Gridhot.ID - Terdakwa I Gede Ari Astina alias Jerinx mengaku tidak bisa mendengarkan secara jelas suara atau audio saat pembacaan dakwaan terhadap dirinya di Pengadilan Negeri Denpasar, Kamis (10/9/2020).
Alasan itu pula lah yang menyebabkan dirinya dan kuasa hukum memilih walk out dari persidangan kasus 'IDI Kacung WHO' itu.
Jerinx mengaku khawatir ada potensi-potensi gangguan jika persidangan tidak digelar secara tatap muka.
Drumer grup Band Superman is Dead (SID) itu mengaku tidak berbicara dengan manusia.
Suara putus-putus
Persidangan tersebut digelar secara online.
Mejelis hakim bersidang dari ruang Cakra PN Denpasar, jaksa penuntut umum dari Kejati Bali.
Sedangkan Jerinx dan kuasa hukumnya berada di lantai tiga Gedung Ditkrimsus Polda Bali.
Saat keluar dari ruang sidang, Jerinx mengaku audio yang digunakan saat persidangan tadi tidak jelas dan putus-putus.
"Saya ndak dengar apa, putus-putus, saya merasa sedang tidak berbicara dengan manusia," kata Jerinx saat diwawancara di lantai tiga kantor Ditreskrimsus Polda Bali.
Jerinx mengungkapkan alasannya kenapa tidak mau menjalani sidang online.
Di era teknologi yang canggih seperti sekarang, Jerinx merasa ada potensi gangguan-gangguan yang terjadi dalam proses persidangan online, baik itu manipulasi layar dan sebagainya, sehingga tidak menjamin proses persidangan berjalan dengan adil.
"Manipulasi itu bisa terjadi, ketika saya live instagram saja, sinyal saya sering di-hack, ketika bicara isu penting suara saya hilang," kata Jerinx.
Saat keluar dari ruang sidang, Jerinx kembali dipaksa mengenakan baju tahanan, dan diborgol.
Sambil berjalan, Jerinx berujar bahwa dirinya diperlakukan seperti koruptor, pembunuh, maling dan teroris.
"Saya koruptor, saya pembunuh, saya maling uang rakyat, saya lebih berbahaya dari teroris," kata Jerinx
Saat masih berada di kantor Ditreskrimsus Polda Bali, Jerinx tak henti-hentinya bergumam mengatakan, bahwa perlakukan hukum terhadap dirinya tidak adil.
Sebab, menurut Jerinx, banyak kasus korupsi, tapi tersangkanya ketika mengajukan penangguhan penahanan malah dikabulkan.
"Nilep uang rakyat boleh penangguhan, beda pendapat harus diborgol seperti teroris," ujar pentolan Grup Band Superman Is Dead (SID).
Laporkan Majelis Hakim ke Mahkamah Agung
Tim penasihat hukum akan melaporkan Majelis Hakim ke Mahkamah Agung, karena dianggap melakukan pelanggaran Undang-Undang dengan memaksakan persidangan kasus Jerinx dilakukan secara teleconference atau online.
"Masih ada cara untuk menjamin protokol kesehatan dalam sidang offline, hakim melakukan tindakan pelanggaran, kami juga akan laporkan ini ke Mahkamah Agung, walaupun Mahkamah Agung menerima atau tidak, kami mau tegaskan," kata penasihat hukum Jerinx, Sugeng Teguh Santoso di kantor Ditreskrimsus Polda Bali.
Pantauan Tribun Bali, meskipun terdakwa Jerinx dan tim penasihat hukumnya memutuskan walk out dari persidangan, polisi dan petugas dari Kejaksaan terus memaksa Jerinx dan kuasa hukumnya kembali ke persidangan.
"Silahkan kembali masuk ke ruang sidang," kata salah satu pejabat di Ditkrimsus Polda Bali.
"Oh tidak bisa, apa hak Anda? Anda bukan aparatur sidang, Ibu tidak ada kewenangan untuk itu," ujar tim penasihat hukum Jerinx
Suasana tegang pun terjadi.
Kendati Jerinx dan tim kuasa hukumnya telah meninggalkan sidang, namun Majelis Hakim tetap memaksa membacakan surat dakwaan.
Sugeng mengatakan, pihaknya bakal menegaskan ke Mahkamah Agung agar dalam proses persidangan tidak menggunakan pendekatan arogansi dan kekuasaan atas penegakan hukum dan keadilan.
Penasihat hukum menilai bahwa adanya pendekatan kekuasaan dalam persidangan Jerinx ini.
"Kami tidak mengenal sidang in absentia, jadi pencarian keadilan itu bisa dilakukan dengan mempertimbangkan penangguhan penahanan, atau mengabulkan sidang offline," kata advokat yang pernah ikut dalam tim kuasa hukum Jokowi dalam perkara Pilpres 2014 silam itu.
Advokat yang terkenal dengan julukan Sang Pembela ini menilai Majelis Hakim dalam persidangan Jerinx melakukan pelanggaran atas peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menurutnya, SKB (surat kesepakatan bersama) itu bukanlah produk hukum.
