Kepemimpinan Soekarno Bak Malapetaka Bagi Amerika, AS Sampai Gunakan Bank Dunia dan IMF Sebagai 'Senjata' untuk Taklukkan Indonesia, Ini Kisahnya

Sabtu, 12 Desember 2020 | 18:42
United States Information Service

Presiden Soekarno bersama Wakil Presiden Amerika Serikat Richard Milhous Nixon berjalan di depan korps musik penyambutan di Washington Military Airport.

Gridhot.ID -Indonesia di era Presiden Soekarnopernah menjadi negara yang amat disegani di dunia.

Ya, bukan rahasia lagi ketika Soekarno menjabat presiden, Indonesia dipandang sebagai negara Anti-Barat.

Soekarno dipandang sebagai salah satu pelopor utama gerakan nonblok yang didirikan di Beograd tahun 1961.

Baca Juga: Rela Korbankan Peluang Indonesia Lolos ke Piala Dunia, Inilah Deretan Perjuangan Bung Karno dalam Membela Palestina, Tak Melirik Saat Diberi Ucapan Selamat oleh Israel

Konferensi itu diselenggarakan di Bandung tahun 1955 dan memperkenalkan gerakan ini ke panggung dunia.

Soekarno bersama Nasser dan Nehru, adalah pemimpin yang mewujudkan dunia untuk melawan dominasi kolonialisme lama.

Dalam pertemuan tersebut, Soekarno berpidato dengan lantang mengatakan tentang kolonialisme dan neo-kolonialisme.

"Fakta bahwa para pemimpin masyarakat Asia dan Afrika dapat bertemu di salah satu negaranya sendiri untuk berdebat dan merefleksikan masalah bersama mereka adalah hal baru."

"Awal sejarah. Kita sering diberitahu bahwa kolonialisme sudah mati. Jangan sampai kita tertipu atau bahkan ditenangkan oleh rumus yang menyesatkan itu."

"Saya meyakinkan Anda bahwa kolonialisme sangat hidup. Bagaimana kita bisa menegaskan sebaliknya selama wilayah Asia dan Afrika yang luas tidak bebas?"

Baca Juga: Ngambek Tak Mau Berangkat ke Amerika Tanpa Pramugari Pilihannya, Bung Karno Buat Ribet Satu Istana Hanya Gara-gara Sedang Jatuh Cinta, Padahal Hanya Berawal dari Lukisan

Dokumentasi Tribunnews via United States Information Service
Dokumentasi Tribunnews via United States Information Service

Dalam buku 'Marilyn Monroe Unseen Archives' disebutkan Joshua Logan (tengah) memperkenalkan Marilyn Monroe kepada Presiden Soekarno.

"Kolonialisme juga memiliki pakaian modernnya, dalam bentuk kontrol ekonomi, kontrol intelektual, kontrol fisik aktual oleh komunitas kecilbangsa asing dalam suatu negara."

"Ini adalah musuh yang terampil dan ditentukan, dan muncul dalam banyak samaran. Mereka tidak menunjukkan jarahannya dengan mudah. Dimanapun, kapanpun dan bagaimanapun, kolonialisme adalah sesuatu yang jahat, dan harus diberantas dari bumi"

Soekarno menjunjung tinggi pandangan anti-imperialis dalam hal kebijakan luar negeri.

Pada tahun 1956, ia menolak utang kolonial dan tahun berikutnya ia menasionalisasi perusahaan Belanda.

Di kancah internasional, Soekarno memainkan blok-blok Perang Dingin melawan satu sama lain.

Namun ketegangan meningkat, Amerika Serikat tidak menyetujui bantuan besar-besaran Soviet ke Indonesia.

Karena Amerika berpikir bahwa bantuan Soviet dapat diambil alih ke sikap pro-Komunis.

Karena hal itu, mereka mendukung pemberontakan internal dan berusaha mengguncang kepemimpinan Soekarno yang menentang dukungan ini di PBB.

