Nasibnya Terlantar Usai Tanah Rumahnya Dijual Anak Tanpa Ijin, Nenek 83 Tahun Ini Hidup Sebatang Kara di Gubuk Reotnya, Sehari-hari Cuma Minum Susu Sachet untuk Tahan Lapar

Selasa, 20 Oktober 2020 | 18:00
KOMPAS.com/NURWAHIDAH

Nenek Saparia

Gridhot.ID- Usianya sudah mencapai 83 tahun, namun nenek Saparia harus tinggal seorang diri di rumah reyot.

Rumah itu didirikan di tanah milik menantunya di Desa Polewali, Kecamatan Gantarang, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan.

Di rumah tersebut, Saparia memasak dengan tungku yang disimpan di teras rumah.

Baca Juga: Bongkar Tabiat Salmafina yang Bikin Orang Salah Kaprah, Mantan Mertua Taqy Malik Berderai Air Mata, Heidy Sunan: Dia Disakiti Lingkungan Terdekatnya

Rumah itu hanya memiliki satu ruangan tanpa pintu yang berisi kursi plastik dan ranjang kayu.

Saparia tinggal di rumah panggung yang berdinding dan beratapkan seng itu sejak tiga tahun lalu.

Kala itu sang suami tercinta meninggal dunia. Sementara anak sulungnya yang bernama Sikking tega menjual tanah yang ditempati Saparia.

Baca Juga: Masuk Jajaran Biduan Tajir dengan Honor Capai Rp 500 Juta, Ayu Ting Ting Justru Sering Tidur Beralas Karpet, Sang Pedangdut: Penting Lihat Kantongnya

Tanah tersebut dijual Sikking seharga Rp 20 juta tanpa sepengetahuan sang ibu.

Dibantu oleh warga, ibu tiga anak tersebut membongkar rumah yang ia miliki dan memindahkannya ke lahan milik menantu Saparia.

"Saat suami meninggal dunia, anak menjual tanah itupun tidak memberitahukan kepada saya. Saat itu saya menangis ketika mendengar dari orang bahwa tanah di tempati tinggal dijual Sikking Rp 20 juta," kata Saparia dengan bola mata memerah, saat ditemui Kompas.com, di rumahnya Senin (19/10/2020).

Sejak menjual tanah sang ibu, menurut Saparia anak sulungnya itu tidak pernah membesuknya.

"Sikking tidak ada tobat-tobatnya. Setelah menjual tanah tidak pernah ke sini membesuk. Untung saja suami Hamina membiarkan saya numpang di lahannya membangun rumah yang saya tempati saat ini," tutur Saparia.

Baca Juga: Makin Mesra, Jepang Kini Ekspor Peralatan dan Teknologi Militer ke Vietnam Saat Laut China Selatan Sedang Panas-panasnya, Pejabat Sebut Langkahnya untuk Ciptakan Kedamaian

Beli susu sachet untuk menahan lapar

Untuk mencukupi kebutuhannya sehari-hari, Saparia bekerja sebagai pemulung.

Ia akan berjalan kaki meninggalkan rumah sekitar pukul 05.00 Wita dan pulang siang hari.

Selain mencari botol bekas, ia juga mencari kayu bakar untuk memasak.

Baca Juga: Sifat Playboy Seakan Sudah Mendarah Daging, Beredar Foto Ahmad Dhani Berendam Dikelilingi 3 Perempuan, Suami Mulan Jameela: Selingkuh Itu Manusiawi

Botol-botol bekas tersebut dikumpulkan selama dua bulan. Jika sudah mencapai tujuh karung, ia akan menjulanya ke pengepul.

"Jika dijual dengan harga Rp 100.000 per botol. Itupun dijual kalau sampai tujuh karung biasanya dapat Rp 50.000" ungkapnya.

Ia mengaku saat ini kaki kanannya sering sakit sehingga tak lagi bisa berkeliling jauh untuk mengumpulkan botol bekas.

Saparia bercerita jika ia bisanya mendapatkan bantuan beras dari salah satu anggota DPRD Bulukumba.

Namun sejak tiga hari terakhir, dia mengaku kehabisan beras.

Baca Juga: Bikin Trenyuh, Tak Hanya Pasang Badan Selamatkan Nyawa Sang Ibu, Rangga Ternyata Juga Selamatkan Calon Adik dalam Kandungan

Untuk menahan lapar, ia terpaksa membeli susu sachet. Namun rasa kenyang dari susu tak membuatnya bertahan.

Saat malam ia kerap merasa kelaparan.

Walaupun tak memiliki beras, Saparia mengaku malu meminta kepada tetangga.

Baca Juga: Gotong Hulu Ledak Hingga 450 kg, Rudal Kalibr-NK Jadi Senjata Baru Kapal Fregat Rusia, Uji Cobanya di Laut Jepang Bakal Buat Negara Lain Pikir Ribuan Kali untuk Serang Negeri Beruang Merah

"Mau gimana lagi kasihan kita ini orang tidak bisa apa-apa kalau sakit begini tidak pergi cari botol. Padahal hanya botol sumber penghasilan. Apalagi saya malu minta beras pada tetangga," kata Saparia.

Saat dikonfirmasi terpisah, Kepala Desa Polewali Ambo Cinning membenarkan jika Sikking anak pertama Saparia telah menjual tanah milik ibunya.

"Memang anaknya itu seperti maling kundang, masa tega dengan orangtua sendiri," kata Ambo.

Ia menjealskan selama Saparia juga mendapatkan bantuan termasuk BLT dana desa untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari.

"Memang diutamakan bantuannya kepada Saparia karena memang layak menerima," ungkapnya.(*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kisah Nenek Saparia yang Hidup Sebatang Kara, Tanah Dijual Anak, Minum Susu Sachet untuk Menahan Lapar"

Tag

Editor : Nicolaus

Sumber Kompas.com