Gridhot.ID - Kasus dugaan suap perizinan ekspor benih lobster (benur) memasuki babak lanjutan.
Tersangka kasus ini, Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, mengatakan siap bertanggung jawab.
Ia juga siap dihukum mati jika terbukti bersalah.
Hal tersebut ia katakan sendiri, seperti dikutip dari Antara, Senin 22/2/2021, "Sekali lagi kalau memang saya dianggap salah, saya tidak lari dari kesalahan, saya tetap tanggung jawab.”
“Jangankan dihukum mati, lebih dari itu pun saya siap yang penting demi masyarakat saya,” ucap dia.
Edhy mengatakan siap bertanggung jawab dan tidak akan lari dari kesalahannya.
Namun, banyak fakta yang sudah terbongkar yang semakin menyakinkan bahwa Edhy Prabowo benar - benar melakukan korupsi.
Salah satunya adalah ketikaistrinya mengaku pernah diberi jam tangan merk Rolex saat berada di Hawaii, Negara Bagian Amerika Serikat.
Hal tersebut terungkap saat Iis dihadirkan sebagai saksi kasus dugaan suap izin ekspor benih bening lobster (BBL) untuk terdakwa Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (17/3/2021).
"Pernah menerima jam Rolex dari pak Edhy?" tanya jaksa.
"Saya menerima ketika di Hawaii ketika di dalam hotel," jawab Iis.
"Dibeli di Hawaii?" lanjut jaksa.
Iis mengungkap tak tahu persis dari mana jam itu dibeli.
Namun ia mengaku saat menyerahkan, Edhy bilang bahwa jam Rolex tersebut sebagai hadiah ulang tahun pernikahan.
"Saya tidak tahu persis pada dasarnya. Tapi pak Edhy ketika menyerahkan, (bilang) bahwa This is Anniversary Present," ucap Iis.
Dalam perkara ini KPK menetapkan Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito menyuap Edhy Prabowo senilai total Rp2,146 miliar yang terdiri dari 103 ribu dolar AS (sekitar Rp1,44 miliar) dan Rp706.055.440.
Suap diberikan melalui perantaraan Safri dan Andreau Misanta selaku staf khusus Edhy, Amiril Mukminin selaku sekretaris pribadi Edhy, Ainul Faqih selaku staf pribadi istri Edhy yang juga anggota DPR RI Iis Rosita dan Siswadhi Pranoto Loe selaku Komisaris PT Perishable Logistics Indonesia (PLI) sekaligus pendiri PT Aero Citra Kargo (ACK).
Suharjito disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dalam kasusnya, Edhy Prabowo diduga melalui staf khususnya mengarahkan para calon eksportir untuk menggunakan PT ACK bila ingin melakukan ekspor.
Salah satunya adalah perusahaan yang dipimpin Suharjito.
Perusahaan PT ACK itu diduga merupakan satu-satunya forwarder ekspor benih lobster yang sudah disepakati dan dapat restu dari Edhy.
PT ACK diduga memonopoli bisnis kargo ekspor benur atas restu Edhy Prabowo dengan tarif Rp1.800 per ekor.
Dalam menjalankan monopoli bisnis kargo tersebut, PT ACK menggunakan PT Perishable Logistics Indonesia (PLI) sebagai operator lapangan pengiriman benur ke luar negeri.
Para calon eksportir kemudian diduga menyetor sejumlah uang ke rekening perusahaan itu agar bisa ekspor.
Uang yang terkumpul diduga digunakan untuk kepentingan Edhy Prabowo dan istrinya, Iis Rosita Dewi untuk belanja barang mewah di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada 21-23 November 2020.
Sekitar Rp750 juta digunakan untuk membeli jam tangan Rolex, tas Tumi dan Louis Vuitton, serta baju Old Navy.
Edhy diduga menerima uang Rp3,4 miliar melalui kartu ATM yang dipegang staf istrinya.
Selain itu, ia juga diduga pernah menerima 100 ribu dolar AS yang diduga terkait suap.
Adapun total uang dalam rekening penampung suap Edhy Prabowo mencapai Rp9,8 miliar.(*)