Laporan Wartawan GridHot, Desy Kurniasari
GridHot.ID - Warga Bangka Belitung berhasil menangkap seekor buaya.
Buaya yang panjangnya diperkirakan 4,8 meter itu mati setelah dua hari dalam tangkapan masyarakat.
Melansir Bangkapos, seekor buaya ganas, panjang 4,8 meter, bobot sekitar setengah ton, berusia 112 tahun dilumpuhkan.
Buaya jenis kelamin jantan itu, dipancing sang pawang, Mang Ademi (60) atas permintaan Kepala Desa (Kades) Kayubesi, Rasyidi (45) dan warga setempat.
Pasalnya, predator yang hidup di dua alam itu menerkam penduduk lokal.
"Kami tangkap buaya ini menggunakan pancing nomor satu pakai tali rotan umpan tupai. Buaya ini ditangkap di Sungai Kayubesi, arah Ilir perbatasan (Dusun) Limbung (Merawang). Umur buaya ini diperkirakan 112 tahun, panjang 4, 80 meter, berat sekitar setengah ton, lebar tiga keping papan," kata Pawang Buaya, Mang Ademi (60) ketika ditemui Bangka Pos, Selasa (4/8/2020) di Desa Kayubesi Kecamatan Puding Besar Bangka, pasca penangkapan buaya.
Menurut Mang Ademi, ia turun tangan menaklukan buaya itu karena warga merasa resah. Apalagi Kepala Desa (Kades) Kayubesi, Rasyidi yang memintanya menangkap buaya yang dimaksud.
"Karena buaya ini yang sering ganggu warga, makanya kita tangkap," kata Mang Ademi merasa yakin buaya yang ia taklukan pernah menerkam warga bernama Abdullah alias Dullah (30), warga lokal.
Keyakinan Mang Ademi pada buaya tersebut sebagai pemangsa antara lain parameternya, terlihat karena buaya ini sudah tak bergigi lagi (ompong).
"Giginya ompong karena diperkiraan sudah sering menerkam orang. Buaya ini diperkirakan berasal dari arah Sungai Baturusa. Masih ada satu lagi buaya yang akan kita pancing, karena diperkirakan bakal mengganggu manusia," kata Mang Ademi.
Mengenai sugesti spiritual pada buaya buruannya? Ademi menyebut bahwa secara kasat mata, buaya ompong yang ia tangkap bukan buaya biasa.
"Buaya ini bukan buaya biasa, ini buaya igon urang atau buaya 'peliharaan' orang (maaf penjelasan ini dalam istilah ghoib berdasarkan versi pawang -red) Kita terpaksa tangkap karena menggangu warga," kata Mang Ademi.
Kepala Desa (Kades) Kayubesi, Rasyidi alias Rosidi (50) ditemui pada kesempatan yang sama, Selasa (4/8/2020) mengatakan, sudah tiga kali buaya menungggu warga di Desa Kayubesi. Karena itu pula Kades meminta bantuan pawang menaklukan buaya agar warga tidak resah.
"Sejak beberapa tahun terakhir buaya sering ganggu manusia. Mungkin habitatnya rusak karena banyaknya perusahaan kelapa sawit, sehingga makanannya punah. Selain itu, ada anggapan buaya yang ditangkap ini bukan buaya biasa, tapi buaya "peliharaan orang' ..orang luar.
Ini bukan buaya kodok, karena ukurannya cukup besar. Kalau buaya kodok biasanya pendek, sedangkan ini ukuranya besar, panjang 4,8 meter (maaf pada edisi sebelumnya Sekdes Kayubesi, Junaidi sebut buaya kodok -red)," tambah Kades.-- Baca edisi kemarin, soal kisah awal penangkapan buaya ini.
Dilansir dari Kompas TV, buaya raksasa yang sudah dalam kondisi mati itu akhirnya dikuburkan dengan sebuah ritual khusus.
Kepala dan bagian badan buaya tersebut dipotong. Kemudian bagian tubuh buaya dikuburkan terpisah.
Masyarakat setempat memiliki sebuah kepercayaan bahwa hewan predator tersebut adalah titisan siluman, sehingga tidak bisa dikuburkan di satu tempat.
Sekretaris Desa Kayu Besi Junaidi mengatakan, buaya tersebut dipotong, kemudian dibungkus kain kafan dan dikubur di lokasi terpisah.
Cara demikian dilakukan karena masyarakat khawatir buaya yang dipercayai sebagai siluman itu bisa hidup lagi.
"Ada pawang yang mengiringi penguburan dengan ritual, karena buaya itu telah mengganggu manusia. Jadi dianggap sudah menyalahi kodratnya," kata Junaidi saat dihubungi, Kamis (6/8/2020), sebagaimana dikutip dari Kompas.com.
Adapun buaya tersebut diduga mati karena faktor kelelahan setelah ditangkap warga menggunakan umpan monyet pada Senin lalu.
Seorang warga bernama Tarmizi membenarkan adanya ritual penguburan buaya di kalangan masyarakat pedesaan.
"Masyarakat meyakini ada kerajaan buaya. Dengan manusia ada perjanjian tidak boleh saling mengganggu," ujar Tarmizi.
Ritual penguburan buaya yang diperkirakan telah berumur 50 tahun itu menarik perhatian warga.
Sebelumnya, informasi mengenai keberadaan buaya raksasa itu menjadi viral di media sosial.
Sebuah video yang beredar memperlihatkan saat bangkai buaya tersebut dibawa menggunakan buldoser melewati jalan raya.
Sejarawan sekaligus budayawan Pangkalpinang Akhmad Elvian mengatakan, berdasarkan kepercayaan masyarakat setempat, gangguan yang terjadi atas kemunculan buaya biasanya disebabkan karena ada kesalahan atau ulah manusia.
Mantan Kepala Dinas Pariwisata ini menuturkan, apabila gangguan sudah menyangkut kepentingan seluruh warga kampung yang memanfaatkan sungai, maka perlu diadakan upacara taber sungai.
Selain itu, ada kepercayaan bahwa pada tiap-tiap lubuk atau bagian sungai yang lebar dan dalam biasanya dihuni oleh seekor buaya besar yang disebut puaka.
Apabila buaya-buaya puaka berpindah ke salah satu lubuk, maka buaya itu harus bertarung melawan puaka lubuk tersebut.
Menurut Elvian, apabila menang, buaya tersebut menelan satu butir batu sungai.
Kemudian, apabila menang dalam bertarung pada tujuh lubuk, maka dalam perutnya akan ditemukan tujuh butir batu sungai.
"Buaya-buaya yang kalah bertarung inilah yang biasanya membuat onar terhadap manusia yang kehalen (berbuat kesalahan dengan melanggar pantang larang)" kata dia.
Menurut Elvian, untuk menangkal gangguan buaya, perlu dilakukan ritual atau upacara yang dilakukan masyarakat setempat. (*)