Gridhot.ID - Pandemi Covid-19 hingga kini masih belum teratasi secara menyeluruh.
Dampak dari pademi ini membuat sektor perekonomian melemah.
Akibatnya banyak orang yang berkurang pendapatannya.
Hal ini sangat dirasakan bagi pekerja yang tak menentu pendapatannya.
Namun ternyata hal tersebut justru memberi rejeki lebih sosok penjaga makam Pemakaman Umum Menteng Pulo, Tebet, Jakarta Selatan.
Pria bernama Gino (70), bercerita saat ini pendapatannya mengurus makam lebih baik ketimbang awal Pandemi Covid-19 tahun lalu.
Bagi Gino dan sesama penjaga makam lainnya, momen ini menjadi titik balik untuk menuai rezeki.
Meski sudah memasuki usia senja, kakek asal Desa Bekonang, Sukoharjo, Jawa Tengah tersebut masih terlihat gigih menjaga dan membersihkan makam.
Siang yang terik itu, Gino terlihat masih kuat mondar-mandir dipanggil peziarah yang datang untuk menanyakan terkait kondisi makam.
Bisa dibilang, kakek bertubuh kurus itu termasuk petugas makam yang paling tua di sana.
Maka tak heran, Gino kini sudah memiliki banyak sekali ahli waris yang meminta makamnya dibersihkan.
Sudah ada 100-an lebih makam yang diurusnya.
Ia mengaku hafal semua para ahli waris. Makam-makam itu ditandai dengan nama inisialnya berwarna kuning di bagian belakang makam.
"Kalau tulisan GN berwarna kuning di makam, itu saya semua (yg urus)," ujar Gino dengan suara pelan kepada TribunJakarta.com.
Ahli waris membayar jasanya secara bulanan hingga tahunan. Ia tak pernah mematok tarif jasanya untuk membersihkan makam.
Ia menerima berapa pun uang yang diberikan ahli waris.
Pergi pulang dari Cilebut
Awalnya, Gino dan istrinya Sa'wanah Said (61) tinggal di kawasan Menteng Dalam, dekat TPU Menteng Pulo.
Kemudian pada tahun 1983, mereka pindah ke kawasan Cilebut, Jawa Barat. Sejak itu, Gino naik kereta api menuju TPU Menteng Pulo untuk bekerja menjadi penjaga makam.
"Mondar mandir naik kereta. Dari Cilebut berangkat jam 8 pagi," terangnya.
Namun, berhubung menjelang Ramadan, Gino dan Sa'wanah menginap di rumah temannya di dekat TPU.
Sebab, ia memperkirakan para peziarah sudah berdatangan sejak pagi.
Bisa Kuliahkan Anak
Gino memiliki lima anak. Dari kelima anak itu, anak bungsunya mengenyam bangku kuliah.
Dari pemberian para ahli waris, uang itu dikumpulkan untuk biaya kuliah anak perempuannya yang bernama Lutfi Wulandari (25).
Pada tahun 2019, Lutfi berhasil lulus S1 jurusan Hukum di Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung berkat hasil keringat ayahnya itu.
Gino mengatakan ia mengeluarkan kurang lebih Rp 7 juta setiap tahun untuk biaya hidup anaknya itu di Bandung.
Selepas lulus, Lutfi sempat diterima kerja di luar kota, tetapi Gino tak setuju. Ia menyarankan Lutfi untuk mencari kerja di Jakarta saja.
Akan tetapi, anaknya belum mendapatkan kerja karena terhalang situasi pandemi.
Sa'wanah, yang saat itu sedang menemani suaminya bekerja, menambahkan Gino tak ingin anaknya itu bekerja terlalu jauh.
Untuk mengisi kekosongan waktu, anaknya aktif mengikuti kegiatan di Karang Taruna.
Lutfi sempat menjadi petugas sensus penduduk di permukiman sembari mencari kerja.
"Dia aktif di karang taruna dekat rumah. Sempat jadi petugas untuk mendata warga," ungkapnya.
Anaknya juga memilki cita-cita lain. Lutfi berniat meneruskan kuliah S2 Hukum untuk menjadi notaris. Namun, ia tersandung oleh biaya yang cukup mahal.
"Dia mau S2 juga, pengen jadi notaris katanya sih begitu, dia kerja sembari kuliah" lanjutnya.
Gino ingin mewujudkan cita-cita anaknya itu.
Saat ditanya tentang pendapatannya, ia menjawab bahwa sedang mengumpulkan uang untuk kuliah anaknya itu.
"Di Bandung dia sudah lulus S1. Sudah sarjana hukum, sekarang mau S2. Mau naik ke S2 ini mogok makanya saya tunda," ucap Gino.
Sa'wanah memiliki alasan anaknya harus menempuh pendidikan bangku kuliah. Sebab, zaman dulu dengan saat ini jauh berbeda.
"Jaman dulu enggak harus pendidikan tinggi. Dulu enggak tinggi bisa jadi pegawai bank. Sekarang harus S1," ungkapnya.(*)