomor 17 Tahun 2020, presiden berhak menarik pendelegasian tersebut bila terjadi pelanggaran prinsip sistem merit (berbasis prestasi) yang dilakukan penilaian prestasi kerja (PPK) atau untuk tujuan peningkatan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan.

Kewenangan tambahan ini tercantum dalam ketentuan tambahan pada Ayat 7 PP Nomor 17 Tahun 2020.

Baca Juga: Keenceran Otak dan Paras Rupawannya Jadi Duplikat Sempurna Sang Kakek, Cucu Presiden Ke-3 RI Ini Dipastikan Bakal Jadi Penerus Habibie, Sifat Inilah yang Buatnya Jadi Reinkarnasi Mr Crack

Dengan demikian, presiden memiliki kuasa penuh atas pengangkatan, mutasi, hingga pemberhentian PNS.

"Pendelegasian kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditarik kembali oleh presiden dalam hal pelanggaran prinsip sistem merit yang dilakukan oleh PPK atau untuk meningkatkan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan," demikian bunyi Pasal 3 Ayat 7 yang menjadi ketentuan baru dalam PP tersebut.

20 Persen PNS Bakal Dipecat

Diberitakan sebelumnya, pemerintah akan melakukan reformasi birokrasi di lingkup Aparatur Sipil Negara (ASN).

Menpan RB Tjahjo Kumolo menyebut targetnya bisa selsai pada Desember 2020, seusai arahan Presiden Jokowi.

Baca Juga: Rahasia di Balik Kacamata Hitam Syahrini, Mata Istri Reino Barack Ternyata Alami Masalah Ini, Inces: Dokter Saya Bilang...

Diberitakan Kompas.com, Tjahjo menyebutkan, ada 20 persen PNS bagian administrasi dari total 4,2 juta lebih pegawai bakal diberhentikan.

Sebanyak 20 persen pegawai tersebut dinilai tidak produktif dalam bekerja.

Namun, tetap saja, bagi dirinya, memberhentikan PNS tidaklah mudah.

"Kita enggak bisa, Pak, memberhentikan 1,6 juta tenaga yang dianggap tanda petik ini tenaga administrasi yang mungkin 20 persen tidak produktif itu enggak bisa," katanya dalam penyampaian rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR RI, Senin (06/07).

Meski sulit, dalam Peraturan Badan Kepegawaian Negara (BKN) Nomor 3 Tahun 2020 yang telah disahkan pada 8 April lalu telah diatur tentang pemberhentian pegawai bagi yang tidak produktif.

Baca Juga: Ogah Berlarut-larut dalam Bayangan Ketakukan, India Akhirnya Kerja Sama dengan Filipina untuk Lawan China, Tak Peduli Cari Mati Demi Kedaulatan dan Harga Diri

Hal ini telah diatur pada Pasal 32 dalam Peraturan BKN.

"PNS yang tidak memenuhi target kinerja diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS," demikian isi aturan tersebut.

Target kinerja yang dimaksud pada Pasal 32 ayat 1 ini dituangkan dalam sasaran kinerja pegawai (SKP) dan akan dilakukan penilaian kinerja setiap tahunnya.

Adapun penilaian kinerja PNS dinyatakan dengan angka dan sebutan atau predikat sebagai berikut.

a) Sangat Baik, apabila PNS memiliki nilai dengan angka kurang dari/sama dengan 110 sampai angka kurang dari/sama dengan 120 dan menciptakan ide baru dan/atau cara baru dalam peningkatan kinerja yang memberi manfaat bagi organisasi atau negara.

Baca Juga: Rahasia di Balik Kacamata Hitam Syahrini, Mata Istri Reino Barack Ternyata Alami Masalah Ini, Inces: Dokter Saya Bilang...

b) Baik, apabila PNS memiliki nilai dengan angka lebih dari 90 sampai angka kurang dari/sama dengan 120. c) Cukup, apabila PNS memiliki nilai dengan angka lebih dari 70 sampai angka sama dengan 90. d) Kurang, apabila PNS memiliki nilai dengan angka lebih dari 50 sampai angka sama dengan 70. e) Sangat Kurang, apabila PNS memiliki nilai dengan angka kurang dari 50.

Regulasi itu menjelaskan, selama enam bulan PNS tersebut diberi kesempatan memperbaiki kinerja.

Baca Juga: Ogah Berlarut-larut dalam Bayangan Ketakukan, India Akhirnya Kerja Sama dengan Filipina untuk Lawan China, Tak Peduli Cari Mati Demi Kedaulatan dan Harga Diri

Namun, jika tidak ada perubahan setelah masa yang diberikan maka harus melakukan uji kompetensi ulang.

"PNS tersebut diberikan kesempatan selama enam bulan untuk memperbaiki kinerjanya.

Dalam hal PNS tidak menunjukkan perbaikan kinerja sebagaimana dimaksud pada huruf a, maka PNS yang bersangkutan harus mengikuti uji kompetensi kembali," isi dari Pasal 32.

Bila setelah mengikuti uji kompetensi PNS tersebut justru tak memenuhi standar kompetensi jabatan, dapat dipindahkan pada jabatan lain yang sesuai dengan kompetensi yang dimiliki atau ditempatkan pada jabatan yang lebih rendah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

"Dalam hal tidak tersedia jabatan lain yang sesuai dengan kompetensi yang dimiliki atau jabatan lebih rendah yang lowong sebagaimana dimaksud pada huruf c, PNS ditempatkan sementara pada jabatan tertentu dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun," jelas aturan itu.

Baca Juga: Didesain Dengan Konsep 'Instagramable' untuk Masyarakat , JPO GBK Malah Jadi Sasaran Aksi Vandalisme Misterius, Polisi Buru Pelaku

Pada akhirnya, setelah satu tahun tidak tersedia lowongan jabatan sesuai dengan kompetensinya, maka PNS tidak produktif atau mendapat penilaian kinerja dengan predikat kurang atau sangat kurang akan diberhentikan secara hormat.

"Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 4 berlaku sejak peraturan pelaksanaan dari peraturan pemerintah yang mengatur mengenai penilaian kinerja PNS diundangkan," demikian penutup dari regulasi itu.

Artikel ini telah tayang di Gridstar dengan judul Kabar Rencana Pemberhentian 1,6 Juta PNS Gegerkan Publik, Presiden Joko Widodo Punya Kuasa Penuh Pecat ASN yang Tak Produktif.

(*)

Tag

Editor : Angriawan Cahyo Pawenang

Sumber GridStar