Find Us On Social Media :

Kasus Covid-19 Kembali Melonjak, Seorang Pimred Jurnal Ilmiah Sebut Pandemi Berubah Jadi Sindemi, Berikut Penjelasan Epidemiolog!

Covid-19 Berubah Jadi Sindemi, Epidemiolog Beri Penjelasan!

 
 
Gridhot.ID - Bukan lagi pandemi, Covid-19 yang masih terus menjangkiti warga di berbagai negara ini telah berubah jadi sindemi.

Sudah hampir setahun sejak Covid-19 menjakit di China, kini jumlah orang yang terinfeksi di seluruh dunia sudah mencapai angka lebih dari 50 juta jiwa.

Diberitakan Kompas.com, Jumat (13/11/2020), mengutip data dari Worldometers pukul 05.15 WIB, virus corona telah menginfeksi sebanyak 53.003.790 orang di seluruh dunia.

Baca Juga: Bongkar Rahasia Masa Lalu, Ahmad Dhani Ternyata Tak Ciptakan Lagu 'Kangen' untuk Maia Estianty, Sang Musisi: Itu untuk Orang Lain

Menilik kemajuan tim medis, hingga kini lebih dari selusin kandidat vaksin Covid-19 masih dalam tahap pengujian, beberapa telah hampir menyelesaikan fase akhirnya yaitu uji klinis.

Semakin tingginya angka infeksi Covid-19, sejumlah negara juga kembali memberlakukan lockdown setelah mencatat rekor penambahan jumlah kasusnya.

Kendati berbagai strategi dan kebijakan telah dilakukan, sejumlah ilmuwan dan pakar kesehatan menilai hal itu masih terlalu terbatas untuk menghentikan laju infeksi yang disebabkan virus corona baru, SARS-CoV-2.

Baca Juga: Seru dan Penuh Inspirasi, Even Ayah S.I.A.P 2020 Sukses Digelar Selama 3 Hari, Begini Keseruan dari Isi Programnya

"Semua intervensi kita berfokus pada memotong jalur penularan virus untuk mengendalikan penyebaran patogen," kata Richard Horton, pemimpin redaksi jurnal ilmiah The Lancet, seperti dikutip BBC, Kamis (12/11/2020).

Melihat kondisi Covid-19 saat ini, Horton menilai semestinya bukan dianggap sebagai pandemi, melainkan sebagai "sindemi".

Lantas, apa itu sindemi dan bagaimana seharusnya penanganan Covid-19 dilakukan?

Sindemi adalah akronim yang berasal dari kata sinergi dan pandemi. Artinya, penyakit seperti Covid-19 tidak boleh berdiri sendiri.

Pada satu sisi, ada virus SARS-CoV-2, yaitu virus penyebab Covid-19 dan disi lain ada serangkaian penyakit yang sudah diidap oleh seseorang. 

Baca Juga: Selain Hadapi Acaman Cerai dari Istrinya, Donald Trump yang Lepas dari Kursi Kepresidenan Bakal Hadapi Tuntutan Hukum Bertubi, Begini Kemungkinan-kemungkinannya

Nah, kedua elemen ini saling berinteraksi dalam konteks ketimpangan sosial yang mendalam.

Mengingat pernyataan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pada awal tahun 2020, yang mengatakan bahwa dampak pandemi Covid-19 dialami secara tidak proporsional pada kelompok masyarakat paling rentan.

Di antaranya orang yang hidup dalam kemiskinan, pekerja miskin, perempuan dan anak-anak, serta penyandang disabilitas dan kelompok marjinal lainnya.

Baca Juga: Kelewat Tajir, Jennifer Jill Akui Pernah Bayar Ajun Perwira Lantaran Jengkel Suaminya Sibuk Syuting: Gue Kesel Banget, Pengin Gue Arahin ke Bisnis

Sindemi bukanlah istilah baru dan telah muncul sekitar tahun 1990-an yang diciptakan oleh antropolog medis asal Amerika Serikat, Merill Singer.

Epidemiolog dari Griffith University, Australia, Dicky Budiman mengutip hal serupa untuk menjelaskan apa itu sindemi.

"Sindemi adalah kumpulan atau kejadian dari dua atau lebih epidemi secara bersamaan atau berurutan atau bisa juga suatu kejadian kelompok penyakit dalam suatu populasi dengan interaksi biologis, yang memperburuk prognosis dan beban penyakit yang sudah ada," kata Dicky saat dihubungi Kompas.com, Jumat (13/11/2020).

Menurutnya, sindemi melibatkan banyak faktor yang ada di suatu negara, sehingga tidak bisa disamakan dengan negara lain.

"Kalau negara seperti Selandia Baru atau Australia, yang penyakit lainnya cenderung terkendali, maka sinergitas itu tidak terpenuhi," kata Dicky.

Baca Juga: Penderita Hipertensi Tak Perlu Cemas, 4 Macam Buah Ini Ampuh Turunkan Tekanan Darah Tinggi, Berikut Vitamin dan Manfaat yang Terkandung Didalamnya

Namun, Dicky mengungkapkan bahwa kondisi Covid-19 di Indonesia saat ini sudah tepat untuk disebut sebagai sindemi.

"Kalau Indonesia sudah pas. Misal sindemi Covid-19 pada anak. Infeksi Covid-19 pada anak di Indonesia memang secara angka belum terlalu kelihatan, karena rendahnya cakupan tes pada anak," ujar Dicky.

"Tapi kalau dibandingkan dengan negara lain kita salah satu yang paling tinggi. Nah, kalau kita lihat dari aspek sindemi, angka infeksi Covid-19 pada anak di Indonesia itu tinggi karena cakupan imunisasi bisa jadi pada masa pandemi ini menurun," imbuhnya.

Baca Juga: Aurel dan Atta Halilintar Batal Nikah Tahun Ini, Anang Hermansyah Beri Kode untuk Calon Besan: Nggak Mau Rewel, Tinggal Nunggu Bapaknya Datang

Cakupan imunisasi itu akan memengaruhi banyak aspek lain, terutama daya tahan tubuh dari anak dan potensi infeksi wabah lain. Selain itu, Dicky juga menyebut stunting di Indonesia termasuk epidemik.

"Stunting di Indonesia salah satu yang tertinggi di dunia, dan ini berkontribusi pada Covid-19. Jadi kalau melihat sindemi kayak gitu. Selain itu kalau sindemi pada anak juga ada masalh lain, yaitu sanitasi dan hygiene," kata Dicky.

"Walaupun di kota, tapi kalau di lingkungan kumuh, itu sanitasi dan hygiene-nya jelek. Nah ini berkontribusi pada anak yang tinggal di lingkungan itu untuk cenderung memiliki daya tahan tubuh rendah, gizi buruk, sehingga ketika orang tuanya terinfeksi Covid-19, kemungkinan dia terinfeksi akan lebih mudah. Nah sindemi seperti itu analisisnya," katanya melanjutkan. (*)

Artikel ini tayang di Kompas.com dengan judul "Muncul Istilah Sindemi Covid-19, Apa Itu?"