Gridhot.ID - Pilkada sebentar lagi akan terlaksana.
Acara tersebut bakal jadi yang dinanti-nanti beberapa orang karena menjadi pesta demokrasi luar biasa untuk masyarakat.
Menjelang Pilkada Serentak yang akan digelar 9 Desember 2020 dinamika politik makin berwarna, termasuk di media sosial.
Sejumlah paslon di Jawa Tengah dan daerah lain, rajin publikasi dan memperkenalkan diri.
Apalagi di masa kampanye 26 September hingga 5 Desember 2020 ini banyak postingan yang dipublish oleh para buzzer untuk tujuan tertentu sesuai pesanan klien mereka.
Tribunjateng.com menelusuri keberadaan buzzer, untuk mengungkap apa targetnya, siapa sasaran, apa saja persyaratan, bagaimana sistem kontrak kerja dan tentu saja berapa biayanya.
Buzzer bisa dimaknai sebagai pendengung. Yaitu mendengungkan, mempromosikan, mengampanyekan sesuatu baik produk maupun isu tertentu melalui postingan di akun media sosial.
Lantas, fenomena terkini adanya video syur yang beredar di medsos maupun WA, apakah hal itu mengganggu atau justru membantu kinerja para buzzer dalam melakukan aksinya. Seorang pelaku buzzer yang berdomisili di Kota Semarang, sebut saja Alex, membeberkan cara kerja, jangkauan, bayaran serta hal-hal yang boleh maupun tak boleh dilakukan.
Berbekal ilmu komputer yang didapat semasa kuliah, Alex kini bekerja sebagai buzzer. Awalnya ia hanya mencoba tawaran yang diberikan oleh rekannya, namun tak terasa sudah hampir 1,5 tahun ia menggeluti profesi tersebut dan konsumen pun semakin banyak, tarif tambah mahal.
"Awalnya dari mantan teman kantor yang dulu minta bantuan menyiapkan akun-akun dan akomodir di facebook untuk kampanye. Tapi dirasa cukup memuaskan customer, kami diminta membuat kanal-kanal dan akun-akun pendukung untuk push elektabilitas tersebut," kata Alex.