Gridhot.ID - Aktivitas masyarakat dalam bermedia sosial kini bakal terbatasi setelah polisi virtual bakal segera berpatroli.
Tugas dari polisi virtual ini tak lain adalah untuk mengintai segala bentuk kegiatan masyarakat yang agar tak melanggar UU ITE.
Hal ini pun membuat masyarakat was-was serta heboh.
Bahkan melansir dari Grid.ID, belakangan ini UU ITEkembali menjadi trending topik di Twitter.
Pro dan kontra pun mengiringi aktifnya polisi dunia maya bakal segera berpatroli tersebut.
Kepolisian Republik Indonesia ingin segera mengaktifkan polisi virtual atau polisi di dunia maya.
Hal ini diungkapkan oleh Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo menanggapi wacana revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Tujuan dibentuknya virtual police ini adalah untuk memberikan edukasi kepada masyarakat di media sosial, jika ada unggahan yang bisa dijerat dengan UU ITE.
"Virtual police menegur dan menjelaskan potensi pelanggaran pasal sekian dengan ancaman hukuman sekian, lalu diberikan (dijelaskan) apa yang sebaiknya dia lakukan," ujar Sigit dalam Rapim Polri, Selasa (16/2/2021).
"Tolong ini dikerjasamakan dengan Kominfo, sehingga kalau ada konten-konten seperti itu, virtual police muncul sebelum cyber police yang turun," imbuh Sigit dilansir Kompas.com.
Menurutnya, dalam hal ini Polri juga bisa bekerja sama dengan para pegiat media sosial atau influencer.
Dengan begitu, edukasi tentang UU ITE benar-benar dipahami masyarakat.
"Saya kira ini bisa dengan melibatkan influencer yang disukai masyarakat, sehingga proses edukasi dirasakan nyaman, tidak hanya menakut-nakuti, tapi membuat masyarakat tertarik dan sadar serta memahami apa yang boleh dan tidak boleh," tuturnya.
Terkait penerapan UU ITE, Sigit juga memberikan instruksi kepada jajarannya untuk membuat panduan tentang penyelesaian kasus-kasus yang menggunakan UU ITE.
Hal ini menindaklanjuti arahan Presiden Joko Widodo yang menekankan agar tidak ada lagi penggunaan pasal-pasal karet UU ITE untuk mengkriminalisasi pihak tertentu.
Salah satu yang perlu diatur, menurut Sigit, yaitu agar laporan-laporan dengan pasal UU ITE yang bersifat delik aduan, dilaporkan langsung oleh korban.
"Tolong dibuat semacam STR atau petunjuk agar bisa dijadikan pegangan bagi para penyidik saat menerima laporan," kata Sigit.
"Bila perlu, jika ada pelaporan tertentu yang bersifat delik aduan, yang lapor harus korbannya. Jangan diwakil-wakili lagi. Ini supaya tidak ada asal lapor, nanti kita yang kerepotan," tambahnya.
Sigit pun mengatakan, penyelesaian perkara yang menggunakan UU ITE harus mengedepankan mediasi antara pelapor dan terlapor.
Baca Juga: 2 Anak Kandungnya Positif Corona, Krisdayanti Justru Sibuk Lakukan Ini: Dalam Rangka Tupoksi!
Ia berpendapat, tidak perlu ada penahanan jika perkara yang dilaporkan tidak berpotensi menimbulkan konflik di masyarakat.
"Bila perlu kalau memang tidak berpotensi menimbulkan konflik horizontal ya tidak perlu ditahan.
Jadi proses mediasi. Mediasi tidak bisa, ya tidak usah ditahan.
Kecuali yang memang berpotensi menimbulkan konflik horizontal," ujarnya.
Soal kehadiran virtual police ini sebelumnya juga sempat disampaikan Sigit saat mengikuti uji kepatutan dan kelayakan di DPR pada Januari lalu.
Ia berencana mengoptimalkan kampanye siber.
Kampanye tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya keamanan data pribadi dan etika bermedia sosial tanpa menutup ruang kreativitas.
Dalam pelaksanaannya, Sigit mengungkapkan ingin melibatkan influencer.(*)