Baca Juga: Petilasan Soekarno Ini Wujudnya Sangat Tak Biasa, Tangga Setapak Melintasi Bukit dan Jalan Jadi Pusat Perhatian, Lihat Penampakan Vila Riung Gunung

Sampai tahun 1963, Soekarno berhasil mempermainkan2 blok itu satu sama lain tetapi mereka meminta dia untuk memilih sisi.

Amerika Serikat memutuskan untuk bertindak menggunakan Bank Dunia dan IMF.

Delegasi IMF mengunjungi Indonesia pada tahun 1962 dan mengusulkan bantuan keuangan dengan syarat kerjasama erat dengan IMF.

Situasi ekonomi Indonesia yang labil dimanfaatkan dengan kucuran dana pinjaman untuk membuat Indonesia mudah dikontrol.

Pada Maret 1963, AS memberikan pinjaman 17 juta dolar, dan2 bulan kemudian, pemerintah Indonesia mengumumkan serangkaian tindakan ekonomi baru, devaluasi rupiah, penghematan anggaran, penangguhan subsidi sesuai dengan kebijakan IMF.

Bulan berikutnya, anggota OECD bertemu untuk menyepakati kesepakatan mobilisasi dana.

AS mengusulkan untuk berkontribusi, bersama IMF dan Bank Dunia, hingga setengah dari perkiraan 400 juta dolar.

Baca Juga: Kembali Menapaki Hidup Baru, Pernikahan Istri Mendiang Aktor Kawakan Sys Ns Digelar Cukup Meriah Hingga Berhasil Sabet Rekor MURI

Pada bulan Agustus, di bawah dorongan AS, Indonesia menandatangani "pengaturan siaga", di mana ia menerima pinjaman 50 juta dolar.

Tapi semuanya berubah pada September 1963 ketika Inggris memproklamasikan Federasi Malaysia tanpa konsultasi.

Soekarno memandang proklamasi itu sebagai manuver yang membuat negaranya tidak stabil dan bereaksi dengan menasionalisasi perusahaan-perusahaan Inggris.

Ini berarti pembatalan kesepakatan yang dicapai dengan IMF.

Namun demikian, PBB menyetujui pembentukan Malaysia, sementara Soekarno yang gagal memenangkan kasusnya, membanting pintu PBB pada tahun 1965.

Situasi ekonomi sangat memprihatinkan. Banyak pinjaman yang diterima dari Barat dan Uni Soviet disia-siakan untuk barang-barang konsumen, proyek dan senjata bergengsi.

Meskipun Soekarno membela hak-hak rakyat Indonesia, ia gagal memperbaiki perekonomian negaranya.

Baca Juga: Dianggap Sebagai Titik Balik Penumpasan G30S, Inilah Keputusan Bung Karno Kala Dirinya Diamankan di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma

Perekonomian Indonesia, tergantung dari bantuan luar, terpukul keras oleh jatuhnya harga bahan mentah dan harga karet merosot drastis.

Sementara kebijakan pengeluaran publik Soekarno yang boros berperan dalam mendorong inflasi yang mencapai tingkat tahunan 600% pada akhir waktunya berkuasa.

Perang Dingin mencapai puncaknya, dan Soekarno menarik kemarahan Washington dengan menasionalisasi semua perusahaan swasta asing (kecuali untuk industri perminyakan).

Iameninggalkan IMF dan Bank Dunia pada Agustus 1965 dan memutuskan untuk mengambil alih negara secara mandiri.

Artikel ini telah tayang diIntisari Onlinedengan judul: "Ketakutan Setengah Mati Saat Soekarno Memimpin Indonesia, Begini Cara Amerika Gunakan Bank Dunia Sebagai Senjata Untuk Menjinakkan Indonesia, Ini Kisahnya."

(*)

Tag

Editor : Candra Mega Sari

Sumber Intisari Online