Gridhot.ID- Empat keluarga di Desa Widodaren, Petarukan, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah kesulitan keluar masuk rumahnya.
Melansir dari Gridhot.ID, pasalnya akses jalan yang biasa digunakan untuk keluar masuk telah ditembok setinggi 3 meter.
Satu-satunya akses jalan, empat keluarga tersebut harus memutar dan melewati saluran air atau got.
Tri Budi, salah satu pemilik rumah yang terisolasi bercerita akses jalan tersebut sudah dibeli dengan harga Rp 100 juta.
Bahkan ia sudah membayar uang muka Rp 50 juta yang diserahkan kepada Sukendro pada 18 Desember 2020. Tanah yang dibeli memiliki lebar depan 3,33 meter dan lebar belakang 3,66 meter.
Namun oleh Sukendro, uang tersebut dikembalikan secara sepihak melalui menantunya sebelum pelaksanaan Pilkades Desember 2020.
Namun saat kalah pilkada, akses jalan tersebut ditutup tembok tepatnya mulai 27 Februari 2021.
Akibatnya ada empat keluarga yang kesulitan keluar. Mereka adalah Suharto, ayah Tri Budi, Kismanto, Agus, dan Amsori.
Tanah Helikopter
Kondisi yang dialami olehTri Budi tersebut kerap dikenal dengan sebutan "tanah helikopter", yaitu suatu kondisi di mana tanah tidak memiliki akses jalan alias terkurung oleh tanah-tanah di sekitarnya.
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Pedata), tepatnya pada Pasal 667 dan Pasal 668, bahkan membahasnya secara khusus.
Pasal 667 KUH Perdata:
“Pemilik sebidang tanah atau pekarangan, yang demikian terjepit letaknya antara tanah-tanah orang lain, sehingga ia tak mempunyai pintu keluar ke jalan atau parit umum, berhak menuntut kepada pemilik-pemilik pekarangan tetangganya supaya memberikan jalan kepadanya melalui pekarangan pemilik tetangga itu, dengan mengganti ganti rugi yang seimbang.”
Pasal 668 KUH Perdata:
“Jalan keluar itu harus diadakan pada sisi pekarangan atau tanah yang terdekat dengan jalan atau parit umum, namun dalam suatu jurusan yang demikian sehingga menimbulkan kerugian yang sekecil-kecilnya, bagi pemilik tanah yang dilalui.”
Berdasakan kedua pasal tersebut, maka pada dasanya Tri Budi memiliki hak untuk menuntut salah satu tetangganya untuk memberikan akses jalan.
Posisinya berada disisi pekarangan atau tanah yang terdekat dengan jalan atau parit umum.
Tujuan dari penentuan posisi tersebut adalah agar pemberian akses jalanhanya akan menimbulkan kerugian yang sekecil-kecilnya bagi tetanggaTri Budi selaku pemilik tanah.
Namun, tentu saja, seperti termuat dalam Pasal 667 KUH Perdata di atas, akses jalan tersebut tidak diberikan serta merta, melainkan melalui pemberian ganti kerugian.
Dengan kata lain, tanah yang dijadikan akses jalan tersebut harus dibeli.
Namun, perlu dicatat bahwa harga yang diberikan oleh tetanggaTri Budi selaku pemilik tanah yang akan dijadikan akses jalan haruslah wajar.
Jika tidak, makaTri Budi dapat menempuh jalur hukum melalui gugatan perdata di Pengadilan Negeri.(*)