Hingga Kini Isinya Masih Jadi Misteri , Inilah 3 Kontroversi Supersemar yang Buat Gonjang-ganjing Sejarah Indonesia, Soeharto Kibuli Presiden Soekarno?

Jumat, 12 Maret 2021 | 09:25
KOMPAS

Letjen TNI M.Jusuf (kiri) dan Letjen TNI Amir Machmud, keduanya saksi dimana Supersemar ditandatangani oleh Soekarno

Gridhot.ID –Lahirnya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) tahun 1966 menjadi salah satu babakan sejarahIndonesiapaling kontroversi menjelang runtuhnya kekuasaanSoekarno.

Melansir dari Grid.ID,Supersemarberisi tentang perintahSoekarnokepadaSoehartountuk mengambil 'tindakan yang dianggap perlu' demi memulihkan keamanan pasca G30S/PKI.

Namun presidenSoekarnomerasa dibohongi lantaranSoehartoia nilai memelintir maksudSupersemaruntuk ambisi pribadinya.

Baca Juga: Nyaris Jadi Mantu Orang Nomor Satu di Indonesia, Ini Profil Felicia Tissue, Mantan Pacar Kaesang Tak Kalah Mentereng dari Sang Ibu yang Masuk Geng Sosialita Liliana Tanoesoedibjo

Lima puluh lima tahun yang lalu, terjadi peralihan kekuasaan dari Presiden Soekarno ke Menteri Panglima Angkatan Darat Letjen Soeharto.

Saat itu Soekarno “dikabarkan” memberi mandat kepada Soeharto untuk memulihkan stabilitas politik nasional yang goyah akibat Gerakan 30 September 1965.

Kata “dikabarkan” sebenarnya untuk menunjukkan mengenai polemik yang terjadi seputar Supersemar.

Baca Juga: Punya Tatapan Tajam Sejak Remaja, Inilah Potret Masa SMA Najwa Shihab yang Buat Ribuan Netizen Terpana: Keliatan Wanita Cerdas..

Banyak yang meragukan adanya pemberian mandat itu. Apalagi, hingga saat ini naskah asli Supersemar tidak pernah ditemukan.

Sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam mengatakan, Supersemar merupakan salah satu bagian dari rangkaian peristiwa panjang untuk melemahkan kekuasaan Soekarno.

Setelah menerima Supersemar, Soeharto bertindak cepat.

Sehari setelahnya, Soeharto membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Belasan menteri yang loyal terhadap Soekarno ditangkap beberapa hari kemudian. Perlahan, kekuasaan Soekarno surut.

Baca Juga: Menikah di Tengah Pandemi, DreamWedding yang Diimpikan Aurel Hermansyah Bakal Gagal Total, Calon Atta Halilitar Urai Kekecewaan

Ada tiga kontroversi yang muncul jika membicarakan Supersemar.

Pertama, menyangkut keberadaan naskah otentik Supersemar.

Kedua, proses mendapatkan surat itu.

Baca Juga: Sambangi Polsek Tanjung Duren, Rizky Billar Beri Klarifikasi Soal Kerumunan yang Ada di Restoran Barunya: Saya Mohon Maaf..

Ketiga, interpretasi yang dilakukan oleh Soeharto.

Dalam diskusi bulanan Penulis Buku Kompas di Bentara Budaya Jakarta, Palmerah Selatan, Kamis (10/3/2016), Asvi mengatakan, keberadaan naskah otentik Supersemar hingga kini belum diketahui.

Kendati lembaga Arsip Nasional Republik Indonesia menyimpan tiga versi naskah Supersemar, ketiganya tidak otentik.

"Ada tiga arsip naskah Supersemar, dari Sekretariat Negara, Puspen TNI AD, dan dari seorang kiai di Jawa Timur," ujar Asvi.

Kontroversi berikutnya, Supersemar diberikan bukan atas kemauan Soekarno, melainkan di bawah tekanan.

Baca Juga: Terpaksa Lewati Hari Bahagia Tanpa Kaesang Pangarep yang Kecantol Perempuan Lain, Sifat Felicia Tissue Rupanya Pernah Diungkap Anak Bontot Jokowi di Tahun 2017: Jangan Tambah Nyebelin dan Galak Ya

Menurut Asvi, sebelum 11 Maret 1966, Soekarno didatangi oleh dua pengusaha utusan Mayjen Alamsjah Ratu Prawiranegara.

Kedua pengusaha itu, Hasjim Ning dan Dasaad, datang untuk membujuk Soekarno menyerahkan kekuasaan kepada Soeharto.

Akan tetapi, Soekarno menolak, bahkan sempat marah dan melempar asbak.

Baca Juga: Putri Semata Wayangnya Turut Kena Getah, Young Lex Ancam Netizen yang Ikut Bully Anaknya dalam Kasus 'Plagiat MV Raja Terakhir': Saya Ciduk dan Penjarakan!

"Dari situ terlihat ada usaha untuk membujuk dan menekan Soekarno telah dilakukan, kemudian diikuti dengan pengiriman tiga jenderal ke Istana Bogor," ungkap Asvi.

Setelah Supersemar dibuat oleh Soekarno, Soeharto menggunakannya dengan serta-merta untuk melakukan aksi beruntun sepanjang Maret 1966.

Soeharto membubarkan PKI, menangkap 15 menteri pendukung Soekarno, memulangkan anggota Tjakrabirawa, dan mengontrol media massa di bawah Puspen AD.

Sementara bagi Soekarno, surat itu adalah perintah pengendalian keamanan, termasuk keamanan dirinya selaku presiden dan keluarganya.

Baca Juga: Terguling dan Tersangkut di Pinggir Jurang, Bus Rombongan Siswa SMP Ini Alami Kecelakaan Maut di Tanjakan Cae Sumedang, Bagasi Terbuka dan Lampu Masih Menyala

Soekarno pun pernah menekankan, surat itu bukanlah transfer of authority.

Namun, Amir Machmud, jenderal yang membawa surat perintah dari Bogor ke Jakarta pada 11 Maret 1966, langsung berkesimpulan bahwa itu adalah pengalihan kekuasaan. (*)

Tag

Editor : Nicolaus

Sumber Kompas.com, Grid.ID