Gridhot.ID - Aktivitas masyarakat dalam bermedia sosial kini bakal terbatasi setelah polisi virtual berpatroli.
Tugas dari polisi virtual ini tak lain adalah untuk mengintai segala bentuk kegiatan masyarakat yang agar tak melanggar UU ITE.
Hal ini pun membuat masyarakat was-was serta heboh.
Bahkan melansir dari Grid.ID, pro dan kontra pun mengiringi aktifnya polisi dunia maya bakal segera berpatroli tersebut.
Kepolisian Republik Indonesia sudah mengaktifkan polisi virtual atau polisi di dunia maya.
Hal ini diungkapkan oleh Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo menanggapi wacana revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Tujuan dibentuknya virtual police ini adalah untuk memberikan edukasi kepada masyarakat di media sosial, jika ada unggahan yang bisa dijerat dengan UU ITE.
Sebanyak 200 akun media sosial dapet peringatan dari virtual police atau polisi virtual, terhitung sejak 23 Februari sampai 12 April 2021.
Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Slamet Uliandi mengatakan menjelaskan, peringatan dikirimkan kepada akun-akun yang mengunggah konten mengandung unsur suku, ras, agama, dan antargolongan (SARA) yang berpotensi melanggar Pasal 28 Ayat (2) UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
"Dari 329 konten yang diajukan peringatan virtual polisi (PVP), 200 lolos verifikasi," kata Slamet dalam keterangannya, Selasa (13/4/2021), dikutip Kompas.com.
Sementara itu, 38 konten saat ini sedang dalam proses verifikasi dan sisanya nggak lolos.
Ia menambahkan, saat ini virtual police tengah memproses pengiriman peringatan ke 68 akun.
Kemudian, 45 akun sudah dapat peringatan pertama dan 46 akun dapat peringatan kedua.
Sebanyak 27 akun akhirnya nggak dikirim karena konten sudah dihapus sebelum diberikan peringatan.
Sementara itu peringatan ke 52 akun gagal terkirim karena meski target lolos verifikasi, tapi akun resmi Ditipidsiber diblokir oleh pengguna.
Menurut Slamet, Twitter dan Facebook menjadi platform yang paling banyak mendapat laporan konten yang mengandung unsur SARA.
Kemudian, di Instagram, Youtube, dan Whatsapp. Adapun kerja virtual police yaitu memantau aktivitas di media sosial dan akan melaporkan ke atasan jika menemukan unggahan konten yang berpotensi melanggar UU ITE.
Selanjutnya, unggahan konten yang diserahkan oleh petugas akan dimintakan pendapat ke para ahli, seperti ahli pidana, ahli bahasa, dan ahli ITE.
Jika ada potensi tindak pidana, unggahan konten itu akan diserahkan ke Direktur Tindak Pidana Siber atau pejabat yang ditunjuk.
Setelah pejabat setuju, virtual police akan mengirimkan peringatan kepada pemilik akun. (*)