"Ini jadi pendekatannya adalah pendekatan kekuasaan. Mohon diperhatikan. Ini pendekatan kekuasaan yang digunakan dalam proses persidangan. Hukum memastikan, KUHAP memastikan persidangan yang adil. SKB bukan hukum, masih ada cara untuk menjamin protokol kesehatan, hakim melakukan tindakan pelanggaran," kata advokat jebolan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) tahun 1991 itu.
Sugeng mengatakan pihaknya tegas menolak persidangan online dan semua argumentasi sudah disampaikan dalam sidang.
"Argumentasi sosiologis, hukum, sudah lengkap," kata Sugeng
"Argumentasi logis yang disampaikan dalam sidang tadi yakni soal protokol Covid-19 yang harusnya menjadi tanggungjawab negara untuk kemudian menetapkan protokol Covid yang ketat untuk persidangan offline. Supaya keadilan itu tidak tercederai, dengan menetapkan protokol ketat Covid-19. Bukan menghilangkan keseimbangan," ujar Sugeng.
Saat mengikuti sidang tadi, Sugeng menilai bahwa persidangan online memang tidak efektif karena kesulitan memeriksa dokumen.
Ini terbukti saat hakim kesulitan melihat dokumen yang dibacakan.
"Kami tadi sudah cek, hakim melihat dokumen saja tidak kelihatan, bagaimana kami memeriksa dokumen, atau keterangan saksi secara langsung, kadang putus-putus. Ini keadilan dan keseimbangan. Kalau negara menetapkan sebagai proses ini harus diproses hukum, kami taati. tapi sesuatu yang mencederai, kami menolak," ucap Sugeng.
Selanjutnya, tim penasehat hukum tetap berharap agar persidangan Jerinx bisa dilakukan secara offline.
"Kami akan melihat dan mengevaluasi persidangan ini, apa upaya kami untuk merespons situasi yang terjadi hari ini," kata Sugeng.
Dakwaan Jerinx hanya 5 halaman
Dalam surat dakwaan yang berjumlah lima halaman itu, tim jaksa dikoordinir oleh Jaksa Otong Hendra Rahayu mendakwa Jerinx dengan dakwaan alternatif.
Dakwaan kesatu, perbuatan Jerinx dinilai melanggar Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 54A ayat (2) UU No.19 tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No.11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Atau dakwaan kedua, Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (3) UU No.19 tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No.11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Eletronik jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Usai membacakan dakwaan, majelis hakim kemudian meminta tim jaksa menghadirkan Jerinx serta tim penasihat hukumnya untuk menanggapi surat dakwaan.
Karena Jerinx dan tim penasihat hukumnya telah walk out, majelis hakim men-skor sidang dan memberikan waktu kepada tim jaksa menghadirkan kembali Jerinx.
"Dari dakwaan yang dibacakan tadi, silakan penuntut umum untuk menghadirkan kembali terdakwa sekarang ini. Penasihat hukumnya silakan saja walk out. Silakan dipanggil lagi terdakwa, dan sidang kita skor 15 menit," ujar Hakim Ketua Adnya Dewi.
15 menit kemudian majelis hakim mencabut skor dan tim jaksa menyatakan, tidak bisa menghadirkan Jerinx.
"Kami sudah berupaya untuk menghadirkan kembali terdakwa ke persidangan ini. Namun terdakwa tetap tidak mau atau menolak," terang Jaksa Otong Hendra.
Pula tim jaksa menyampaikan, setelah beradu argumentasi dengan tim penasihat hukum terdakwa, majelis hakim telah menetapkan persidangan dilakukan secara online.
Namun pihak terdakwa dan penasihat hukumnya tidak bersedia, meninggalkan ruangan atau walk out.
"Dalam hal ini kami juga berpendapat bahwa sikap terdakwa dan tim penasihat hukumnya adalah tidak menghormati penetapan majelis hakim. Sehingga kami berpendapat mereka tidak menghormati jalannya persidangan," ucapnya.
Jaksa berpendapat sidang tetap dilanjutkan.
"Kami sampaikan juga bahwa terdakwa dan penasihat hukumnya telah menerima surat dakwaan sejak kami limpahkan perkara ini ke pengadilan. Sehingga pendapat kami, terdakwa dan penasihat hukumnya telah membaca surat dakwaan yang telah kami sampaikan. Kami mohon persidangan ini tetap dilanjutkan ke agenda berikutnya," ujar Jaksa Otong.
Majelis hakim memerintahkan tim Jaksa untuk menghadirkan kembali terdakwa pada sidang berikutnya.
"Sidang berikutnya ditetapkan pada hari Selasa, 22 September 2020 jam 10.00 Wita. Itu perintah menghadirkan terdakwa di sidang berikutnya," kata Hakim Ketua Adnya Dewi sembari.
Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judul Jerinx WO dari Sidang Perdana: Suara Putus-putus, Dakwaan Hanya 5 Lembar, Laporkan Hakim ke MA.
(*)