Gridhot.ID - Kasus yang terjadi di Bandara Kualanamu memang sangat menggegerkan publik.
Dikutip Gridhot dari Tribun Medan sebelumnya, ditemukan oknum Kimia Farma yang menggunakan alat rapid test antigen bekas ke para penumpang.
Praktik penggunaan alat rapid tes bekas layanan Kimia Farma di Bandara Kualanamu dilakukan sejak Desember 2020 dan terungkap pada Selasa (27/4/20201).
Dikutip Gridhot dari Kompas.com, diperkirakan, sejak tiga bulan terakhir ada sekitar 9.000 orang yang menggunakan layanan yang menggunakan alat rapid tes bekas di Bandara Kualanamu.
Hal tersebut disampaikan Kapolda Sumut Irjen RZ Panca Putra Simanjuntak.
Ia mengatakan praktik tersebut tak memenuhi syarat kesehatan dan tak memenuhi standar data yang dipersyaratkan oleh UU tentang Kesehatan.
"Dari hasil pengungkapan yang dilakukan oleh teman-teman jajaran Ditreskrimsus Polda Sumut, kegiatan ini atau daur ulang ini sudah dilakukan oleh pelaku sejak bulan Desember tahun 2020," kata dia.
Panca menjelaskan, dalam satu hari diperkirakan ada sekitar 100 - 200 penumpang yang ikut tes swab.
Sehingga dalam waktu 3 bulan, ada 9.000 penumpang yang diduga dilayani menggunakan alat rapid test bekas di Bandara Kualanamu.
"Seperti itu. Masih terus didalami, audit. Kita dalami hasil daur ulang untuk siapa saja. Siapapun yang terlibat, kalau pihak perusahaan mengetahui tindak pidana tersebut. Berapa laporan ke perusahaan dan yang tidak, dan lain sebagainya, kita dalami.
Ia juga memperkirakan sejak Desember 2020, lima orang tersangka telah meraup keuntungan hingga Rp 1,8 miliar.
"Menggunakan stik swab bekas dan didaur ulang mendapatkan keuntungan. Tadi kan masih hitung ni, kita hitung dari Desember, perkiraan Rp 1,8 (M) sudah masuk yang bersangkutan."
"Tapi kita dalami. Yang jelas ini barnag buktinya ada Rp 149 juta dari tangan tersangka," katanya.
Namun untuk detailnya, Panca mengatakan pihak kepolisian masih melakukan audit.
"Seperti itu. Masih terus didalami, audit. Kita dalami hasil daur ulang untuk siapa saja. Siapapun yang terlibat, kalau pihak perusahaan mengetahui tindak pidana tersebut. Berapa laporan ke perusahaan dan yang tidak, dan lain sebagainya, kita dalami," jelas dia.
(*)