Gridhot.ID - Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah baru saja ditangkap KPK.
Dikutip Gridhot dari Kompas.com, Nurdin ditangkap karena adanya dugaan kasus korupsi yang menjeratnya.
Siapa sangka kalau penangkapan ini terjadi karena adanya laporan dari warga.
Hal ini diungkapkan oleh Ketua KPK Firli Bahuri saat menetapkan Nurdin Abdullah sebagai tersangka kasus dugaan suap, Minggu (28/2/2021) dini hari.
Menurut Firli, kegiatan operasi berawal dari informasi masyarakat terkait adanya dugaan terjadinya penerimaan sejumlah uang oleh penyelenggara negara pada Jumat (26/2/2021) malam.
Lantas, bagaimana cara masyarakat bisa melaporkan kasus dugaan korupsi maupun suap ke KPK?
Cara lapor ke KPK ternyata cukup mudah dan cepat, yakni melalui www.kpk.go.id.
Atau bisa juga melalui nomor WhatsApp (WA) 0811959575.
Berikut langkah-langkahnya dilansir dari Kompas.com dalam artikel 'OTT Kasus Juliari Berawal dari Laporan Masyarakat, Ini Cara Membuat Aduan ke KPK'
1. Kunjungi website www.kpk.go.id, lalu pilih menu "KPK Whistleblower's System", atau langsung mengaksesnya melalui tautan ini: LINK
2. Isi Username, Email, password, dan Re-Type Password untuk register (bagi yang belum pernah punya akun di situs KPK)
3. Jika sudah punya akun, silahkan login dan masukkan email dan password
4. Klik tombol 'Aduan Baru' di pojok kanan atas
5. Pilih 'Pengaduan Masyarakat' untuk Pengaduan Dugaan Korupsi di Lingkungan Saudara ke KPK, atau 'Pengaduan Dugaan Korupsi di Lingkungan Saudara ke KPK' untuk Pengaduan Dugaan Pelanggaran Pelaksanaan Tugas dan Wewenang KPK
6. Lalu isi semua kolom isian sesuai dengan aduan anda
7. Centang 'Kirim sebagai anonymous' untuk merahasiakan identitas anda
8. Klik 'Kirim'
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menyampaikan laporan ke KPK, yakni meliputi persyaratan dan kelengkapan atas pelaporan tersebut.
Sebab, laporan yang lengkap akan mempermudah KPK dalam memproses tindak lanjutnya.
Tindak lanjut penanganan laporan tersebut sangat bergantung pada kualitas laporan yang disampaikan.
Format laporan atau pengaduan yang baik:
- Pengaduan disampaikan secara tertulis
- Dilengkapi identitas pelapor yang terdiri atas: nama, alamat lengkap, pekerjaan, nomor telepon, fotokopi KTP, dan lainnya
- Kronologi dugaan tindak pidana korupsi
- Dilengkapi dengan bukti-bukti permulaan yang sesuai
- Nilai kerugian dan jenis korupsinya: merugikan keuangan negara/penyuapan/pemerasan/penggelapan
- Sumber informasi untuk pendalaman
- Informasi jika kasus tersebut sudah ditangani oleh penegak hukum
- Laporan/pengaduan tidak dipublikasikan
Bukti permulaan pendukung yang perlu disampaikan antara lain:
- Bukti transfer, cek, bukt penyetoran, dan rekening koran bank
- Laporan hasil audit investigasi
- Dokumen dan/atau rekaman terkait permintaan dana
- Kontrak, berita acara pemeriksaan, dan bukti pembayaran
- Foto dokumentasi
- Surat, disposisi perintah
- Bukti kepemilikan
- Identitas sumber informasi
Selain itu, masyarakat juga dapat menyampaikan aduan atau laporan melalui beberapa saluran. Seperti misalnya, melalui aplikasi pesan online WhatsApp, surat elektronik atau email, laman KPK Whistle Blower System (KWS) dan SMS.
Berikut informasinya:
- WhatsApp: 0811959575
- Email: pengaduan@kpk.go.id
- MS: 08558575575
Kronologi OTT KPK Nurdin Abdullah
Dikutip Gridhot dari Surya, kegiatan operasi berawal dari informasi masyarakat terkait adanya dugaan terjadinya penerimaan sejumlah uang oleh penyelenggara negara pada Jumat (26/2/2021) malam.
Firli Bahuri mengatakan, KPK menerima laporan bahwa Direktur PT Agung Perdana Bulukumba, Agung Sucipto (AS) akan memberikan sejumlah uang kepada Nurdin melalui perantara Sekretaris Dinas PUTR Provinsi Sulsel, Edy Rahmat (ER), yang juga orang kepercayaan Nurdin.
"Pukul 20.24 WIB, AS bersama IF (sopir ER) menuju ke salah satu rumah makan di Makassar dan setiba di rumah makan tersebut telah ada ER yang telah menunggu," kata Firli dalam konferensi pers yang disiarkan kanal YouTube KPK, Minggu (28/2/2021) dini hari.
Seperti dilansir dari Kompas.com dalam artikel 'Begini Kronologi OTT KPK Terhadap Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah'
Adapun Agung adalah seorang kontraktor yang berasal dari pihak swasta, yang diketahui telah lama mengenal baik Nurdin.
Agung berkeinginan mendapatkan beberapa proyek pekerjaan infrastruktur di Sulawesi Selatan Tahun Anggaran 2021.
Firli melanjutkan, dengan beriringan mobil, IF mengemudikan mobil milik Edy, sedangkan Agung dan Edy bersama dalam satu mobil milik Agung.
Kedua mobil itu pun kemudian bergerak menuju Jalan Hasanuddin Makassar, Sulawesi Selatan.
Dalam perjalanan tersebut, Agung diketahui menyerahkan proposal terkait beberapa proyek pekerjaan infrastruktur di Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan Tahun Anggaran 2021 kepada Edy.
"Sekitar pukul 21.00 WIB, IF kemudian mengambil koper yang diduga berisi uang dari dalam mobil milik AS dipindahkan ke bagasi mobil milik Edy di Jalan Hasanuddin," jelasnya.
Lebih lanjut, Firli mengungkapkan, sekitar pukul 23.00 Wita, KPK mengamankan Agung saat dalam perjalanan menuju Bulukumba.
Sementara itu, satu jam berikutnya giliran Edy beserta uang dalam koper sejumlah sekitar Rp 2 miliar turut diamankan KPK di rumah dinasnya.
Adapun uang Rp 2 miliar itu sebelumnya akan diberikan Edy kepada Nurdin Abdullah.
Kemudian, Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah diamankan KPK sekitar pukul 02.00 Wita di rumah jabatan dinas Gubernur Sulsel.
Adapun Nurdin Abdullah diduga juga menerima uang dari kontraktor lain di antaranya sebesar Rp 200 juta pada akhir 2020.
Kemudian, Nurdin juga diduga menerima uang pada pertengahan Februari 2021 melalui SB sebesar Rp 1 miliar.
"Awal Februari 2021, NA melalui SB menerima uang Rp 2,2 miliar," terang Firli.
Atas dugaan tersebut, Nurdin dan Edy disangkakan sebagai penerima.
Dirinya disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
"Sebagai pemberi yaitu Saudara AS disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UUU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP," ujar Firli.
(*)