Find Us On Social Media :

Ketemu Paskhas TNI AU di Timor Leste, Ratusan Prajurit Pasukan Khusus Australia Langsung Mati Kutu Padahal Sudah Diperintahkan untuk Siap Perang dan Adu Senjata, Kemampuan Ini yang Buat Mereka Takut dengan Indonesia

Latihan pengawalan VVIP yang dilakukan oleh Detasemen Bravo 90 Paskhas.

Gridhot.ID - Tak heran jika Timor Leste sempat menjadi area perang yang menegangkan.

Bahkan pernah terjadi ketegangan beberapa saat setelah Timor Leste resmi berpisah dengan Indonesia.

Sebab, pasukan Indonesia yang semula bermarkas di Tim-Tim, bergegas meninggalkan negara baru itu sambil membawa perlengkapan tempur.

Melihat kondisi itu, pasukan multinasional The Internal Force of East Timor (INTERFET) yang dipimpin pasukan khusus Australia mulai mendarat demi melancarkan operasi stabilitas keamanan di sana.

Pasukan INTERFET mendarat pertama kali menggunakan pesawat C-130 Hercules milik Angkatan Udara Australia pada 20 September 1999.

Hal ini membuat suasana pagi kota Dilli yang semula tenang langsung berubah tegang.

Pasalnya ratusan pasukan INTERFET yang keluar dari perut pesawat alih-alih berbaris rapi.

Baca Juga: Bak Menghitung Mundur Menuju Tragedi, Mbak You Dapat Bisikan Ramalan Adanya Tabrakan Kapal Mengerikan yang Bakal Terjadi di Tahun 2021: Ada Satu Tokoh Berada di Situ!

Lalu melaksanakan upacara dan briefing dan berkoordinasi dengan pasukan TNI (Paskhas) yang sedang mengamankan Bandara Komoro, mereka langsung stelling (siap tempur).

Sambil diiringi oleh sirine yang meraung-raung, semua personel pasukan INTERFET keluar dari pesawat dalam kondisi siap menembaki dan berlarian ke berbagai arah untuk membentuk perimeter (pertahanan) pengamanan Bandara Komoro.

Sepak terjang pasukan INTERFET yang siap tempur dalam kondisi senjata terkokang dan siap menembak itu jelas membuat para prajurit Paskhas yang sedang bertugas mengoperasikan dan mengendalikan bandara jengah.

Sebagai pasukan komando terlatih dan memiliki kemampuan khusus mengoperasikan bandara mereka memang ditugaskan mengamankan bandara setelah para operator sipil Bandara Komoro dievakuasi ke Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), sekaligus menjadi pasukan paling terakhir yang meninggalkan Dili.