GridHot.ID - Tenggelamnya KRI Nanggala-402 menyisakan duka mendalam.
Tak terkecuali bagi Kolonel Laut (Purn) Iwa Kartiwa.
Melansir TribunJabar.id, Kolonel Laut (Purn) Iwa Kartiwa adalah salah satu mantan Komandan KRI Nanggala-402.
Ia juga merupakan adik kandung mantan Kapolda Jabar, Irjen Pol (Purn) Anton Charliyan.
Iwa yang lulus dari Akademi Militer Angkatan Laut tahun 1991 merupakan salah satu petugas pelopor kapal selam di Indonesia.
Bahkan, ia juga pernah menjadi Komandan Satuan Kapal Selam (Satsel) Koarmada II Indonesia.
Karena telah cukup lama bertugas di KRI Nanggala-402, Iwa Kartiwa sedih begitu tahu kapal selam tersebut tenggelam.
Dilansir dari Kompas.com, selama 26 tahun, mantan Komandan Satuan Kapal Selam (Satsel) dan KRI Nanggala-402 Kolonel Laut (P) Iwa Kartiwa mengabdikan hidupnya untuk menjaga lautan Indonesia.
Namun, kondisi Iwa kini memprihatinkan.
Karena sakit paru-paru kronis yang diderita, tubuh Iwa semakin kurus dan sulit berbicara.
"Iwa sakit karena terlalu lama bertugas berlayar di kapal selam, sudah 26 tahun. Dia begitu mencintai pekerjaannya. Kalau Iwa tak sakit, mungkin saat tenggelam kapal selam kemarin masih Iwa komandannya," jelas ibu Iwa, Momoh, kepada wartawan di rumahnya di Simpang Lima, Kota Tasikmalaya, Sabtu (1/5/2021).
Kolonel Iwa mengalami sakit parah karena mengisap terlalu banyak zat besi selama bertugas di kapal selam.
Bahkan, untuk biaya pengobatan, Iwa yang masih menjadi prajurit TNI aktif ini terpaksa menjual rumahnya.
"Kalau rumahnya dulu ada tapi bukan di Jati, di Parhon itu. Itu sudah lama dijual untuk berobat," kata Heni, mertua Iwa.
Pertaruhkan nyawa
Mantan Kapolda Jabar Irjen Pol Purnawirawan Anton Charliyan yang juga kakak Iwa mengatakan, dia mendampingi adiknya itu saat terbaring tak berdaya karena sakit yang diderita.
"Bagaimana tidak, Iwa dan teman-temannya berulang kali curhat kalau sudah masuk kapal selam saat akan bertugas seperti sudah masuk kuburan," jelas Anton kepada Kompas.com saat dihubungi via WhatsApp, Jumat (30/4/2021).
Anton berharap pemerintah memberikan perhatian khusus bagi para pasukan khusus kapal selam sesuai dengan pengabdian mereka selama ini.
Ia pun membandingkan dengan para pegawai BUMN dengan gaji besar dan tunjangan para anggota dan pensiunan TNI-Polri selama ini.
"Jauh berbeda, sangat jauh sekali. Padahal, para pasukan khusus ini bekerja selama 24 jam penuh dengan risiko mempertaruhkan nyawa demi negara," ujar dia.
Menurut Anton, kondisi sakit karena kandungan metal kapal selam bukan hanya dialami adiknya, tapi juga kebanyakan pasukan kapal selam.
"Selain adik saya, ternyata sebagian besar rekan-rekannya juga sama, menderita kandungan zat besi saat bernapas di kapal selam selama bertugas. Saya berharap pemerintah lebih meperhatikan kesejahteraan pasukan khusus kapal selam yang selama ini mengabdi, tapi kondisinya memprihatinkan," ujar Anton.
Anton mengaku mendapatkan cerita tersebut karena dahulu banyak rekan-rekan Iwa yang berkumpul di rumahnya.
Mereka sering bercerita marabahaya yang kerap dihadapi pasukan kapal selam.
Atas kondisi adiknya, Anton juga mengaku ada rasa kecewa. Sebab dia melihat prajurit lain di luar kapal selam tidak mengalami risiko besar, tapi memiliki karier yang lebih baik.
"Sedangkan mereka yang bertugas di luar kapal selam meraih sukses karirnya. Bukan apa-apa, ini saya sakit hati sebagai kakak kandung dan merasakan," kata Anton.
Meski demikian, Anton mengetahui bahwa para prajurit memang sudah siap untuk menghadapi segala risiko untuk menjalankan tugas negara.
"Mereka tahu risikonya begitu, karena sudah mengemban tugas negara. Betul-betul jiwa dan raganya diberikan, menjaga kedaulatan negara," kata dia. (*)