Awalnya Koar-koar Siap Gempur China, Jenderal Senior 'Naga Asia Kecil' Telan Ludah Usai Lihat Kekuatan Militer Taiwan Masih Kalah Telak, Ternyata Ini Alasannya

Jumat, 06 November 2020 | 20:25
Bussiness Insider

Tentara Taiwan

Gridhot.ID-Taiwan menjadi salah satu negara yang tantang China 1 tahun belakangan ini.

Tantangan berasal dari keinginan Taiwan menjadi konstitusi berdaulat sepenuhnya.

Hal itu dianggap oleh China sebagai tindakan pemberontakan.

Baca Juga: China Mulai Tak Banyak Menggertak, Kini Pemerintahnya Justru Persenjatai Kapal Penjaga Pantai yang Berpatroli, Perintahkan Langsung Tarik Pelatuk Jika Ada yang Nyenggol

Bagi China, Taiwan adalah salah satu provinsi bawahan mereka.

Akibatnya, ketegangan secara politik dan militer meningkat di antara kedua negara.

Ditambah lagi dengan dukungan AS kepada Taiwan untuk menjadi negara berdaulat.

Baca Juga: Sebut Ada Penipuan di Pilpres AS, Anak Donald Trump Panas-panasi Bapaknya untuk Lawan Segala Kecurangan yang Tercium, Teori Konspirasi Mulai Disebarkan

China menganggap AS telah melanggar politik dalam negeri mereka.

Sejak saat itu, China mulai berani untuk lebih sering menggempur Taiwan.

Hadapi hal itu, Taiwan mulai siapkan militer mereka.

Tindakan tersebut mereka laksanakan untuk siap siaga kala kondisi terburuk tercapai dan Taiwan harus perang dengan China.

Namun rupanya tidak semua warga Taiwan mendukung perang dengan China.

Melansir Kompas.com, seorang jenderal Taiwan mengungkapkan negaranya tidak akan bertahan lama jika perang melawan China di kawasan Selat Taiwan.

Baca Juga: Bertanggung Jawab Pada Hampir 100 Kasus Pembunuhan, Presiden Kosovo yang Didakwa Sebagai Penjahat Perang Memutuskan untuk Mengundurkan Diri, Hashim Tachi: Saya Percaya Pada Kebenaran

Letnan Jenderal Yeh Jen-wen, perwira angkatan laut selama 32 tahun memberikan peringatan kepada Presiden Tsai Ing-wen agar "tak bermain dengan api".

Dikutip China Review, Dia menyoroti kebijakan pemerintahan Tsai yang meningkatkan belanja senjata dengan Amerika Serikat (AS).

Salah satunya adalah pembelian sistem rudal Harpoon senilai 2,37 miliar dollar AS, atau sekitar Rp 34 triliun, dilansir Newsweek Rabu (4/11/2020).

Baca Juga: Subsidi Gaji Gelombang 2 Sudah Dinanti-nanti, Menaker Singgung KPK Sebelum Semua Bantuan Mulai Ditransfer Lagi: Minggu Ini Bisa

Kemudian pada Selasa (3/11/2020), Kementerian Luar Negeri AS menyetujui penjualan empat drone Reaper dengan harga 600 juta dollar AS (Rp 8,6 triliun).

Ini merupakan transaksi jual beli senjata kesepuluh yang terjadi antara Taiwan dengan AS sejak Presiden Donald Trump berkuasa pada 2017.

Berdasarkan UU Relasi Taiwan, Washington berkewajiban untuk menyediakan senjata yang membuat pulau itu bisa mempertahankan diri.

Tetapi berdasarkan argumentasi Yeh, rudal Harpoon yang bisa menjangkau jarak hingga 241 kilometer bisa dianggap senjata agresif.

"Pembelian terbaru terhadap Harpoon jelas mengancam kapal induk milik China dan upaya mereka untuk mengakses kawasan Pasifik," kata dia.

Mantan wakil komandan di angkatan laut itu menuturkan, pemerintahan Tsai dan Trump secara sengaja sudah "memprovokasi" Beijing.

Baca Juga: Gara-gara Wanita Bernama Ayu Intan, Dirinya Dicopot dari Jabatan Dandim 0736 Batang, Letkol Dwison Evianto Bukan Prajurit TNI Sembarangan, Pernah di Kesatuan Elit yang Ditakuti Saat Perang

Yeh mengeklaim jika Harpoon itu sampai didatangkan dan dipasang di lepas pantai, "Negeri Panda" jelas bakal bertindak karena mereka merasa terancam.

Dia menjelaskan dinamika di Selat Taiwan kini bukan lagi masalah strategi, namun psikologi.

Dia memprediksi Beijing bakal mengambil tindakan.

Baca Juga: Sekian Lama Berjuang dalam Kondisi Sekarat Ekonomi, Indonesia Akhirnya Resmi Jatuh ke Lubang Resesi, Rakyat Kelas Menengah dan Bawah dalam Bahaya

Sang jenderal berkata politisi boleh mengucapkan sesuatu yang ambigu.

Namun tidak dengan dunia militer, di mana dia takut perang bisa terjadi kapan saja.

Menteri Pertahanan Yen De-fa menyatakan, mereka bisa menggerakkan sekitar 450.000 personel jika menghadapi perang dengan China di selat.

Yeh mencatat jumlah tersebut mencakup 185.000 tentara aktif dan 260.000 serdadu cadangan.

Tapi dalam pandangannya, mereka masih kalah jumlah.

"Taiwan hanya bisa bertahan selama dua minggu. Apakah kita mempunyai cukup pasukan? Kita harus mengajukan langkah hukum jika ingin kompetitif," paparnya.

Baca Juga: Susah Payah Tumpah Darah Demi Merdeka dari Indonesia, Timor Leste Hampir Saja Hancur Akibat Kesalahan Pemerintahannya Sendiri, Krisis Besar Buat Rakyatnya Marah Besar Tak Percaya Negara

Yeh juga menyebut laporan terbaru Kementerian Pertahanan AS per September, di mana anggaran militer China lebih besar 15 kali lipat dari Taipei.

Dia bukan satu-satunya pejabat militer yang mengeluhkan kurangnya persiapan mereka jika sewaktu-waktu harus menghadapi gempuran Beijing.

Mayor Jenderal Purnawirawan Hsiao Tien-liu berujar, pasukan mereka begitu kurang dalam hal persenjataan untuk mempertahankan selat.

Baca Juga: Letkol TNI Dwison Dicopot Sebagai Dandim 0736 Batang, Diduga Gara-gara Urusan dengan Ayu Intan, Warga Bongkar Sosok Sebenarnya Sang Wanita: Kami Tahu Siapa yang Salah!

"Bagaimana seorang prajurit bisa berperang jika dia tak punya cukup peralatan? Apakah mereka harus bertempur dengan sapu?" keluhnya.(*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Jenderal Taiwan Sebut Negaranya Hanya Bisa Bertahan 2 Minggu jika Perang dengan China"

Tag

Editor : Nicolaus

Sumber Kompas.com